4.Permintaan Maaf

1K 147 104
                                    

Penyesalan memang selalu datang di akhir.

Satu kata 'maaf' akan mengubah semuanya, entah menjadi lebih baik atau sebaliknya.

...

Permintaan Maaf.

Minggu kedua di bulan Oktober, Jihoon sudah memikirkan matang-matang tentang kesalahpahaman di antara dirinya dan Jinyoung. Walau berat ia harus mengakui kesalahannya karena bertindak gegabah tempo hari.

Hati dan logikanya selalu tidak sejalan, tapi bukankah memang begitu keadaannya?

Logika dan hati tidak akan pernah sejalan beriringan, mereka layaknya minyak dan air yang tak pernah bisa menyatu atau keduanya seperti kutub utara yang saling tolak menolak. Begitulah takdir mencatatnya.

Hari ini merupakan hari ke enam Jihoon berstatus kekasih Jinyoung, selain itu hari ini adalah hari senin. Di mana sebagian mahasiswa memandang seram, mereka harus kembali berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di dalam sampul buku. Hal itu berbeda dengan Jihoon, ia menikmati setiap waktunya menjadi mahasiswa. Baginya pelajaran sebagai mahasiswa adalah waktu yang paling menyenangkan sebelum bencana itu datang.

Jihoon memiliki keyakinan bahwa jika seseorang melakukan kesalahan, maka ia harus meminta maaf. Jihoon harus memegah teguh keyakinan itu bukan? Tidak ada alasan yang bisa menghambatnya untuk meminta maaf pada Jinyoung, terlebih memang dirinya sudah sangat keterlaluan.

Setelah menyimpan ranselnya di dalam kelas, ia berniat menemui Jinyoung hanya untuk sekedar meminta maaf dan tidak lebih. Dirinya masih belum bisa menerima kenyataan bahwasanya ia kekasih Jinyoung, meski ia sudah memikirkannya berkali-kali.

Jihoon berharap tidak ada orang lain saat dirinya menyatakan permohonan maaf pada Jinyoung, ia tidak ingin rumor lain menyebar tentangnya. Jihoon hanya ingin kehidupan tenangnya di kampus kembali padanya, apa itu berlebihan?

Jihoon mencari Jinyoung ke tempat di mana dirinya selalu menghabiskan tembakau kesukaannya. Namun sosok itu tidak ada di dalam ruangan smoking area, Jihoon membalikkan tubuhnya hendak kembali menuju kelasnya. Menunda niatnya untuk meminta maaf, namun manik cokelatnya menangkap sosok yang tengah dicarinya itu. Jinyoung berjalan mendekat ke arah Jihoon.

Jantung Jihoon berdebar hebat, sesuatu menggelitik di dalam sana. Ada perasaan lain yang meletup layaknya gunung berapi, namun Jihoon tak tahu jelas perasaan apa yang sedang dirasakannya. Jinyoung dengan wajah dinginnya berjalan mendekat, dapat terlihat jelas bagaimana luka di wajahnya bertambah. Pelipis yang sedikit robek, tulang pipi yang lebam dan darah yang mulai mengering di ujung bibir.

Pria itu benar-benar suka mengoleksi luka di wajah tirusnya. Jihoon tidak tahu bagaimana pria itu mendapat lukanya kembali, atau bahkan dirinya tidak perduli dari mana luka itu didapat Jinyoung.

Jinyoung semakin mendekat, sorot matanya sekilas melirik ke arah Jihoon begitupun sebaliknya. Jihoon yakin bahwa Jinyoung melihatnya berdiri di sana.

"A--"

Jihoon baru berniat membuka suaranya, namun terhenti saat Jinyoung melewatinya begitu saja. Jinyoung mengacuhkannya tanpa sedikit menoleh pada Jihoon. Sesuatu benda tajam seakan menusuk jantungnya saat ini, membuat tubuh itu membeku di tempat. Jantung yang seharusnya memompa darah itu berhenti bekerja, napasnya terputus. Rasa sesak menyeruak di dalam hatinya, sakit bahkan sangat menyakitkan. Ini pertama kalinya dirinya diacuhkan oleh orang lain, dan orang yang berani mengacuhkannya itu adalah Bae Jinyoung. Kekasihnya.

Jihoon tidak pernah merasakan sakit sebelumnya. Matanya panas, cairan bening itu meruntuhkan setiap pertahanannya. Jihoon bingung, kenapa ia selalu selemah itu jika berhubungan dengan Jinyoung? Apa yang Jinyoung punyai sampai meruntuhkan dinding pertahanannya?

H(ear)t [Deepwink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang