Hilangnya Bela!

4.1K 239 3
                                    

Orang tua Bela harus bertanggung jawab atas perlakuan Bela terhadap kedua temannya, jika tidak...  Bela akan dituntut!

"Kita tak bisa membiarkan Bela bebas berkeliaran, ini akan membahayakan orang-orang yang berada di sekitarnya. Ini sudah masuk ke dalam tindak kriminal," ucap salah satu orang tua murid ketika rapat bersama di Sekolah.

Bagas meminta dispensasi atas kejadian ini, agar para orang tua memberikan Bela kesempatan. Mereka setuju dengan syarat Bela sembuh dari penyakitnya.

Malam itu Bagas bersimpuh di hadapan Tuhan, ia menangis sejadi-jadinya.

"Dosa apa yang telah ku perbuat, Tuhan... Sehingga Engkau memberikan cobaan yang begitu berat...." keluhnya dalam tangis.

Fitri yang mendengarnya pun ikut menangis.

Berbagai usaha dilakukan oleh kedua orang tua Bela, dari membawanya ke dokter jiwa atau psikiater. Hasilnya, Bela tak mengalami gangguan jiwa. Semua normal.

"Mas, apa harus seperti ini?" keluh Fitri melihat Bela yang sedang tidur dan diikat oleh Bagas.

"Lebih baik seperti ini...." jawab Bagas tegas.

Bela sempat memberontak ketika mengetahui dirinya sedang diikat, ia menangis dan berteriak bahkan ia tak mau makan ketika ibunya menyuapinya. Wajahnya terlihat sangat pucat, pucat sekali. Badannya menjadi kurus.

"Ayah, Bunda... Kenapa Bela diikat? Apa salah Bela?" tanyanya sepanjang hari.

Lama kelamaan Bela pun mau makan. Sepertinya ia mulai menerima apa yang sedang dialaminya.

Prama datang berkunjung ke rumah Bela. Ia merasa iba melihat keadaan Bela saat ini. Tangan dan juga kakinya diikat.

"Bela, ini saya... Prama," ucapnya lembut sembari menepuk punggung tangan Bela.

Bela tak jua mengalihkan pandangannya kepada Prama.

"Saya tahu, itu bukan dirimu. Kau pasti bisa melewati semua ini, kau hanya perlu menjadi lebih kuat lagi," serunya.

Tak terasa air mata Bela menetes tapi ia tak jua mengatakan sesuatu hingga Prama pamit untuk pulang.

Bela....

Suara itu kembali muncul di telinga Bela. Tepat pukul 00 : 00. Bela membuka mata lebar-lebar. Kali ini ia juga mendengar suara tertawa yang nyaring. Ia melihatnya sedang terbang ke sana kemari di atas ia berbaring. Bela meronta-ronta hendak melepaskan ikatan di tangan dan kakinya hingga berdarah. Ia sangat ketakutan dan berteriak meminta tolong tetapi tak ada yang mendengarnya. Tubuh Bela terangkat ke atas dengan tangan dan kaki yang masih terikat. Ia merasakan perih di pergelangan tangan dan kakinya yang berlumuran darah. Lama kelamaan tali itu terlepas, Bela terbang berputar-putar menabraki segala benda yang ada di kamarnya.

Bagas dan Fitri segera berlari menuju kamar Bela begitu mendengar suara berisik di kamar Bela. Tetapi pintunya terkunci dari dalam, padahal sebelumnya dikunci dari luar. Mereka sangat panik sekarang.

"Bela! Bela!" teriak Bagas dan Fitri sembari menggedor-gedor pintu.

Tak ada jawaban, semua terdengar sunyi, sepi. Bagas pun bersiap mendobrak pintu kamar Bela dan berhasil. Mereka melihat kamar Bela berantakan, beberapa figura berserakan di lantai dan pecah, pot bunga pecah dan lampu tidur pecah. Anehnya, Bela sedang berbaring pulas di ranjangnya dengan ikatan yang sudah terlepas. Perlahan mereka mendekati Bela, tiba-tiba saja tubuh Bela bangun dan melayang.

"Apa yang terjadi, Mas?!" teriak Fitri histeris.

"Entahlah," balas Bagas.

Dengan sekejap tubuh Bela terbang melewati Bagas dan Fitri keluar rumah lalu hilang. Mereka sudah berusaha mengejar Bela tapi percuma.

"Bela! Bela!!!" teriak Fitri terisak lalu pingsan.

Di Ujung MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang