"Ada pesan terakhir? Kuharap tidak, karena aku tidak sudi menyampaikannya." Taeyong tertawa lalu menekan pelatuknya,
Tanpa kusadari, Bambam menarik tangan Taeyong, membuat tembakannya melesat tepat ke tubuhnya, tapi... Dalam keadaan seperti itu, dia masih bisa menusuk pisau belati ke perut Taeyong dan mendorongnya jauh sebelum terjatuh dihadapanku.
"BAMBAM!!!!!" aku berteriak sekuat tenaga, melihat Bambam tergeletak dengan darah yang mengotori bagian perut seragamnya,
Aku mencoba bangkit dan menahan perutnya dengan kuat, berusaha menghentikan pendarahannya. Dia hanya bisa menatapku tak berdaya, tangannya memegang tanganku dengan kuat.
"Lisa..." dia tersenyum, si bodoh, bagaimana dia bisa tersenyum dalam keadaan seperti ini?
"Bambam.. Bertahanlah..." aku tak bisa menahan air mataku, aku membiarkannya mengalir, "Ayo pulang... Ayo pulang ke Thailand."
Dia tertawa kecil, "Lalu kita ke taman? Aku rindu pohon jambunya.." dia terbatuk,
"Aku juga... Ayo pulang.." aku tidak bisa tanpamu, Bambam, aku tidak bisa...
"Pulanglah." dia menaruh kunci mesin rudal dan kalung tentaranya di tanganku, dia menggenggam tanganku dengan sisa tenaganya, "Taruh ini disana, oleh-oleh untuk pohon jambu."
Air mataku semakin deras, aku tidak bisa...
"Ingatlah aku. Ingatlah k-kalau ada yang p-pernah mencintaimu." dia menatap wajahku yang semakin dekat dengan wajahnya, "Dan itu aku, Pranpriya."
Aku tidak bisa menahan semuanya, tangisku, kesedihanku, amarahku, tanpa berpikir lagi, aku mencium bibir Bambam, dan mempertahankannya dengan semua waktuku. Genggamannya semakin melemah, hingga akhirnya dia benar-benar melepaskanku... Aku melepas ciumanku dan menatap matanya yang sudah terpejam. Tidak ada gunanya aku menghapus air mataku, mereka akan terus mengalir. Aku sungguh menyesal, Bambam... Aku sungguh menyesal... Tidak seharusnya kita masuk ke dunia ini...
"Itulah yang aku rasakan, ketika aku kehilangan ibuku, Lisa. Sepertimu saat ini." ternyata Taeyong si bajingan itu masih terjaga, aku yakin pisaunya tidak merobek organ vitalnya, tapi dia juga tidak mencabut pisau di perutnya, "Hatiku sakit, tangisku tak dapat berhenti, aku menjadi seperti pencundang. Ayah yang selalu berusaha untuk menenangkanku, dia yang membuatku tumbuh menjadi pria yang hebat. Aku sangat menyayanginya karena..." dia mengerang ketika sedikit menggeliat, "Hanya dia yang kupunya. Aku tidak rela ketika dia masuk kemiliteran, aku takut kehilangannya. Tapi, justru karena itu, aku bisa bertemu Jennie, orang yang sangat aku cintai."
Aku mengangkat kepalaku, menatapnya dari jauh, aku belum bisa menggerakkan otot-ototku, terlebih karena tangisku melemahkanku, jadi aku memilih untuk mendengarkan kisahnya.
"Aku dan Jennie sangat mencintai satu sama lain. Aku berjanji akan menikahinya suatu saat nanti, aku bahkan sudah membeli cincin untuk kami berdua. Ah, itu akan sangat cocok di jari manisnya." dia tertawa kecil memikirkannya, "Tapi, takdir punya alurnya sendiri. Waktu itu, ayahku sangat bahagia ketika tahu akan dipromosikan menjadi Jendral, tapi, dia bukan orang yang suka bergaul dengan banyak orang.
Seminggu sebelum pelantikkan, ada misi yang membuat ayahku dan ayah Jennie tertangkap, mereka disiksa dan dipaksa memberitahu dimana lokasi gudang senjata militer. Kamu tahu apa? Ayah Jennie yang membocorkannya. Tapi, dia menuduh ayahku, membuat semua orang percaya ayahku yang melakukannya. Ayah bahkan tidak percaya kenapa teman dekatnya mengkhianatinya." Taeyong berhenti sejenak,
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulletproof
FanfictionSenjata nuklir Korea Selatan mengalami sabotase yang membuat para tentaranya kewalahan, kejadian itu membuat Jendral meminta pasukan gabungan dari beberapa negara termasuk Thailand. Lisa yang tergabung dalam Task Force 7 diterbangkan bersama rekan s...