Jika dihitung, sudah 77 kali Kyungsoo membujuk Jimin untuk sarapan. Itu pun kalau tidak salah hitung. Wajar saja. Dua jam ia disini, di kamar sempit Jimin yang sang empunya hanya berbaring.
Helaan nafas terdengar. Jimin itu keras kepala, Kyungsoo tahu. Tapi ia tidak bisa tidak khawatir, mengingat sejak kemarin-saat ia menemukan Jimin yang tidak sadarkan diri dipinggir jalan, membawanya, dan merawatnya hingga tersadar-lelaki mungil itu tidak mau memakan apapun yang Kyungsoo tawarkan.
"Makan dong, Jim. Kamu bisa sakit kalo gini terus~." Keluhnya gemas.
Padahal kan Jimin memang sedang sakit.
"Gak mau, ka. Mual."
Decakan terdengar. Agaknya Kyungsoo mulai tidak sabar.
"Makanya makan dulu. Terus minum obat. Kalo gini terus, yang ada kamu malah tambah parah."
"Tapi, ka-"
"Gak ada tapi-tapi! Cepet makan!"
Kan. Kalau sudah galak begini baru Jimin mau menurut.
Kyungsoo tersenyum cerah. Sedang Jimin hanya bisa menerima suapan dari Kyungsoo sambil menekuk wajah.
.
.
"Udah?"
"Udah."
"Yaudah. Ayo pulang."
"Tunggu!"
Gesturnya yang masih setengah berdiri-setengah duduk itu terhenti, memilih duduk kembali. Iris menatap tanya sosok diseberang.
"Itu.. kamu kan deket sama ka Taehyung," jeda sekian menit sebelum suaranya kembali mengudara "Aduuuh gimana ngomongnya ya?!"
Ia terkekeh kemudian, mengundang tatapan heran dari sosok mungil yang bicara barusan.
"Kok ketawa sih? Ada yang lucu?"
"Iya. Itu ada cabe di gigi kamu. Lucu. Hahaha"
"Iiiih Guanlin nyebeliiiinn!!!!"
.
.
Wajahnya memberengut. Layar ponsel pintar itu di tekan acak dan kasar, membuat tulisan 'you lose' kembali terpampang.
"Lu kenapa sih?"
Tidak ada jawaban. Yang ditanya masih sibuk dengan game yang berpuluh kali tidak bisa ia menangkan. Padahal ia jago sekali dalam game ini.
"Woy, Kim Taehyung! Elu gak budeg ngedadak, kan?"
Ponsel dibanting asal. Beruntung tidak langsung menyentuh lantai. Beberapa orang tampak terkejut karena Taehyung terlihat kesal.
"Berisik banget sih, lu!"
"Gue kan cuma nanya. Lu aja yang sensi. PMS lu?!"
"Setan lu!"
Semua memandang bingung, tapi tidak satupun yang berani menyeru. Barulah setelah sosok Taehyung menghilang dibalik pintu, mereka mulai bergosip ria.
"Kayaknya banyak ketinggalan berita nih gue."
Lelaki yang berdebat dengan Taehyung tadilah yang pertama buka suara.
"Siapa suruh lama-lama di Jepang."
"Ya kalo bukan kepaksa, gue juga gak mau, Gyu." Jawabnya santai.
"Jadi si kampret itu kenapa?" Ia bertanya lagi.
Hening. Tidak seorang pun dari ketiga kawannya yang tampak ingin menjawab.
Mata bulatnya menilik mereka satu-satu.
"Won?"
Tidak ada jawaban. Lelaki berkacamata itu masih fokus pada buku dalam genggaman. Seperti tidak mendapat gangguan.
Beralih. Ia memilih bertanya pada Choi Seungcheol yang lebih dari normal.
"Cheol?"
"Bentar. Pacar gue nelpon."
Ia memutar mata jengah. Kemudian beralih pada lelaki paling tinggi berkulit tan.
"Gyu?"
"Jawab sejelas-jelasnya." Ia menambahkan sebelum yang ditanya memberi alasan.
"Iya iya. Elah, Kook."
"Lama lu! Buruan!"
Bibir mencebik-sok-imut. Yang lain memandang jijik.
"Si item galau, ubabnya gak ada keliatan seharian."
"Babunya? Yang sering di bully itu? Si Mimin?"
"Jimin." Sahut Seungcheol yang baru muncul dari dapur.
"Iya terserahlah. Gue gak peduli. Gak kenal ini." Katanya tak acuh.
"Tapi penasaran juga. Kok abang sepupu gue bisa kecantol sama upik abu? Secakep apa emang?"
.
.
Pandangan lurus ke depan, kosong, tapi ada pancaran khawatir dan kerinduan.
"Kamu dimana, sih~??!"
Pluk!
Bahu ditepuk. Ia menoleh dan mendapati sepupunya menatap sendu.
"I feel ya, bro!" ucap si sepupu sebelum mendaratkan bokong di sampingnya.
"Makanya, kalo suka, bilang aja. Gak usah sok-sok jaim pake alesan babuin segala. Nyesel, kan, sekarang?"
Dahi mengernyit, mata memicing menatap heran.
"Lu ngomong apa sih, Kook?"
.
TBC
pertama tama mau bilang hai ada yang kangen ga? :')
ayo tebak siapa yang tetet khawatirin? 😆
itu sepupunya tetet bang jeka aka suami gue ya😚
yang ga setuju gaboleh protes! bolehnya doain aja biar jadi ehe😗😗
see ya💋
-kkei-
