17. Bekal

721 101 71
                                    

Ketika cinta itu datang.

Tak ada alasan bagi logika untuk membantahnya.

Hatilah yang memiliki peranan penting.

...

Bekal.

Satu minggu terakhir di bulan oktober telah datang menjemput, waktu memanglah berjalan dengan cepat. Begitu cepat hingga tidak terasa sama sekali. Sebuah hubungan yang dilandasi permainan, begitu ditolaknya dulu. Kini keadaannya telah jauh berbeda, muncul perasaan tak rela jika waktu akan merenggut hubungan palsunya itu. Hanya tinggal tersisa tujuh hari sebelum semuanya berakhir. Hal yang patut disyukurinya jika Jihoon masih terperangkap dalam sosoknya yang dulu. Namun, hanya dalam jangka waktu tiga minggu terakhir ini sosok manusia bernama Jinyoung mampu memutar balikkan seluruh dunianya. Hanya dalam tenggang waktu tiga minggu, Jinyoung mampu mengukuhkan dirinya sebagai pengisi ruang kosong di dalam hati Jihoon. Bukankah hal itu terlalu cepat?

Ya. Sangatlah terlalu cepat bagi Jihoon menjatuhkan cintanya pada sosok Jinyoung. Terlalu cepat bagi Jihoon menyerahkan seluruh hatinya pada Jinyoung. Dan juga terlalu cepat bagi Jihoon menggantungkan harapan atas kebahagiaannya pada Jinyoung.

Apa hal itu adalah kesalahan?

Tentu.

Jihoon tidak sebaiknya menyerahkan seluruh hatinya, sebab hubungan yang mereka jalani hanyalah hubungan palsu. Tidak ada jaminan dirinya akan terhindar dari perpisahan yang begitu memilukan. Hubungan semu itu sudah memiliki jalannya untuk berakhir di penghujung bulan oktober, meski dirinya sangat ingin mempertahankannya. Sebuah hubungan yang hanya akan menyisakan rasa sakit bagai puluhan jarum bersarang aktif mengoyak isi hatinya dengan bebas.

Menyesakan.

Ah, lupakan akan rasa sakit yang nanti akan mendatanginya. Jihoon saat ini hanya menyukai berbagai perasaan unik nan menggelitik yang menghampirinya untuk pertama kali dalam hidupnya. Sungguh, Jihoon menikmati bagaimana detuman keras yang menghujam jantungnya setiap kali berdekatan dengan Jinyoung. Jihoon menikmati gejolak unik yang meletup layaknya kembang api yang menyala dalam dirinya. Begitupun Jihoon menikmati bagaimana Jinyoung memperlakukannya istimewa, seolah dirinya adalah orang yang sangat berharga. Terakhir, Jihoon ingin menikmati puluhan perasaan yang jelas dibawa oleh Jinyoung hanya untuknya.

Untuk seminggu ke depan, bisakah Jihoon bersikap egois dan masa bodoh akan akhir dari hubungan mereka? Bisakah logikanya beristirahat sejenak? Membiarkan hati menguasai raga yang ditinggalinya.

Tapi kenyataan tetap saja, sekeras apapun Jihoon mencoba melupakan perpisahan itu. Nyatanya, bayang-bayang perpisahan yang menyakitkan masih setia datang menghantuinya, enggan membiarkan hatinya tenang barang sedetikpun. Perasaannya selalu dibuat tak karuan setiap kali Jinyoung bersikap manis padanya. Di salah satu sudut hatinya, ia merasakan buncahan perasaan hangat yang menggelora. Namun, di sudut terkecil dalam hatinya, ketakutan itu mulai menggerogoti semuanya secara perlahan.

Hari ini seperti biasanya, Jihoon akan menghabiskan waktunya bersama dengan Jinyoung. Di dalam otaknya sudah tersusun rapih rangkaian kencan yang akan dilakukannya bersama dengan Jinyoung. Dimulai dengan sarapan bersama tentunya.

Ah, benar. Untuk pertama kalinya Jihoon merelakan waktu tidurnya berkurang demi menyiapkan bekal makanan untuknya dan Jinyoung. Tepat jam tiga dini hari, Jihoon sudah terbangun menonton puluhan tutorial memasak di dalam internet. Ya, tentu Jihoon memerlukan itu sebab dirinya bukanlah Jinyoung yang pandai memasak. Sedari kecil, Jihoon sangatlah dimanja oleh kedua orang tuanya. Tak pernah sekalipun, Tuan Park membiarkan tangan mungil putera manisnya memegang penggorengan. Namun, untuk kali ini Jihoon rela berurusan dengan penggorengan hanya agar rencana kencannya berjalan sempurna. Ia akan mulai belajar memasak.

H(ear)t [Deepwink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang