Giovan 28 - Hari kelulusan

3.3K 203 9
                                    

Tidak akan ada lagi si pembuat onar, tidak ada lagi yang membuat Sma Santika bersinar karena kelakuan dari siswa yang begajulan seperti Giovan nantinya. Tidak ada lagi yang berani bertingkah seolah-olah sekolah adalah milik kakek moyangnya dan tidak ada lagi cerita cinta sememilukan Giovan dan Tara.

Kisah cinta yang sejujurnya belum berakhir namun harus diakhiri saat ini juga, keduanya menjalani hidup layaknya tidak saling mengenal dan memikirkan satu sama lain. Karena sejujurnya masih ada rasa cinta dan sayang di hati yang telah lama di-isi oleh sang pujaan hati.

Masih kah pantas hati Giovan bersarang di hati Tara? Yang bahkan Giovan telah menyia-nyiakannya.

Hari ini hari dimana kisah Giovan dan kawan-kawan menjadi kenangan. Banyak sekali kenangan yang tersusun rapi di sekolah itu, sekolah yang bahkan sering dilanggar peraturan yang telah diterapkan, sekalipun Giovan pernah menjadi ketua Osis yang patut dibanggakan.

Giovan, ketua Osis tereceh di Sma Santika tidak mudah dilupakan begitu saja. Bahkan prestasi yang ditutupi oleh kenakalan masa remaja dilihat dengan jelas oleh jejeran adik kelas yang pernah melihatnya menjunjung tinggi nama sekolah.

Tidak heran jika Giovan menjadi orang yang paling dicari dan memiliki peranan penting di sekolah tersebut, setiap gosip yang diajukan padanya. Tidak sedikit pula Siswi Santika berbondong-bondong memuja dan terang-terangan mengejarnya.

Giovan dan kawan-kawan masih di sekolah, menikmati hari terakhir berada di sekolah tercinta. Lapangan basket tempat biasa mereka menghabiskan waktu, dimana mereka sekarang berada.

Raka merebut bola basket yang berada ditangan Erick ketika mengetahui lawan mainnya lengah, dan memasukka bola ke dalam ring dengan mudah. Melihat Giovan hanya duduk-duduk di pinggir lapangan, Raka yang tadinya mengambil bola langsung membuangnya ke belakang punggungnya begitu saja.

Erick berdecak, mengikuti langkah kaki Raka yang menghampiri Giovan.

"Alka udah pergi buat belajar agama dan untuk hidup yang lebih baik lagi, cuman kita bertiga yang tersisa," ucap Giovan tersenyum simpul saat Raka dan Erick baru saja mendaratkan bokongnya di tempat duduk sebelah Giovan.

"Setelahnya siapa?" celetuk Gio, membuat kedua sahabatnya mengernyit tidak mengerti.

Giovan membenarkan posisi duduknya, siap mendengar jawaban Raka yang sudah ia tebak bahwa, "Gue sih ngikut lo."

Dan Erick pun hanya cengingisan, Gio mengangguk paham. Sampai kapanpun mereka akan tetap bersama meski high school sudah berlalu. Dan kini mereka akan mendaftar di universitas tujuan mereka memulai pendidikan lebih tinggi dan berjuang bersama. Kembali.

Tara yang melihat Giovan berada di pinggir lapangan basket pun menghampirinya, menginterupsi pembicaraan cogan Santika. "Gue mau ngomong sama lo," ujar Tara kepada Gio.

Giovan berdiri, berjalan lebih dahulu dan berhenti di tempat yang tidak asing bagi keduanya. Tempat yang pernah menjadi favorite ketika keduanya membolos bersama.

Gadis yang tengah mengaitkan jari-jari mungilnya ke tangan Giovan kini menatap pria yang berada dihadapannya dalam, sangat dalam hingga membuat Giovan bergeming dan tidak dapat berkutik.

Tara mendesah, mengeluarkan setiap butir tetes air mata yang tak lagi bisa dibendungnya. "Salah gue apa?" tanya Tara lirih hampir tidak terdengar.

Tatapan mata Giovan sendu, dia menangkup kedua sisi wajah gadisnya. Berharap bahwa mimpi buruknya tidak akan pernah terjadi.

"Lupain gue dan kejar mimpi lo, bangun hidup baru tanpa gue, Tar." Tara menggeleng, tidak mau. Gadis itu masih berusaha untuk tidak cengeng dihadapan pria yang disayanginya.

"Gue gak bisa pergi dari hidup lo, kalo lo gak ngasih tau apa kesalahan gue, Gio."

Giovan membentak Tara, pria itu meluapkan segala emosinya kepada sang gadis. Dia sungguh tidak berdaya akan Tara, gadis yang tengah dijaganya, dipantaunya dari jauh malah membuat Gio ingin melukainya. "Lo gak pantes jadi ibu dari anak-anak gue kelak. Dan yang gue tau, Gue salah karena pernah menetapkan lo di hati gue."

Tara menangis sejadi-jadinya, hancur, dan rapuh. Bibirnya yang indah kini pucat dan bergetar, masih tidak percaya bahwa Giovan akan mengatakan hal sejahat itu kepadanya.

"Mata lo mengisyaratkan bahwa lo masih ada rasa sama gue, gak mungkin gio. Gue tau lo bohong, kan? Lo bohong!" Gadis itu menjerit. Dia ... dia tidak mengharapkan hal ini terjadi.

Namun jika apa yang dikatakan Giovan benar, jika pria itu sungguh tak lagi memiliki rasa kepadanya. Tara hanya bisa pasrah.

Perlahan Tara memahami, dia menjauh, dia pergi. Tak mau lagi melihat wajah tampan Giovan. Namun, belum sampai 3 langkah ia pergi. Tara berbalik, memeluk Giovan dengan erat, menumpahkan segala rindunya selama ini walau ia tau bahwa pelukan hangat ini yang terakhir kali.

Dari kejauhan, ada seorang gadisnya yang memperhatikan keduanya. Mata gadis itu memanas menjalar ke hati, dendamnya belum selesai sampai di sini, menyemburkan sumpah serapah dan pergi dengan hati yang sesak akan rasa dendam juga sakit hati.

GIOVAN [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang