Aurora 15

861 115 15
                                    


“Kenapa hal segampang ini tak bisa kau lakukan dengan baik?!”

Nam Gyu Ri memasang wajah kakunya saat suara serak berat dan besar itu menggema di ruangan bernuansa coklat yang sedang ia huni saat ini. Wanita itu lalu mengerjab beberapa kali. Walau kaku, ekspresi takut itu sama sekali tak bisa ia sembunyikan dengan baik. Bahkan bias itu terbaca jelas pada matanya.

“Sekarang, alasan apa lagi yang akan kau berikan, hah?!” pemilik suara itu yang adalah seorang pria paruh bayah bertanya dengan kesal. Wajah yang mulai menunjukan penuaan itu terlihat jelas lebih kaku dan menakutkan bagi Gyu Ri. “Kau ingin mengatakan bila kau tak suka melihat pria itu?!” Gyu Ri mengulum bibirnya dengan garis wajah yang perlahan berubah. Dengan sisa keberanian yang ia miliki, ia berusaha menatap pria paruh bayah yang ada di depannya itu. “Alasanmu selalu tak masuk akal!”

“Ayah,” wanita itu bergumam pelan, menatap pria yang adalah ayahnya itu kemudian.

“Apa?!” ayah Gyu Ri bertanya dengan emosi yang siap meledak. “Kau ingin mengatakan bila kau memang tak suka?! Dengar, Nam Gyu Ri! Aku membesarkanmu, bukan gengsimu!  Jadi buang gengsimu yang tak penting itu!”

Gyu Ri mengulum bibirnya lagi. Garis wajahnya juga sudah menunjukan perubahan lagi. Mulai menegang yang menunjukan jika ia tak senang dengan apa yang sang ayah katakan. Dan oh, dari mana pria tua itu tahu apa yang ia pikirkan?

“Aku ayahmu! Jadi, jangan berpikir jika aku tak tahu apa-apa tentangmu, anakku!” ayah Gyu Ri itu berucap lagi saat ia sudah menangkap ekspresi tak enak di wajah putrinya. “Selama ini, kau selalu menjunjung tinggi gengsimu! Kau selalu menolak untuk bertemu dengan Kim Sang Bum hanya karena dia ada di kelas yang jauh berbeda denganmu dulu, bukan?”

“Tapi ayah, aku sudah bertemu dengannya,” tak mau terus disalahkan, Gyu Ri mulai melancarkan pembelaannya.

“Lalu kau pergi saat tahu dia adalah Kim Sang Bum teman sekolahmu dulu tanpa mengatakan apa-apa. Lalu di pertemuan kedua, kau juga pergi karena dia bersama Kim So Eun—presdir Daejon—dan itupun tanpa mengatakan apa-apa,” potong ayahnya dengan tak sabar. “Lalu, sekarang? Apa lagi, hah?!”

“Aku sudah bertemu dan berbicara dengannya, ayah,” sahut Gyu Ri cepat. “Tapi dia menolaknya!”

Ayah Gyu Ri terlihat mendengus keras. Detik berikutnya ia menatap putrinya yang duduk di hadapannya itu dengan tatapan datar yang mengintimidasi—yang membuat Gyu Ri tanpa sadar menciut kecil.

“Lalu kau pikir, kenapa ayah menyuruhmu untuk pergi dan mengajukan kerja sama ini sedang kita bisa menyuruh orang lain untuk melakukannya?!” nada suara ayah Gyu Ri berubah jadi rendah.

Membuat Gyu Ri memaksa otaknya untuk bekerja keras karena ia tahu ada maksud di balik nada suara yang berubah itu. Wanita itu lalu diam sesaat, hingga beberapa saat kemudian, ia melotot tak percaya saat menatap ayahnya.

“Maksud ayah, aku harus memohon padanya?!” tanya wanita itu kemudian dengan nada kaget bercampur tak percaya.

“Kosa kata yang kau pilih kurang tepat, anakku sayang,” sahut ayahnya datar dan santai.

“Lalu, apa? Aku harus merayunya?”

“Kau memang pintar! Sekarang ayah percaya jika kau dulu masuk pararel satu di Seoul National High School.”

Gyu Ri hampir saja mengumpat kasar jika ia tak ingat jika orang tua yang berbicara dengannya saat ini adalah ayahnya. Ia sungguh tidak percaya dengan apa yang baru saja ayahnya katakan. Pria tua itu menyuruhnya apa? Merayu Kim Sang Bum agar mau menandatangani sebuah perjanjian kerja sama? HAHA, OMONG KOSONG MACAM APA ITU?

“Aku tidak mau melakukan hal itu!” jawab Gyu Ri tegas.

“Jika dia terus menolak, kau bisa berikan tubuhmu untuknya.”

AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang