Di dalam bangunan salah satu stasiun TV swasta ternama, kami bertempur.
Suara tembakan musuh mulai terdengar tidak beraturan, aku masih melindungi diri dibalik meja yang sengaja kujatuhkan. Setelah suara tembakannya agak mereda, aku mengintip sedikit untuk mencari posisi musuh. Kuisi peluru senapanku untuk berjaga-jaga sebelum menoleh ke arah Chantavit yang juga bersembunyi di balik meja kerja yang dia runtuhkan. Aku mengambil batu dari pot bunga yang sudah hancur dan membungkusnya dengan beberapa kertas, membentuknya menjadi seperti bola, lalu kuambil korek api di saku celanaku dan membakarnya.
Chantavit menatapku, "Sersan, apa yang kamu lakukan?!"
"Aku akan mengalihkan mereka. Dengarkan aku baik-baik," aku terkejut ketika peluru menghantam permukaan meja dibelakang kepalaku, "Setelah aku melemparnya, kita habisi mereka semua."
"Siap, sersan!" Chantavit mengisi ulang peluru-pelurunya,
Tanpa menunggu lagi, aku melempar batu api itu ke arah musuh, diikuti oleh Chantavit yang langsung berdiri dan menembaki musuh-musuh yang pandangannya teralihkan oleh granat palsu. Aku juga ikut menembaki musuh dan mendorong mereka untuk mundur. Peluru demi peluru melesat kesana kemari, untung tidak ada satupun yang melesat tepat di tubuhku.
"Maju!" perintahku kepada tiga prajurit Korea Selatan yang ditugaskan untuk mem-back up kami,
Mereka mulai berteriak dengan lantang sambil menembaki musuh-musuh di hadapannya. Setelah semuanya dilumpuhkan, aku berlari melewati tubuh-tubuh musuh yang sudah tergeletak untuk menuju ruangan dimana mereka menyekap dua reporter lelaki TV nasional Korea Selatan, di depan sebuah pintu aku bertemu Bambam dan Jirayu.
Bambam membuat gestur agar aku tetap diam lalu berbisik, "Mereka ada disini." dia menunjuk pintunya, "Apa rencanamu?"
Aku merendahkan volume suaraku, "Kamu bersihkan bagian kiri, Chantavit akan membersihkan yang kanan selama aku membersihkan bagian tengah. Jirayu akan berjaga-jaga disini." aku mengambil bom tempel yang diberikan Chantavit, bomnya sebesar buku tulis tapi daya ledakannya besar,
Kami semua mundur beberapa langkah. Dalam hitungan ketiga, aku mengaktifkan detonatornya, membuat suara ledakan terdengar jelas dan menghancurkan pintu ruangan. Chantavit dan Bambam langsung menempelkan tubuhnya di bagian dinding kanan dan kiri dan mengeker musuh di dalam ruangan, sementara aku berdiri tepat di tengah. Setelah asap dari ledakan tadi menghilang, kami menembak semua teroris berseragam hitam yang hampir menghabisi dua reporter yang diikat di kursi dengan mulut ditutup kain merah.
Bambam masuk ke ruangan, mengarahkan senjata kepada musuh-musuh yang sudah tergeletak, setelah tidak mendapati tanda-tanda kehidupan, dia berteriak, "Clear!"
Aku menekan tombol transmite di headset wireless dan berkata, "Lapor, Sersan Lalisa Manoban, Task Force 7. Sektor 3, clear. Rute sektor 4, clear. Dua hostages selamat. Laporan selesai."
Suara berdesing terdengar sebelum kalimat, "Terima kasih atas kerja keras kalian. Kembali ke markas."
Bambam menatapku dengan bangga, aku hanya bisa tersenyum dan membalas, "Siap, laksanakan."
Aku menghela nafas panjang. Dibantu Jirayu, kami membuka tali dan kain yang mengikat kedua reporter, Chantavit merogoh saku-saku musuh untuk mencari informasi penting. Bambam sedang memberi tahu koordinat kami dalam bangunan melalui handy talky.
"Ah, tidak ada yang penting." Chantavit kesal, sarung tangannya tidak sengaja menyentuh darah di tubuh musuhnya ketika merogoh,
"Mereka tidak punya apapun, makanya mereka menangkap dua reporter ini untuk menggali informasi penting." Jirayu memberi para reporter satu botol air,
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulletproof
FanfictionSenjata nuklir Korea Selatan mengalami sabotase yang membuat para tentaranya kewalahan, kejadian itu membuat Jendral meminta pasukan gabungan dari beberapa negara termasuk Thailand. Lisa yang tergabung dalam Task Force 7 diterbangkan bersama rekan s...