Sudah 2 hari Bela hilang, Bagas dan Fitri sudah mencarinya kemana-mana. Bahkan Bagas sudah mengerahkan pasukan kepolisian untuk mencari keberadaan Bela namun hasilnya nihil. Fitri terus menerus menangis dan tak mau makan. Ia sudah berulang kali meminta suaminya untuk mendatangi dukun tapi suaminya bersikukuh tak mempercayainya.
"Jika Mas tak percaya dengan dukun, sebaiknya kita pergi ke rumah Kyai," desak Fitri.
Bagas tak menjawab perkataan Fitri, ia terlihat pusing.
"Ini sudah bukan masalah medis atau psikologi, Mas! Ini sudah menyangkut dengan hal ghaib! Putri kita diganggu makhluk ghaib! Bila Mas tetap tidak mau pergi ke dukun atau kyai, biarlah saya sendiri yang pergi!" ancamnya lalu meninggalkan suaminya di ruang kerjanya.
Fitri sudah sangat kesal dengan kekolotan Bagas, ia merasa frustasi. Ia pun mencari beberapa informasi mengenai dukun atau kyai yang mumpuni. Setelah itu ia bergegas menemuinya.
"Kyai, saya ingin menanyakan keberadaan putri saya," katanya tegas.
Fitri menceritakan kejadian-kejadian yang sudah menimpa putrinya belakangan ini.
"Putri Anda sedang diganggu iblis yang sangat jahat, dia sangat berbahaya. Saat ini putri Anda berada di suatu tempat yang hanya suami Anda-lah yang tahu. Perbanyaklah berdo'a kepada Allah agar putri Anda segera kembali dengan selamat," tuturnya.
"Tempat yang hanya diketahui oleh Mas Bagas?" gumamnya.
Sepanjang perjalanan pulang, Fitri terus memikirkan tempat yang dimaksud oleh Kyai. Apa mungkin ada sesuatu yang disembunyikan Mas Bagas dariku? Sesuatu yang tidak ku ketahui selama ini....
Fitri melihat Bagas tengah selesai sholat isya.
"Dari mana saja, Fitri? Hingga larut kau baru sampai rumah.... Apa kau ke rumah dukun?" selidik Bagas.
"Saya menemui Kyai. Saya masih ingat Mas tak menyukai dukun," seru Fitri.
"Lalu? Dimana Bela? Apa Kyai gagal membawa pulang putri kita?"
"Beliau berkata bahwa Bela berada di suatu tempat yang hanya diketahui oleh Mas!"
Bagas memicingkan mata terlihat memikirkan sesuatu.
"Apa ada sesuatu yang Mas sembunyikan dari Saya?" desak Fitri tak sabar.
Malam itu Bagas tak bisa tidur, ia memikirkan perkataan istrinya. Tempat yang hanya diketahui olehnya, dimana itu? Tempat seperti apa? Sedari tadi Bagas hanya duduk, berbaring dan mondar mandir.
Pikirannya menerawang menyusuri masa lalu. Mungkin saja memang benar, ada suatu tempat yang ia ketahui tapi tidak diketahui oleh istrinya. Ia semakin pusing. Dirabanya dadanya bekas luka bertahun-tahun yang lalu. Ia masih mengingat seperti apa rasa sakitnya.
Tak sadar ia mengingat kejadian waktu itu, dimana arwah dr. Herman mencengkram jantungnya. Ia tak pernah bisa melupakan kejadian itu.
Entah mengapa terbersit di pikirannya bahwa Bela mungkin saja berada di sana. Di rumah dr. Herman.
Setelah mendapatkan beberapa informasi mengenai rumah dr. Herman, Bagas segera datang ke sana bersama anak buahnya. Dan benarlah informasi yang ia dapatkan, bekas rumah dr. Herman sudah dijadikan TPS (Tempat Pembuangan Sampah). Jika dulu adalah perumahan elit maka sekarang sudah rata dengan tanah.
"Maaf, Pak. Ada yang bisa kami bantu?" seru salah seorang petugas TPS yang datang menghampiri Bagas.
"Ah, tidak," jawab Bagas lalu pergi.
Tidak mungkin jika Bela berada di sana, keluh Bagas dalam hati. Ia menjadi bingung. Tempat mana lagi? Sembari menyetir, ia terus mengingat-ingat tempat yang mungkin saja didatangi Bela. Tiba-tiba saja ia melihat sesosok perempuan berbaju perawat melintas di depan mobilnya. Sontak Bagas membanting setir ke kiri. Untung saja ia tak menabrak apapun. Perhitungannya tepat sasaran. Anak buah Bagas sangat kaget, ia menarik napas dalam-dalam sedangkan Bagas segera turun dan melihat ke kanan kiri, belakang dan bawah mobil. Tak ada siapapun! Ia menjadi bingung.
"Ada apa, Komandan?" tanya anak buahnya yang ikut turun.
"Tadi sepertinya ada perawat yang menyebrang...."
"Sedari tadi, saya tak melihat apapun. Lagipula, ini bukan kawasan rumah sakit.... Jadi tidak mungkin Anda melihat perawat berkeliaran di sini," seru anak buah Bagas.
Bagas mengangguk-angguk membenarkan perkataan anak buahnya karena memang sekarang ia berada di kawasan hutan.
"Aneh sekali...." gumamnya.
Bagas kembali ke kantornya, ia menjatuhkan badannya di kursi. Memikirkan segala kejadian aneh yang menimpa keluarganya. Apa mungkin ini ada kaitannya dengan.... Ia tak berani meneruskan kata hatinya. Diambilnya sebuah foto di dalam lacinya.
"Hingga saat ini saya masih menyesalinya...." lirihnya.
Bagas teringat dengan bayi yang berada di foto itu. Ia mengingat semuanya. Tentang kesalahannya dan tentang....
"Perawat," gumamnya.
Ia ingat sosok perawat yang dilihatnya tadi.
"Apa mungkin.... Bela ada di sana?" gumamnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ujung Maut
TerrorSequel dari Jerit Pengantin Baru Jika Anda seorang penakut, maka jangan pernah baca cerita ini sendirian!