Pagi hari, kami berada di sebuah pesta kecil bersama rekan-rekan militer Korea. Aku menjabat tangan Park Chaeyoung yang kini memutuskan untuk mengikuti sekolah militer, tapi tentu saja dia tidak memilih pekerjaan lapangan, kini dia menyelamatiku atas keberhasilan misiku. Lalu, Kim Jisoo, yang ternyata adalah reporter stasiun TV ternama, dia membuat laporan dan live interview denganku kemarin. Sungguh, dia adalah wanita yang sangat baik dan humoris.
"Sepertinya aku tidak keberatan harus berpanas-panasan untuk mengantarmu pulang." katanya sambil meminum champagne-nya,
"Aigo, kamu ini mengagumiku ya?" tanyaku kepadanya,
"Memang iya." dia menatapku, membuatku menatap matanya juga, kami berdua saling bertatapan selama puluhan detik, "Ah, mianhae." dia mengalihkan pandangannya, malu,
"Aku juga mengagumimu, Kim Jisoo. Tapi maaf, aku pulang malam ini." aku tersenyum sebelum meninggalkannya,
Aku menyusuri bangunan ini, mencari seseorang yang selalu kucari. Kemana dia? Tidak ada di sudut demi sudut. Aku bertanya kepada rekan tentara Korea, setelah dia memberi tahu keberadaan Jennie, aku bergegas untuk menyusulnya. Dia sedang berada di makam Taeyong, untung saja ini siang hari. Disana, aku melihat tubuhnya dengan dress hitam, dia sangat feminim, tidak seperti aku yang hanya dengan balutan hoodie dan celana jeans.
Aku memeluknya dari belakang, seperti apa yang dia lakukan padaku kemarin, "Jennie-ya."
Dia tertawa kecil mendengarku memanggilnya seperti itu, "Dia orang baik, hanya terintimidasi."
"Aku mengerti. Aku juga setuju denganmu." aku berdiri di sampingnya, menatap wajahnya yang cantik, "Sepertinya kamu tahu sesuatu."
Dia mengangguk, "Kemarin, tim Alpha menelusuri rumah Taeyong. Mereka tidak menemukan apapun kecuali ini." Jennie memperlihatkan cincin yang dia gunakan di jari manisnya, "Sepertinya ini cincin tunangan yang pernah dia ceritakan satu tahun yang lalu." dia tersenyum menatap cincinnya,
"Bagus. Cocok di jarimu." aku menatapnya yang sedang kagum, lalu menatap nisan Taeyong, "Dia dan Bambam akan menjadi teman baik diatas sana."
"Sepertinya." dia kini bersandar di pundakku, "Malam ini kamu pulang."
"Iya." aku melingkarkan tanganku di pundaknya, "Apa kamu akan merindukanku?"
"Atas semua yang kamu lakukan untukku, tidak mungkin aku menjawab tidak. Aku akan merindukanmu. Sangat merindukanmu." dia memegang tanganku yang berada di pundaknya, "Bagaimana denganmu, apa kamu akan melupakan gadis yang menyebalkan ini?"
Aku tersenyum, "Dia tidak lucu kalau tidak menyebalkan." aku menatap matanya yang juga menatapku, "Aku tidak akan melupakanmu, sepertinya akan sulit."
"Walaupun kita tidak menjalani banyak waktu bersama?"
"Aku akan mengingatmu sebagai orang yang berhasil memupuk dan memekarkan rasa tanggung jawab di dalam diriku."
"Kamu tahu tidak?" dia melihat kebawah dan memainkan kakinya, "Aku menyukaimu."
Aku tertawa kecil, "Aku juga menyukaimu, sepertinya."
"Ah, masih sepertinya." dia menekuk bibirnya, terlihat kesal,
Aku menatapnya dan teringat akan sesuatu, "Aku pernah menjanjikan sesuatu yang tidak pernah bisa kutepati, ayo ke bioskop."
***
Kami pergi ke mall terdekat, membeli baju, bermain di arena bermain seperti anak kecil, bahkan dia menyuruhku untuk bermain tembak-tembakan, membuat semua orang menatapku takjub karena aku berhasil menjatuhkan hampir semua target, membuat Jennie memborong banyak boneka. Setelah itu kami ke toko make-up, Jennie, dengan sangat profesional, mendandaniku, sedang mewarnai bibirku dengan lipstik merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulletproof
FanfictionSenjata nuklir Korea Selatan mengalami sabotase yang membuat para tentaranya kewalahan, kejadian itu membuat Jendral meminta pasukan gabungan dari beberapa negara termasuk Thailand. Lisa yang tergabung dalam Task Force 7 diterbangkan bersama rekan s...