BAB 3

97.3K 4.8K 98
                                    


Definisi bencana bagi Jihan itu adalah ketika dia bertemu dengan sang masa lalu, Bima Prayoga. Laki-laki yang selama dasawarsa lebih dihindarinya. Laki-laki pertama yang membuat ia merasakan apa yang namanya cinta, juga laki-laki pertama yang membuat ia tahu bagaimana rasanya terluka.

Jihan memejamkan kedua matanya. Setelah menghajar Dara habis-habisan dengan omelannya, dia mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Bayangan wajah si berengsek itu masih terekam jelas dalam ingatannya. Sungguh, Jihan benci jika dirinya sudah menjadi perempuan lemah seperti ini. Dia menarik napasnya kuat, kemudian menghembuskannya dengan teratur, berusaha untuk menetralkan emosinya. Tidak, dia tidak seharusnya berlarut-larut untuk memikirkan hal yang tidak penting seperti ini.

Suara pintu yang diketuk membuyarkan lamunanya. Setelah mengucap kata masuk, pintu ruangannya pun terbuka hingga memperlihatkan kepala Dara yang menyembul di sela-sela pintu.

Jihan berdecak melihat ekspresi asistennya yang tengah nyengir kuda itu padanya. Mendadak, perasaannya menjadi tak enak.

"Ada yang nyariin Mbak," ucap Dara, sebelum Jihan bertanya maksud kedatangan perempuan itu.

---

"Mama." Jihan menyapa seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di sofa, yang tak lain tak bukan adalah Ibu tirinya, Hardiyani.

Wanita yang dipanggil Mama itu menoleh, dan mengisyaratkan dirinya untuk duduk.

Jihan menghembuskan napasnya pelan. Aura Ibu tirinya ini selalu membuat lawan bicaranya merasa terintimidasi, tidak jauh berbeda seperti sang ayah. Maka, keduanya benar-benar menjadi pasangan yang serasi, sama-sama si pengatur. Dan ya, apalagi yang harus Jihan lakukan selain menuruti keinginan mereka.

"Tumben ke sini Ma? Ngobrolnya mau di ruangan Jihan aja gimana?"

"Nggak usah, nggak lama," jawab Hardiyani dengan tegas, seperti biasa.

Dan Jihan hanya mengangguk. Tak lupa, dia sedikit menyunggingkan senyumnya. Aura yang dipancarkan Ibunya ini sungguh berbahaya. Jihan mencurigai itu. Pasalnya, Hardiyani memang sangat jarang mengunjunginya jika bukan untuk menyampaikan hal yang samgat penting.

"Mama cuma mau ingetin kamu, kalau nanti malam kita ada makan malam dengan keluarga Rasendria."

"Lho, kok nanti malam? Bukannya lusa ya? Jihan nggak bisa kalau nanti malam."

Wanita paruh baya itu langsung menatapnya dengan tajam. Dan seakan tahu arti dari tatapan Ibunya itu pun, akhirnya Jihan mengangguk. "Oke. Jihan dateng," ucapnya kemudian. Dan tak lama kemudian, setelah pembicaraan di antara mereka selesai, Hardiyani pun pamit untuk pulang.

---

"Ra, tolong reschedule pertemuan kita dengan Mbak Fila nanti malam ya," ucap Jihan yang langsung membuat asistennya itu membelalakan kedua matanya. "Lho, nggak bisa gitu dong Mbak! Kita kan janjinya malam ini."

Jihan menatap asistennya yang masih mengomel itu seraya mendengkus pelan. Terkadang, dia heran sendiri, sebenarnya yang Bos di sini itu siapa?

"Perintah kanjeng ratu Ra, lo mau kena amuk singa satu itu?" ucapnya yang langsung membuat Dara diam. Dara cukup mengerti, karena hal ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Suatu hal yang berkaitan dengan orangtua Bosnya itu memang harus dilakukan, tanpa bantahan.

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang