Jiwa Yang Terkurung

422 32 23
                                    

Bagas segera kembali begitu mendapati istrinya tak lagi berjalan di belakangnya. Ia merasa panik karena telah meninggalkan Fitri. Ia pun jadi lupa akan Bela.

"Fitri! Fitri!" serunya ketika mendapati istrinya tergeletak di semak-semak.

Tak ada sahutan dari Fitri. Entah apa yang terjadi pada Fitri. Badannya sangat dingin. Bagas segera menggendong Fitri kembali ke mobil dan membawanya pulang.

"Sudah sejak kapan istri Bapak seperti ini?" tanya seorang Kyai ternama yang di undang oleh Bagas ke rumahnya.

"Tiga hari, Pak Kyai. Saya sudah membawanya ke beberapa rumah sakit yang ada di sini, hasilnya sama saja, Fitri tidak sedang mengalami sakit apapun. Saya sudah hampir putus asa, lalu seorang bawahanku menyarankan untuk mengundang Kyai datang ke sini "

"Astaghfirullah al'adzim...." seru Kyai sembari menggelengkan kepala.

Bagas semakin gusar ketika mengetahui bahwa saat ini jiwa istrinya sedang tak berada di tubuhnya melainkan di alam ghaib, Kyai mengatakan bahwa mereka sedang bermain-main dengan jiwa istrinya.

Pernyataan Kyai itu sungguh tidak masuk akal dan sangat membingungkan, sama sekali tidak bisa dicerna dengan akal sehat.

"Tidak ada yang bisa banyak membantunya kecuali dirinya sendiri, istri Bapak harus mengingat soal kehidupannya di dunia nyata agar tak berlarut-larut tenggelam di dunia yang bukan menjadi alamnya...." jelas Kyai itu sembari mangut-mangut. Ia terlihat begitu antusias akan hal ini.

"Mengapa? Mengapa ini bisa terjadi pada istri saya, Kyai?"

Bagas semakin kebingungan dan kehilangan akal.

"Istrimu sendiri yang sudah membuka jalan untuk mereka mengambil jiwanya.... Istrimu sendiri yang sudah mendatangi mereka"

Bagas semakin bingung dengan perkataan Kyai. Bagaimana bisa? Bagaimana caranya?

"Dari tadi Kyai selalu membicarakan mereka.... Mereka siapa?"

Kyai itu tak mengatakan apapun lalu beranjak pergi, kemudian beliau terlihat berhenti di tengah-tengah pintu dan berpesan kepada Bagas.

"Akan tidak baik bagi istri Bapak berlarut-larut di alam lain,panggillah untuk pulang...."

Bagas terlihat memikirkan sesuatu, ia hendak menanyakan maksud perkataan itu...dan ketika ia menengok ke arah pintu, Kyai itu sudah tidak ada di sana. Bagas bergegas mengejar Kyai itu tapi rupanya Kyai itu sudah menghilang begitu saja.

Bagas mondar mandir di depan tubuh istrinya yang sedang terbaring. Tubuh Fitri semakin lama semakin terlihat membiru. Diawali dari pergelangan tangan kanannya, leher kirinya lalu sekarang kaki kanannya. Apa maksud semua ini?

Dengan panik Bagas mengguncang tubuh istrinya sembari memanggil-manggil namanya tapi tak ada sahutan. Istrinya bak putri tidur di dalam dongeng.

"Apa? Apa Fitri? Apa yang harus aku lakukan?", gumamnya merasa putus asa.

Sedangkan di sisi lain, Fitri terus berlari dan berlari, ia pergi meninggalkan rumah Pak Basir.dan Bu Lasih.

"Saya yakin bahwa saya sudah berada jauh dari rumah itu....!" serunya ngos-ngosan sembari mengelap keringat.

Fitri melihat sekitar....ia merasa asing dengan hutan itu. Begitu sepi dan mencekam. Sesekali terdengar suara burung hantu yang menambah ketakutannya.

"Saya harus kembali pada Mas Bagas!" serunya lalu beranjak meneruskan langkahnya dan ketika ia sudah jauh berjalan, ia kaget mendapati rumah yang tengah ada di depannya. Ya, tidak salah lagi. Itu rumah yang sama, rumah milik Pak Basir dan Bu Lasih.

"Neng, mau kemana?" sapa Bu Lasih dari belakang tubuh Fitri. Wajahnya menyeringai seram, bola matanya kecil seperti kelereng berwarna putih keabu-abuan. Rambutnya berantakan tak diikat rapi seperti sebelumnya. Dan wajahnya pucat mengelupas seperti digerogoti belatung.

Spontan Fitri menjerit sekeras-kerasnya.

Di Ujung MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang