BAB 24

56.2K 3.8K 277
                                    

Hari senin adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh Bima. Bukan karena dia ingin segera bertemu dengan segudang pekerjaannya, tetapi hari ini, dia akan bertemu dengan kekasihnya yang sudah sangat ia rindukan. Terkesan berlebihan memang, tetapi itu memang benar adanya. Bima tak memungkiri jika dia amat sangat merindukan Jihan.

Jam baru saja menunjukan pukul empat sore, dan Bima sudah tak betah duduk di kursinya. Bahkan matanya hanya terfokus pada jarum jam yang entah kenapa rasanya bergerak lebih lambat daripada biasanya. Beberapa rekan kerjanya pun sempat menegur tingkah konyolnya. Tetapi seakan tak peduli, laki-laki dua puluh delapan tahun itu masih saja bertingkah demikian.

"Elah, lo udah kayak cacing kepanasan gitu sih Bim," tegur Akbar, rekan kerjanya. Laki-laki yang berambut keriting itu sangat heran dengan tingkah rekannya yang tak seperti biasanya. Benar-benar menggelikan.

"Orang kebelet rindu sih gitu, mendadak jadi orang bego," timpal Omar seraya tertawa kecil yang hanya dibalas dengkusan oleh Bima, tanpa menanggapi ocehan rekan kerjanya. Dia jadi menyesal karena telah bercerita pada dua makhluk usil itu mengenai dia yang ditinggal sang kekasih pergi ke luar kota.

Begitu jam sudah menunjukan pukul lima tepat, Bima langsung beranjak dari duduknya. Wajah masamnya berubah semringarh. Tetapi sayang, ekspresi itu tak bertahan lama, kala dia mendapat kabar jika project desain rumah yang seharusnya diserahkan tiga hari lagi itu, harus diselesaikan malam ini.

"Bangsat," umpatnya pelan. Ketika Bima bahkan beberapa kali mengumpati nasib sialnya, lain lagi dengan Akbar dan Omar yang tertawa puas.

"Santai Bro, segini mah jam delapan atau sembilan aja beres dah."

Bima memejamkan matanya. Menghela napas lelah sebelum kembali membongkar laptopnya dan berkutat dengan pekerjaan sialan yang sayangnya ia cintai itu.

"Apa salah dan dosaku sayang, dapat lembur kala pacarku pulang." Seakan tak puas hanya menertawakan nasib sialnya, Akbar bersenandung pelan. Menyanyikan lagu dangdut yang sempat hits itu dengan merubah lirik lagunya yang tentunya berhasil membuat Bima naik pitam.

"Lo berdua udah bosen idup ya?" gertak Bima seraya menatap rekan kerjanya itu dengan tajam.

Kedua rekannya itu menutup mulutnya, tetapi Bima tahu, dari ekspresinya saja mereka tengah menahan tawa.

"Ah sialan!"

---

Bima berjalan lunglai, baik jiwa dan raganya amat sangat lelah. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih ia punya, dia melangkahkan kakinya menuju lift yang akan mengantarkannya pada apartemen kekasihnya. Ya, setelah berkutat dengan pekerjaan sialan yang menganggu momennya itu, akhirnya dia dapat pulang pada pukul setengah sembilan malam. Beruntungnya, kekasihnya itu mengerti jika dia akan bertandang ke apartemennya agak malam.

Setelah memencet bel dua kali, pintu pun terbuka dan menampilkan wajah cantik yang dirindukannya itu. Mau tak mau, membuat Bima menyunggingkan bibirnya. Wajah kusutnya pun perlahan memudar berganti senyum manis manja.

"Yaaaaaang," ucapnya sambil meringsek maju untuk memeluk kekasihnya.

Jihan sempat mengernyit, tetapi tak urung membalas pelukan Bima.

"Kenapa sih, lesu banget," ucap Jihan setelah melepaskan pelukannya.

Bima mengedikan bahunya acuh. "Nggak disuruh masuk nih?" tanyanya kemudian membuat Jihan terkekeh. "Disuruh pulang mau nggak?"

"Kok gitu sih Yang, nggak kangen gitu? Aku aja ini udah rindu setengah mati."

Jihan memutar bola matanya malas. "Lebaynya kumat. Ya udah yuk masuk. Kamu belum makan kan?"

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang