Jenazah

372 29 13
                                    

Setelah bermeditasi selama beberapa hari, akhirnya Nyi Ratna mendapatkan gambaran keberadaan Bela. Ia mendapat penglihatan bahwa Bela saat ini sedang sekarat. Ya, sejak bersama Kyai Jahir, Nyi Ratna belajar ilmu kebatinan.

"Jiwanya sedang digantung di langit-langit.... beberapa arwah penduduk Rawa Pening mencakari dan menggigitnya," jelas Nyi Ratna dengan mata terpejam.

Laras memang sudah berubah. Dulu dia hanyalah gadis polos dan lemah yang tak tahu apapun. Tapi sekarang, ia adalah Nyi Ratna, wanita tangguh yang mengetahui segalanya. Penampilannya pun sudah berbeda, sekarang ia lebih terlihat seperti seorang ksatria wanita.

Bagas dan Fitri tampak geram dengan kejadian yang sudah menimpa putrinya.

"Ini adalah waktu yang tepat bagi kita menyelamatkan Bela," sergah Nyi Ratna.

"Apa Nyi sudah tahu dimana tepatnya Bela berada?" tanya Fitri.

"Bambu.... saya melihat bambu-bambu kuning yang ditancapkan di sekitar tempat Bela berada," terang Nyi Ratna.

"Bambu? Sepertinya saya mengetahuinya. Mari ikuti saya, Nyi," sergah Fitri penuh keyakinan.

Tidak salah lagi! Bela ada di sana! Di desa Rawa Pening. Dugaan Fitri selama ini rupanya benar.... bahwa Mbah Jampong lah yang sudah menculik putrinya.

Malam itu mereka bertiga segera bergegas menuju tempat keberadaan Bela. Bagas juga mengajak beberapa anak buahnya untuk ikut andil dalam penyelamatan Bela.

"Di sini.... " ujar Nyi Ratna ketika sampai di makam Mbah Jampong.

"Tubuh Bela ada di dalam sana," tambahnya.

Segera Bagas menyuruh anak buahnya untuk membongkar makam Mbah Jampong. Selang beberapa menit, akhirnya terlihat sebuah peti mati. Bagas turun ke bawah, rupanya peti itu digembok rapat. Bagas meminta Fitri melemparkan sebuah batu untuk menghancurkannya.

Perlahan dibukanya peti mati itu, dan benar.... Bela terbaring di sana.

"Bela, Bela!" panggil Bagas sembari menepuk-tepuk pipi Bela. Fitri pun langsung terjun ke dalam makam dan memeluk putrinya sembari menangis sesenggukan.

Tunggu dulu....

Dingin....

Ini terasa dingin....

Dingin sekali....

Fitri melepas pelukan, perlahan Bagas memeriksa nadi di leher dan tangan Bela lalu hidungnya.

Tak bernapas!

Bela meninggal!

Fitri langsung jatuh pingsan begitu mengetahui putrinya telah meninggal. Tak terasa air mata menetes dari sudut mata Bagas. Ia tak bisa berkata apapun selain memeluk erat tubuh Bela. Dengan bantuan para anak buahnya, Bagas membopong Bela dan Fitri dari dalam makam. Mereka segera pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap Bela dan agar Fitri segera tertangani.

Para perawat berlarian menjemput Fitri dan mayat Bela. Fitri dibawa ke UGD dan Bela dibawa ke ruang mayat untuk diidentifikasi. Bagas sedari tadi mondar-mandir di depan ruang UGD, akhirnya dokter keluar juga dari sana.

"Dengan keluarga Nyonya Fitri?" panggil dokter itu.

"Ah, iya. Saya," seru Bagas.

Dokter menjelaskan bahwa Fitri hanya mengalami shock, sebentar lagi juga siuman.

"Mas Bagas, saya turut berduka atas Bela. Karena semua sudah selesai, saya pamit pulang," sergah Nyi Ratna.

"Terima kasih, Nyi Ratna...." lirih Bagas sembari mengangguk.

Bagas menyuruh seorang bawahannya untuk mengantar Nyi Ratna pulang ke rumah.

Seorang perawat yang bertugas mengurus mayat Bela, memberikan label mayat yang diikatkan pada ibu jari kaki Bela kemudian ketika hendak menyelimuti mayat Bela dengan kain kafan, tiba-tiba Bela membuka mata. Sontak perawat itu kaget dan jatuh berkelimpungan. Ia berlari keluar menemui dokter dan mengatakan bahwa mayat Bela hidup! Dokter yang mendengarnya terbelalak begitu pula Bagas. Mereka bergegas menuju kamar mayat, tetapi saat mereka tiba, mayat Bela masih terbaring di sana dengan mata tertutup. Dokter memeriksa kembali. Sama saja, Bela tetap mati. Dokter itu memarahi perawat tadi karena telah mempermainkannya dan agaknya perawat itu bersikeras mengatakan bahwa ia tak sedang bermain-main, ia benar-benar melihat Bela membuka mata. Dokter itu hanya menggelengkan kepala lalu pergi. Sedangkan Bagas nyaris saja percaya bahwa Bela hidup lagi. Ia jatuh bersimpuh di depan mayat Bela.

Perawat itu meminta maaf kepada Bagas. Meski begitu, ia tetap mengatakan apa yang barusan ia lihat.... bahwa ia sedang tak berhalusinasi. Bagas hanya menganggukkan kepala lalu pergi. Perawat itu meraba leher bagian belakangnya sembari melihat mayat Bela lalu segera berlari keluar. Ia merasa bulu kuduknya berdiri.

Up lebih cepet ya, habis ini hiatus lagi xixixi

Hiatus apa gak ya? Entahlah.... soalnya lagi belum ada wangsit kelanjutan cerita ini, maunya sih segera tamat. Iya kok, bakal segera tamat ini cerita. Gak lama lagi, eh tapi kan mau hiatus dulu biar dapet wangsitnya ^^

Di Ujung MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang