Mohon perhatian; chapter ini mengandung unsur dewasa. Harap bijak dalam membaca. Terima kasih.
Langit sudah menggelap saat Jungkook memasuki rumah. Wajahnya sedikit pucat dengan kelopak mata memberat. Wajar saja. Ia baru meninggalkan area kampus 20 menit lalu, setelah berdiam di kantin hampir 7 jam lamanya, menunggu lelaki manis pagi tadi.
"Padahal udah janji." Batinnya bermonolog lagi.
Jujur saja ia 'sedikit' kecewa. Kenapa lelaki itu tidak datang? Padahal mereka-lebih tepatnya, Jungkook memaksa-sudah janji bertemu di kantin tepat pukul dua.
Sayang seribu sayang, sudah menunggu selama itu, si lelaki manis tidak kunjung datang. Jika saja bibi penjaga kantin itu tidak membangunkannya, sudah dipastikan ia akan berada di kantin sampai besok menjelang.
"How lucky~"
Nafasnya berhembus pelan, antara lelah dan lega.
"Ahh~"
"Mm~ hh"
Mata mengantuk itu membulat sempurna, sepenuhnya, saat suara tidak asing merasuk gendang telinga. Ah, Jungkook baru ingat jika paman dan bibinya-orangtua Taehyung-sedang ada acara di luar kota. Tentu di rumah besar itu hanya ada ia dan Taehyung sang sepupu. Karena itulah, tidak heran jika suara laknat-terdengar nikmat-itu begitu keras.
"Si uprit, nonton bokep pake di loudspeaker. Kan gue jadi tegang."
Dengan terburu-buru, ia menggiring langkahnya. Segera masuk ke kamarnya tanpa berniat bergabung menonton dengan Taehyung. Tujuannya hanya satu; toilet.
.
.
"Heh?! Bangun lu!"
Tidak ada gerakan.
"Heh! Anak ayam!"
Masih diam.
"Lu gak mati, kan?! Woi!!"
Mendadak dadanya berdebar cepat. Khawatirkah? Takutkah?
Kepalanya menggeleng cepat, kuat. Mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang terus berdatangan. Lalu dengan semua emosi, ia menghujam kembali tubuh mungil itu, liar dan kasar.
"AKH!!-"
Sontak pekikan keras itu terdengar. Tapi mana mau ia peduli.
"Jadi lu mau bohongin gue?!"
"Akh! Nggh~ Tae-"
"Jawab gue, bitch!"
"Ahh~ ng-gak hh-"
"Gak bakal gue kasih lu istirahat, Park Jimin!"
Satu hal yang pasti; setelah satu kalimat diiringi seringaian itu muncul, Taehyung tidak bisa dihentikan, dan Jimin tidak pernah bisa melawan.
.
.
Kelopak matanya perlahan terbuka. Samar-samar visual didepan mata semakin jelas. Bising itupun makin terdengar.
"Lu cukup setia juga, ya."
Suara ini..
"Hh! Banyak omong, lu! To the point aja, apa mau lu?"
Ada jeda sebentar. Ia yakin ia tengah diperhatikan meskipun tidak melihatnya secara langsung. Well, posisinya masih terbaring, memunggungi dua orang yang masih 'berbincang' didepan pintu.
"Mending sembunyiin pacar lu atau suruh pulang. Papa sama mama bentar lagi pulang."
Setelah hening yang singkat. Setelah pintu tertutup rapat, suara yang sangat akrab ditelinga itu kembali menggema.
"Gue tau lu udah bangun."
Langkah kaki terdengar mendekat. Tapi tubuhnya masih tengkurap, terlalu lemas untuk sekedar bergerak. Ia benar-benar dihajar habis-habisan semalaman.
"Cepet bangun! Pake baju! Pulang sono!"
"Eh?!"
.
TBC
Halo semuanya
I'm back with a new chap. Hope you enjoy it yaaa walaupun saya tau ini mengecewakan 😔
Gue bkn ahlinya bikin yg ah uh oh tp gue brusaha semampu gue
Bagi yg gasuka tlng jngan bash
Udh gue peringatin diawal ya.
btw ada yang mau next ga?
