🔒Percaya Diri🔒

6 4 0
                                    

Sudah menjadi tradisi ketika salah satu siswa sudah siap menjawab soal, pasti siswa yang lain juga ikutan sibuk untuk buru-buru mengerjakan soal.

Seperti mendapat jawaban dari langit, lembar jawaban mereka sudah terisi penuh.

Entah itu jawaban benar atau tidak, urusan belakangan, yang penting siap dulu.

Aku yakin bahwa mereka membicarakanku, dan aku tidak peduli dengan ucapan mereka.

Sesampainya di rumah, aku sudah merasa lega, setidaknya tubuhku ini tidak terkena virus-virus jahat yang dapat mengganggu antibodi tubuhku.

Sama seperti hari ini, ujian-ujian berikutnya pun berjalan dengan lancar, sampai akhirnya tiba hari pembagian rapor sekolah.

Aku sangat senang, setidaknya aku tidak harus berlama-lama melihat wajah-wajah mereka yang penuh dosa.

Bukan sok suci, tetapi setidaknya aku tidak lebih buruk dari mereka.

Saat pembagian rapor, kami harus menunggu giliran nama yang dipanggil satu per satu oleh wali kelas kami, yaitu buk Pharsa.

Setelah sekian lama tidak bertemu dengannya, akhirnya aku harus bertemu kembali untuk mengetahui nilai semesterku.

Namaku berada di urutan belakang, jadi cukup lama mendengar nasehat-nasehatnya untuk teman-temanku yang lain.

Ketika tiba di nama ku, ibuku langsung menuju bangku di depan buk Pharsa, dan aku pun mendampinginya.

"Bagaimana dengan Ruby bu? Apakah dia sudah memiliki kepercayaan diri saat sekolah?"
Ibuku bertanya tentang itu karna aku orang yang cukup pemalu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya aku tau jawabannya tapi tidak mau menjawab.

"Anak ibu sudah percaya diri, bahkan terlalu percaya diri sekali sampai melawan guru." Buk Pharsa menjawab pertanyaan ibuku dengan sedikit kesal.

Aku hanya menahan tawa melihat ekspresinya mengingat kejadian ketika aku melawannya.

Aku berbisik kepada ibuku bahwa akan ku ceritakan nanti setelah sampai di rumah.

Selesai menjelaskan tentang nilaiku, kami pun pulang ke rumah, dan sebelum pulang, kami menyalam buk Pharsa terlebih dahulu.

Ibuku memberikan sedikit uang tanda terima kasih, sama seperti yang dilakukan orangtua lainnya.

"Terima kasih bu. Kami permisi pulang."

"Iya, sama-sama bu."

Kami pun pulang dengan hati yang senang, karna nilaiku meningkat, hanya di mata pelajarannya saja sedikit kurang.

Kejadian ini sudah kuduga sebelumnya. Ketika aku melawannya aku sudah tau kalau akan berdampak pada nilaiku nanti.

Setelah keluar dari kelas, aku melihat wajah-wajah Martis dan teman-temannya yang melihatku dengan tatapan tajam.

Sebenarnya aku sudah memaafkan kesalahan mereka, tetapi tetap saja aku belum bisa melupakannya.

Haha, itu berarti sama saja aku belum memaafkan mereka, karna kalau sudah memaafkan pasti akan melupakan kesalahan mereka.

Selesai sudah penderitaanku di sekolah yang siswanya cukup mengerikan itu.

Sekarang aku tinggal menunggu pengumuman jalur undangan untuk masuk ke PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang aku inginkan.

Sampai bertemu di bagian akhir dari cerita ini ya 😊

Terima kasih sudah membaca 🙏😘

Jangan lupa vote dan commentnya ya 😉😉

See You Next Part 😍😘

Three Years Ago (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang