ᛕᗩᔕᎥᕼ🍃

26 3 0
                                    

*Oya's POV*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Oya's POV*

Teringat saat Tio mengatakan dia hanya kesepian. Kutundukkan kepalaku memikirkan apakah Tio senasib denganku? Kini aku sedikit mengerti dengan jalan hidupnya. Sedikit ku pahami dari mana asal terbentuknya sikapnya yang kurang ajar. Sempat ku dengar dia menyebutkan dirinya anak haram.

Mendengar hal itu, tersadar di dunia bukan cuma aku yang bernasib buruk. Tidak berani aku menatapnya. Sedikit merasa bersalah telah menganggapnya orang yang buruk. Dibalik itu semua dia menyimpan penderitaan yang sebenarnya hampir sama menderitanya denganku.

Ditambah lagi mendengar pernyataannya tadi yang mengatakan sudah menerima luka fisik sampai mental yang diberikan ibunya. Padahal mungkin dia sendiri pun tidak pernah berharap dilahirkan sebagai anak haram.

Bukan dia yang haram, tapi perbuatan orang tuanya.

"Kau tahu, hidup tanpa penglihatan sudah bisa ku tangani. Tapi jika harus tanpa ayah juga, aku belum bisa menjamin berapa lama aku bertahan." Ucapku membuka pembicaraan di mobil.

Lama dia tidak menjawabku,

"Maaf Oya, maaf atas apa yang gue pernah perbuat ke lu." Ucap Tio lembut penuh penyesalan.

Aku tidak bisa menjawab apa-apa. Di satu sisi jujur aku memang tidak bisa memaafkan Tio atas penodaannya kepadaku. Di sisi lain diri ini mendorongku untuk memberinya kesempatan.

"Tidak usah membahas itu dulu." Kataku singkat.

"Gue harus ngelakuin apa buat balas kesalahan gue ke lu?"Tanya Tio serius.

"Dosa kita tanggung masing-masing." Jawabku sambil tersenyum.

"Kita hapus dosa sama-sama." Ajaknya sambil mengelus rambutku.

Tidak mengerti apa maksudnya, aku hanya membalasnya dengan senyuman. Dia melanjutkan menyalakan mesin mobil dan mengeluarkan mobilnya dari parkiran.

"Maksud lu hapus dosa sama-sama apa?" Tanyaku.

"Tadi gue habis denger kajian." Katanya.

*Tio's POV*

Aduh gue ngomongnya biar kedengeran baik gimna ya?")

"Iya terus kenapa?" Tanya Oya.

"Anu, gitu kalau kita habis gituan hukumannya dicambuk 100 kali." Kataku grogi.

"Ih lu apa-apaan sih gituan apaan!" Kata Oya.

"Ah kagak udah, udah. Nanti gue bawa ke tempatnya." Jawabku menyelesaikan pembahasan itu.

"Apaan deh gak jelas, antar gue pulang aja cepet." Pinta Oya.

"Iya, iya." Kataku memajukan bibirku ke depan.

"Eh lu jago balet juga ya." Kataku memuji.

"Biasa aja, gak bisa ngeliat juga yah gitu-gitu aja gak ada kemajuan." Jawabnya merendah.

USELESS 🍃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang