BAB 1

160K 7.3K 243
                                    


Satu hal yang memuakkan bagi Jihan adalah ketika hidupnya diatur. Dia benci itu, sangat. Tetapi sayang, karena dia telah menghabiskan masa hidupnya dengan si pengatur itu yang tak lain tak bukan adalah Ayahnya, Ayah kandungnya sendiri. Bagas, sosok Ayah yang paling tegas dan tak terbantahkan.

Malam ini, Jihan uring-uringan sendiri kala mendengar jika dirinya akan dijodohkan oleh sang ayah.

Oh come on, ini zaman modern!

Sungguh, Jihan tak mengerti dengan pola pikir Ayahnya itu. Sepertinya, apa yang ada dalam otak Ayahnya itu hanyalah bagaimana cara untuk mengatur kehidupan anaknya sendiri.

Jihan mengacak-acak rambutnya frustasi, membuat Dara---asistennya---pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Perempuan yang berusia dua puluh lima
tahun itu cukup prihatin dengan keadaan Bosnya yang tampak kacau. Dan dia sangat tahu apa yang menyebabkan Bosnya seperti ini.

"Yaudahlah Mbak, nggak usah dipikirin gitu. Mendingan kita having fun," ucap Dara membuat Jihan yang sebelumnya memejamkan matanya pun menoleh.

Tak lama kemudian, perempuan dua puluh tujuh tahun itu pun mengangguk mengiyakan. "Saran bagus. Gue butuh mabuk buat lupain ini semua."

"No!" sergah Dara dengan cepat. "Nggak sampe teler ya Mbak, we just dance there. Lo inget, besok kita harus ketemu sama klien."

"Lo kalau ngajak nggak usah setengah-setengah deh. Bikin tambah bad mood aja."

"Jangan gila!"

Jihan hanya mendengkus. Kemudian, perempuan itu beranjak dari duduknya. Tak lupa, Jihan menyambar tas yang sebelumnya ia simpan di sofa. Mau tak mau, Dara pun ikut beranjak dan menyusul Bosnya itu.

Sikap Jihan yang seenaknyalah yang membuat Dara harus selalu waspada. Tak hanya sebagai Bos, karena baginya Jihan adalah penolong baginya. Disaat orangtuanya sendiri bahkan membuangnya, dengan sukarela Jihan memungutnya. Sungguh, Dara bersyukur karena dipertemukan dengan Jihan.

Setelah sampai, Jihan langsung duduk dan memesan minumannya.

"Nggak sampe mabuk ya Mbak!" peringat Dara yang malam ini hanya memesan bir. Dia tak akan membiarkan dirinya mabuk. Apalagi jika dia datang bersama Jihan. Di kondisi seperti ini, Jihan memang lebih menyusahkan. Tetapi apa daya, karena Dara sendiri pun bingung harus berbuat apa lagi.

"Mbak, gue ke toilet bentar oke," ucap Dara setengah berteriak, mengingat jika tempat mereka berada ini sangat berisik.

Jihan hanya mengangguk, entah mengerti atau tidak karena perempuan itu tengah sibuk dengan gelas yang berada dalam genggamannya.

Helaan nafas berat terdengar beberapa kali, membuat Jodi sang bartender pun menggelengkan kepalanya. Mereka memang sudah saling mengenal cukup lama, mengingat Jihan yang terlampau sering mengunjungi tempat ini.

"Lo kenapa lagi deh Han?" Jodi bertanya yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Jihan.

Jihan belum sepenuhnya mabuk, tetapi dia sudah merasakan pusing. Selain efek minuman, mungkin karena terlalu banyak masalah yang menimpa dirinya.

Seseorang yang menepuk-nepuk lengannya membuat Jihan yang semula menelungkupkan wajah di meja bar pun merasa terusik. Dia menggeram marah pada orang yang dengan kurang ajarnya telah mengusik kenyamanannya.

"Han!"

Jihan mengerutkan keningnya. Suaranya tampak familiar. Tetapi kemudian dia mengangguk-angguk. Mungkin saja Dara.

Tepukan di lengannya semakin menjadi-jadi, tetapi sama sekali tak ia gubris. Kepalanya sungguh pusing. Mungkin, sekarang dia memang sudah mabuk.

"Permisi." Dara berucap membuat laki-laki bertubuh tinggi yang memakai kemeja hitam itu pun menoleh. Laki-laki itu mengerutkan keningnya, seolah berkata 'Kenapa?'

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang