*Mimpi itu terulang lagi*
Aku terbangun, ku bersandar pada bangkuku mencoba me-reka kejadian itu lagi.
Tak sadar, tak ada satupun yang kudengar di sekelilingku.
"Sudah pukul berapa ini?" Ucapku sambil ingin mencoba meraba pundak orang di depanku.
Aku tidak menggapainya, tak ada siapa - siapa lagi di ruangan ini. Berapa lama aku terjebak dalam mimpi itu?.
Aku bangkit berniat meninggalkan ruangan yang penuh atmosfer menyesakkan ini. Kulangkahkan kakiku perlahan mencari celah yang dapat ku lewati.
Kugunakan jari - jari kakiku mencari ujung2 meja sebagai panduanku.
"Di mana aku berdiri sekarang dan kapan semua ini berakhir?" Tanyaku sembari memutar - mutarkan badanku mencari arah.
Tololnya aku, sekolah sudah berakhir dan ragaku masih setia di tempat yang keliatannya sedang menghardik keberadaanku ini.
Pandanganku yang gelap diterpa cahaya menusuk hingga ke retinaku. Yah, sedikit lagi aku akan berpamitan dengan ruangan ini.
Langkahku dihentikan oleh angin yang kurasa sengaja ditiupkan di dekat telingaku.
"Lagi sendiri?" Suara seorang lelaki yang sepertinya tak asing kudengarkan.
("Dia Tio") kataku dalam hati.
Sengaja tidak kujawab,
"Sudah buta, sombong lagi" Tio melanjutkan kalimatnya ditambah bumbu pedas.
Ingin sekali kutampar wajahnya, kucabik-cabik mulutnya, sembari mengutarakan diriku pun sendiri tak ingin seperti ini. Berusaha mencari jalan yang tidak dihalangi olehnya, tak kusengaja wajahnya tersentuh tanganku. Tololnya, kusempatkan 5 detik meraba wajahnya.
("hidungnya mancung") Sautku dalam diam.
"Mau gue bantu?" tanyanya sekali lagi
Sudah lelah mendengar omongannya, terpaksa aku angkat bicara.
"Dari tadi gue diam, artinya gue ga butuh apa-apa" Jawabku yang sepertinya membuatnya terdiam. Entah mengalah atau bagaimana.
*Hening*
("apa ucapakanku salah?")Kufikir dia sudah meninggalkan ruangan ini. Berusaha bersikap acuh, ku lanjutkan langkahku mencari tempat duduk di depan koridor kelasku, berniat menunggu ibuku datang menjemputku.
Rasanya baru 2 langkah kakiku berjalan.
Tasku terasa berat, ya Tio yang menahannya. Dia berhenti sejenak dan mengangkatku. Aku berusaha menurunkan badanku dari tangannya. Berkali - kali ku pukul wajahnya dan menarik pakaiannya.
Lelaki sialan,"Lu mau apa hah?" Tanyaku sambil menampar wajahnya.
Dia berhenti, tapi tetap tidak menurunkanku.
"Gadis seperti lu ini pantas diberi pelajaran" Jawabnya yang aku sendiri pun bingung apa yang aku lakukan padanya.
Aku berteriak agar orang - orang mendengarku.
"Untuk apa lu teriak? Semua orang sudah pulang" Ucapnya sambil cengingisan.
("Selama itukah mimpi itu?")
titt.. titt.. titt...Dimana ini? disekelilingku banyak alat-alat bedah. Di atasku banyak cahaya yang menerpaku.
Siapa dia disampingku? tanganku dipegang erat olehnya. Tangannya dingin dan berkeringat. Dia terbangun senyum kepadaku, mencium dahiku. Lalu berjalan keluar dan menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
USELESS 🍃
Romance(END) Oya gadis berdarah campuran yang terlahir tanpa indra penglihatan sejak ia lahir. Semuanya menjadi lebih gelap lagi setelah pemberianmu. Oh ternyata kau hanya merasa bersalah, bukannya jatuh hati. ... Aku harus berterima kasih denganmu atau se...