Bagas menoleh ke arah Fitri, kini mereka saling berpandangan. Bibir mereka terasa kelu, tubuh mereka terasa sulit untuk bergerak dan saat mereka kembali menoleh ke arah sesosok perempuan yang ada di depannya, mereka langsung berlari ke dalam rumah dan segera mengunci pintu. Bagas dan Fitri saling berpegangan tangan, erat. Mereka ngos-ngosan seperti habis berlari beberapa kilometer.
"Apa kau melihat yang barusan ku lihat?" sergah Bagas.
Fitri mengangguk. Beberapa menit kemudian, Bagas mondar mandir di depan Fitri yang sedang duduk di sofa. Ia tak tahu lagi bagaimana cara keluar dari situasi mengerikan ini. Ia bahkan belum menemukan putrinya. Ya.... kejadian-kejadian mengerikan selalu mendatangi mereka. Seperti diteror tapi oleh makhluk tak kasat mata.
Bagas mencoba menghubungi Kyai yang pernah menolong Fitri tetapi nomornya tak bisa dihubungi dan ketika ia datang ke rumahnya, bendera kuning terpampang di depan rumah,Kyai itu meninggal dunia.
Beberapa warga yang datang takziah ada yang mengatakan bahwa malam sebelum Kyai meninggal, ia kedatangan tamu misterius. Entah itu seorang laki-laki atau perempuan tak ada yang tahu karena ia mengenakan tudung dikepalanya. Ada pula yang mengatakan bahwa sempat terjadi keributan di rumah Kyai, saat warga berdatangan hendak menenangkan situasi, tamu misterius itu sudah tidak ada dan Kyai sudah meninggal dengan keadaan duduk dan mata terbuka lebar.
"Innalillahi wa'innaillaihi rojiun...." ucap Bagas yang tak sengaja mendengar percakapan mereka.
Bagas mengalihkan perhatian kepada seorang wanita berkerudung hitam yang tengah menangis di ujung sana, tepatnya di sebelah mayat Kyai. Wanita itu terlihat seperti sebayanya. Tetapi wajahnya tak begitu terlihat.
"Maaf, siapa gerangan wanita yang duduk di sebelah sana?" tanya Bagas kepada salah seorang warga.
"Dia putri angkat Kyai Jahir.... Dulu dia wanita gila," sahutnya.
"Gila?"
"Ya, dia wanita yang ditemukan Kyai Jahir di jembatan Waringin. Saat itu dia hendak bunuh diri," terangnya.
"Jembatan Waringin?" gumam Bagas.
Ia tampak memikirkan sesuatu.
"Ada apa, Mas? Apa kau mengenal siapa dia?" bisik Fitri.
"Entahlah...."
Bagas terlihat terus memperhatikan wanita itu hingga pemakaman selesai.
"Tunggulah di sini.... akan ku panggilkan Nyi Ratna," ujar salah seorang pembantu Kyai sembari menyuguhkan dua gelas teh di meja.
"Siapa yang hendak berjumpa dengan saya, Mbok?" tanya Nyi Ratna yang sudah berada di belakang tubuh pembantu itu.
"Oh, rupanya Nyi sudah ke sini.... Merekalah orangnya, salah satu kenalan Kyai. Kalau begitu saya tinggal dulu," seru pembantu itu beranjak pergi.
Bagas, Fitri dan juga Nyi Ratna tampak kaget ketika mata mereka saling bertemu. Nyi Ratna segera menutupi sebagian wajahnya dengan kerudung hitam miliknya dan sedikit memalingkan tubuhnya.
"Laras! Kamu Laras, bukan?!" seru Bagas.
Fitri mengerenyitkan dahi sembari mengamati sikap Nyi Ratna yang tidak lain adalah Laras.
"Laras, kami sudah lama mencarimu.... akhirnya kami menemukanmu! Aku senang ternyata kau masih hidup," seru Bagas. Ada kegembiraan di wajahnya.
Rupanya Laras tak berubah, wajahnya masih terlihat cantik seperti dulu. Ia tampak awet muda dari usianya sekarang.
"Maaf, ada apa Mas mencari saya? Sepertinya ini hanya kebetulan saja," ujar Nyi Ratna.
"Tidak, Laras.... kami bersyukur karena bertemu denganmu di sini," seru Fitri. Ada kegembiraan pula di wajahnya.
"Nyi Ratna.... panggillah saya dengan sebutan itu," seru Nyi Ratna.
"Ah, baiklah.... Nyi Ratna," seru Bagas dan Fitri hampir bersamaan.
Mereka akhirnya saling bertukar cerita tentang kehidupan mereka. Laras bercerita bahwa Kyai Jahir lah yang sudah menyelamatkannya dan memberinya nama Nyi Ratna. Selama ini dia tinggal sebagai putri Kyai Jahir dan hidup dengan damai, sampai akhirnya arwah seorang dukun yang bernama Mbah Jampong datang mengusik kehidupan mereka hingga merenggut nyawa Kyai.
"Jadi Mbah Jampong lah dalangnya?!" sergah Fitri tercengang.
Nyi Ratna menganguk. Saat kejadian penyerangan, Kyai Jahir sudah sakit keras tiga hari sebelumnya.
"Kami turut berduka atas berpulangnya Kyai, semoga beliau ditempatkan di sisi-Nya," ujar Bagas.
"Bukan main, rupanya kejadian yang kita alami saling berkaitan satu sama lain!" sergah Fitri geram.
"Apa maksud pembicaraanmu, Fitri?" selidik Bagas.
"Mas ingat ketika saya bersikeras menemui dukun perihal mimpi Mas? Dialah yang saya temui!" jelas Fitri.
"Astaghfirullah al'adzim.... jadi ini maksud perkataan Kyai waktu itu," gumam Bagas sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Pembicaraan terus berlanjut hingga sore hari. Nyi Ratna bahkan bersedia membantu Bagas dan Fitri untuk menemukan Bela sebelum terlambat. Nyi Ratna yakin bahwa dalang hilangnya Bela tidak lain adalah Mbah Jampong.
Nyi Ratna juga meminta Bagas dan Fitri untuk mengantarnya ke makam anaknya. Diusapnya patok makam Gotam sembari menangis. Ia sadar bahwa dirinya bukan ibu yang baik untuk Gotam. Tak seharusnya ia menolak kenyataan pahit itu. Biar bagaimanapun bentuk dan rupa Gotam, ia tetap anaknya, darah dagingnya. Tapi apalah dayanya.... ia terlalu shock pada saat itu, hingga ia tak mampu menguasai dirinya sendiri.
"Ini ibu, Nak.... maaf karena baru mengunjungimu," lirih Nyi Ratna.
Tiba-tiba angin kencang menerpa tubuh Nyi Ratna. Daun-daun kering beterbangan kemana-mana. Nyi Ratna mengetahui kehadiran Gotam di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ujung Maut
TerrorSequel dari Jerit Pengantin Baru Jika Anda seorang penakut, maka jangan pernah baca cerita ini sendirian!