18. Minum Bersama

670 102 112
                                    

Ketakutan terbesarnya datang lagi.

Ia kembali menghilang.

Kehampaan mulai merenggut kebahagiaan sesaatnya.

...

Minum Bersama.

Resah kembali menggelutinya ketika ketakutan terbesar itu datang lagi. Dia kembali menghilang setelah dua hari, terhitung hari itu. Tak ada satupun pesan singkat yang dibalas oleh Jinyoung, pria itu seolah hilang ditelan bumi. Ia melupakan janji yang sempat diikrarkannya beberapa hari lalu. Kesunyian yang dulu begitu diinginkannya kini datang untuk mengambil alih dunianya. Namun, perasaannya telah berubah cukup banyak. Di mana Jihoon saat ini tidak lagi menginginkan kesunyian. Jihoon tak menginginkan hidup monotonnya kembali.

Bunyi denting alumunium beradu dengan kaca tertangkap pendengarannya, namun Jihoon abai akan suara nyaring tersebut. Pikirannya sedang tidak berada bersama raganya saat ini, satu persatu pemikiran dijelajahinya untuk mencari jawaban atas puluhan pertanyaan yang mencecarnya tanpa jeda. Keceriaan yang selalu terpancar dari wajah manisnya perlahan luntur terganti kegelisahan yang cukup menyita atensinya.

Keluarga kecil Park tengah menikmati berbagai hidangan yang sudah tersaji di atas meja kayu berbentuk persegi, makanan yang sengaja dibuat lebih istimewa oleh Hyesun. Wanita paruh baya itu mengetahui pasti jika sang putera manis kesayangannya tengah dilanda perasaan resah. Oleh karena itu, Hyesun membuatkan beberapa makanan kesukaan Jihoon, namun tak ada satupun di antara hidangan itu yang mampu menggugah seleranya. Jihoon hanya mengaduk makanannya tanpa minat untuk menghabiskannya, tidak ada sesendokpun yang berhasil melewati mulutnya. Pikirannya terlampau kalut, memikirkan keadaan kekasihnya yang tak kunjung menampakkan diri atau sekedar memberi kabar kepadanya.

Berbagai penyesalan mulai menghujaminya deras, kenapa ia tidak bisa menahan Jinyoung? Harusnya Jihoon bisa menahannya untuk tetap tinggal bersamanya. Harusnya Jihoon bisa bersikap egois, meminta Jinyoung untuk tidak meninggalkannya.

Harusnya.

Tapi Jihoon terlalu bodoh, membiarkan Jinyoung kembali mempermainkan perasaannya.

Sudah tak terhitung berapa kali bibir penuh itu meloloskan napas lelah bercampur frustasi. Jihoon sudah mencoba mencari Jinyoung di basecamp maupun menanyakan langsung kepada Jeongin -berharap lelaki manis itu mengetahui keberadaan Jinyoung. Namun, pada nyatanya Jihoon hanya dapat menelan pil pahit, tak ada seorangpun yang mengetahui di mana Jinyoung berada saat ini.

Jihoon frustasi, sungguh. Dirinya sudah terlanjur memasuki hubungan palsu itu terlalu dalam. Hingga tanpa sadar, ia mulai terbiasa akan kehadiran sosok yang dulu dianggapnya sebagai pengganggu. Jihoon kini dihantui rindu yang tak jua menemukan penawarnya.

Sadar akan kondisi puteranya yang seakan tidak memiliki gairah hidup sama sekali, Hyesun mulai membuka suaranya, "Jihoon-ie sayang, apa kamu memiliki masalah? Kenapa tidak menghabiskan makan malammu?" suara lemah lembut terdengar begitu cemas. Wajah cantik yang terpolesi make up tipis tak sanggup menutupi raut kecemasan yang tergambar begitu kentara.

Jihoon tersadar akan lamunannya, kepalanya sedikit mengadah guna melihat sang ibu. Sedetik kemudian gelengan samar kepalanya menjadi jawaban tak langsung dari Jihoon, "Aku baik-baik saja Mom, hanya saja aku sedang tidak berselera makan." Jawab Jihoon pelan.

"Aku akan mencari udara segar." Sambung Jihoon. Ia hendak beranjak dari tempat duduknya. Namun, suara tegas menginterupsinya. "Park Jihoon, duduk! Dan habiskan makan malammu." Perintah tegas berasal dari Tuan Park yang masih menyantap makan malamnya.

H(ear)t [Deepwink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang