10. Pengenalan

887 120 46
                                    

Warna oranye begitu sendu mendominasi musim gugur.

Pertemuan pertama dengan orang yang berperan penting bagi sosok yang dicintainya.

Berharap hal baik akan selalu mendatanginya.

...

Pengenalan.

Akhir pekan merupakan hari yang paling dinanti oleh sebagian besar makhluk penghuni bumi. Dua hari yang dihabiskan untuk liburan atau hanya sekedar bercengkerama dengan keluarga. Hal itu tidak luput dari keluarga Jihoon, saat ini di mana dirinya tengah menyantap sarapan bersama dengan kedua orang yang sangat dicintainya. Meja berbentuk persegi dengan ukiran kayu jati nampak begitu elegan berdiri kokoh dengan empat kaki. Berbagai hidangan penggugah selera tersaji di atasnya. Jihoon duduk di berseberangan dengan sang ibu, sedangkan sang ayah duduk di singgasana utamanya.

Suara denting dari alat makan menemani sarapan mereka. Tidak ada yang berani bersuara saat mereka sedang menyantap makanan. Sang ayah akan sangat marah jika anggota keluarganya bicara saat makan. Mereka hanya akan berbincang jika sarapan sudah selesai.

Ting!

Suara bel rumah sejenak menghentikan aktivitas keluarga kecil Jihoon. Sang ibu memberi isyarat pada Jihoon untuk melihat siapa yang bertamu di pagi hari --menganggu sarapan hangat keluarga kecil Park. Tidak ingin mendapat perintah untuk kedua kalinya, Jihoon beranjak menuju pintu rumah. Sedikit bergerutu kecil --merutuki orang yang bertamu tak tahu waktu.

Jihoon sudah berdiri di depan pintu kayu rumahnya, menarik napas dalam. Bersiap mengeluarkan umpatan, jika yang datang bertamu adalah Hyungseob atau Guanlin. Jemarinya memegang kuat gagang pintu, mendorong pelan daun pintu. Belum sepenuhnya terbuka, gerakannya terhenti. Sosok pria yang tak lain adalah kekasihnya sendiri tengah berdiri di depan pintu.

Satu tekukan garis tersemat di wajah Jinyoung. Niat hati ingin mengutuk orang yang bertamu, sirna seketika karena sosok yang datang bertamu itu sendiri. Jihoon menegakkan badannya, memandang penuh pesona. Pepaduan turtleneck abu dengan kemeja putih polos yang sedikit longgar membalut tubuh atletisnya, tak lupa celana chino warna hitam dan sepatu senada menjadi satu perpaduan yang sempurna. Warna pirang pada surainya kemarin sudah berubah kembali, jelaga menjadi warna yang sangat cocok dengan wajah tegasnya. Ditata rapih ke belakang, mempertontonkan dahinya.

Manik rusa itu tidak berkedip sedikitpun melihat Jinyoung. Bagaimana wajah tegas itu bisa terlihat sangat tampan dengan tatanan rapih seperti saat ini. Jihoon baru menyadari satu hal, bahwasanya Jinyoung memiliki aura tersendiri yang bisa membuat jantungnya bergemuruh hebat. Entah sudah berapa kali saliva miliknya membasahi tenggorokan, sorot tajam meneduhkan bagai sihir yang menjerat maniknya untuk terus berbagi pandang.

"Ji."

Suara berat begitu rendah membelai indera pendengarannya. Bahkan suaranya pun serupa alunan lagu cinta yang menyenangkan. Darahnya berdesir, suara rendah itu seakan menari-nari di dalam gendang telinganya. Bukan tersadar, dirinya malah semakin terperosok jauh lebih dalam pada pesona Jinyoung.

Tangan Jinyoung terulur, mengusap lembut bulatan menggemaskan Jihoon. Sengatan dingin dari jemari Jinyoung berhasil menarik kesadaran Jihoon. Kelopak mata itu berkedip berkali-kali, membasahi retina yang sedikit mengering.

Senyum hangat yang masih disunggingnya, menciptakan debaran kencang pada jantungnya. Berada di dekat Jinyoung, bukan hal yang baik untuk kesehataan jantungnya saat ini. Jihoon seolah melupakan fakta, bahwa mereka masih berdiri di depan pintu rumah. Bisa saja sang ibu atau bahkan sang ayah memergokinya. Namun pikiran itu sepertinya tidak sampai ke otaknya, ia sudah terlanjur masuk dalam pusaran pesona Jinyoung. Terbelenggu kuat dalam cengkeraman Jinyoung.

H(ear)t [Deepwink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang