🔒Benci🔒

23 6 14
                                    

Pelajaran sejarah memang pelajaran yang tidak terlalu disukai oleh siswa di kelas kami.

Kami tidak menyukai pelajaran itu bukan karna pelajarannya yang salah tetapi guru yang mengajar.

Percayalah, ketika kamu membenci seseorang, pasti kamu juga akan benci segala hal yang berhubungan dengannya.

Sama seperti guru sejarah ini, kami sangat membencinya karna dia terlalu bersikap sesuka hatinya.

"Baiklah anak-anak. Buka buku catatan kalian, dan ibu akan mendikte tentang pelajaran sejarah ini. "

"Iya buk." Dengan wajah yang lesu, malas, dan gak bergairah kami menjawab permintaan buk Pharsa.

Pada saat kelas 1, aku termasuk salah satu murid yang penurut, tetapi karna sesuatu hal, aku di cap terlalu pemberani karna melawan seorang guru.

Dan kalian tau siapa gurunya? Ya guru sejarah ini lah. Makanya sekarang aku malas-malasan mengikuti pelajarannya.

Saat buk Pharsa mendikte pembahasan hari ini, aku hanya menurut saja. Meskipun aku tidak menyukainya, setidaknya alu mengingat orangtuaku yang sudah bekerja untuk menyekolahkanku.

Akhirnya bel sekolah pun berbunyi. Ini adalah salah satu bentuk kemerdekaan di kelas kami.

Karna kami sudah terlepas dari pelajaran yang membuat semua kepala kami diisi dengan kemalasan. Hanya beberapa saja yang mengikuti pelajarannya dengan benar. Ya, hanya barisan paling depan sajalah yang mengikutinya.

Jujur, aku paling tidak suka dengan orang yang suka cari muka.

Muka kok dicari-cari. Udah pas itu letaknya di bagian kepala, jadi gak perlu lagi cari-cari muka.

"By, beli jajan yok. " Ajak salah satu temanku dikelas.

Untuk saat ini, aku tidak percaya dengan sosok seorang sahabat. Aku belum bisa menyebutnya sahabat karna aku belum menemukan kenyamanan layaknya seorang sahabat terhadap dirinya.

"Ayok." Aku pun mengikuti ajakannya berhubung cacing-cacing diperut ini sudah membuat paduan suara sendiri.

Setelah selesai jajan, kami masuk kembali ke dalam kelas. Kami bercanda tawa bersama dan menikmati makanan bersama.

Kami kumpulan barisan belakang bisa dibilang cukup akrab. Apapun yang kami bahas bisa menjadi topik pembicaraan kami sepanjang pelajaran.

Memang tidak baik jika berbicara saat jam pelajaran, tetapi jarang sekali ada guru yang peduli dengan murid yang duduknya dibelakang.

Kami bagaikan anak tiri yang tidak dipedulikan oleh orangtuanya. Hanya beberapa saja yang peduli, tetapi selebihnya tidak.

Karna biasanya menurut mereka, barisan depan itu yang mau belajar, dan pintar-pintar sementara barisan belakang cuma taunya ribut dan malas.

Mereka tidak sadar kalau kami juga butuh perhatian. Hak setiap siswa itu mendapat pengajaran yang layak dari gurunya, bukan malah dibeda-bedakan.

Menuntut ilmu memang keinginan setiap orang, tetapi untuk saat ini kami lebih menuntut keadilan agar mendapatkan hak yang sama dengan teman kami yang posisinya berada di barisan depan.

Setelah bel masuk berbunyi, kami segera bersiap-siap untuk menerima pelajaran berikutnya karna perut kami sudah diisi dengan makanan di kantin.

Kami sangat senang karna guru yang akan masuk adalah guru matematika. Namanya adalah pak Tigreal.

Dialah salah satu guru yang cukup peduli terhadap barisan belakang dan kami pun begitu antusias mengikuti pelajarannya.

Terima kasih sudah membaca 😀

Jangan lupa vote dan comment ya 😆

See You Next Part 🙌🙌

Three Years Ago (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang