23 Last Day (1)

195 8 13
                                    

"Tidak akan ada yang pernah baik-baik saja dengan perpisahan, semanis apapun tidak akan pernah menyenangkan."


"Nyokap gue udah nunggu didepan, gue gak bisa lama-lama," ucapku pada Ry ketika kami sudah berada di teras kosnya.

Suasana kos Ry sore ini nampak sepi, karena ini hari sabtu, hampir seluruh penghuni kos nampaknya pulang kerumahnya masing-masing. Dan hanya tersisa aku dan Ry disini, yang masih berdiri saling berhadapan.

Kedua bola matanya tak henti menatap seluruh wajahku, begitupun aku yang masih setia menatap wajahnya yang besok sudah tak bisa kulihat lagi. Kuamati setiap lekuk wajahnya, bola mata cokelatnya yang teduh, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, rambutnya yang tebal menutupi sebagian keningnya, dan telapak tangannya yang besar selalu menggenggam tanganku.

Jujur, aku masih ingin disini. Berat bagiku untuk meninggalkan Semarang, meninggalkan berjuta kenangan yang ada disini. Meninggalkan Ry, satu-satunya orang yang masih setia bersamaku dalam keadaan apapun.

Aku benci perpisahan.

"Gue boleh minta peluk?" pinta Ry, 

"Peluk tanda perpisahan?" 

"Bukan," Ry menghela nafasnya sekali lagi, "pelukan pertemanan, sekali saja." Pintanya sekali lagi.

Senyumku mengembang, tanpa ragu kupeluk tubuh jangkungnya sampai membuat kakiku menjinjit untuk menggapai bahunya yang bidang, kemudian Ry langsung membalas pelukanku. Kedua tangannya yang kokoh mendekap tubuhku, punggungnya sedikit membungkuk agar tangannya bisa menyelimuti punggungku, rasa hangat yang ada ditubuh Ry seperti menjalar masuk menyelimuti tubuhku. Hangat dan begitu nyaman berada dalam dekapan Ry. 

Tangannya semakin erat memelukku, begitupun denganku. Hingga tanpa sadar, air mataku berhasil meluncur dengan derasnya ke pipiku. Tubuhku bergetar hebat karena tangis, ingatan-ingatan tentang Ry berhasil berputar ulang didalam kepalaku.

Saat dikelas, Ry bermain mobile legend di ponselku dengan Ian. Ry kerumahku untuk memberikan martabak. Ry menenangkanku ketika aku teringat masa lalu. Setiap aku keluar dari perpustakaan, Ry tak pernah absen menungguku didepan gedung perpustakaan. Masakan Ry saat di Burjo. Nyanyian yang selalu dimainkan oleh Ry dengan gitarnya. Kota Pemalang dan kebaikan seluruh anggota keluarga Ry padaku. Ry mengikat tali sepatuku. Dan pelukan Ry hari ini.

Semua kenangan itu seperti terekam ulang dikepalaku, kebaikan hati Ry, dan perlakuanku yang acuh padanya. Rasa sesal semakin menjalar didalam hatiku. Andai waktu itu aku bisa bersikap lebih baik pada Ry. Andai waktu itu aku tidak mendengarkan perkataan teman-temanku tentang keburukan Ry. Dan andai aku bisa jatuh cinta pada orang yang tepat, Ry.

Aku semakin menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya, dan tangan Ry mengusap-usap punggungku dengan begitu lembut.

"Udah, Leela. Jangan nangis. Suatu saat nanti, gue bakal nyusul lo ke Surabaya."

Perlahan aku melepas pelukannya, dan mengusap air mata dipipiku dengan punggung tanganku. Kemudian kuberikan jari kelingkingku padanya, "janji?"

Ry tersenyum sembari melingkarkan jari kelingkingnya di kelingkingku.

"Leela,"

Sontak aku menoleh kearah suara tersebut, dan begitu terkejutnya aku ternyata Mama sudah berdiri tak jauh dari tempatku dan Ry berdiri. Bagaimana ini? Apa Mama sudah melihatku berpelukan dengan Ry barusan? Pasti aku akan kena marah hari ini!

Mama pun segera menghampiri kami, 

"Tante, apa kabar?" tanya Ry sambil menyalim tangan Mama.

"Baik, nak Ry. Kamu kok main peluk-peluk anak tante sih!"

Love, KaleelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang