Ada Yang Datang

398 43 8
                                        

"Fitri, kau sudah bangun?!" sergah Bagas begitu mendengar suara teriakan Fitri.

Anehnya Fitri malah histeris ketakutan melihat Bagas. Lingkar matanya hitam dan bibirnya pucat. Ia meronta-ronta tak mau disentuh oleh Bagas. Berulang kali dia menepis dan menendang Bagas hingga Bagas terlempar dari kasur.

"Jangan! Jangan dekati saya! Pergi! " teriaknya berulang-ulang.

Bagas akhirnya menyerah menyadarkan Fitri, ia jadi kebingungan mengapa istrinya jadi ketakutan saat melihatnya. Ia pun segera menghubungi Kyai, orang yang mungkin mengerti dengan keadaan Fitri sekarang.

"Astaghfirulloh al adzim...." seru Kyai ketika melihat kondisi Fitri sembari menggeleng-gelengkan kepala.

Kyai itu tampak memejamkan mata lalu mengarahkan telapak kanannya ke arah wajah Fitri.

"Bagaimana Kyai?" Bagas panik.

"Yang dilihat istrimu bukan yang sebenarnya...."

"Maksud Kyai?! Tolong bicara dengan bahasa yang saya mengerti," celoteh Bagas kebingungan.

"Bacakan dia ayat-ayat suci Al Qur'an, " seru Kyai lalu pergi.

Setelah tiga hari diadakan pengajian di rumah Bagas, Fitri akhirnya tertolong. Ia sadar tapi tidak tahu bahwa ia sudah lama terbaring di kasur. Ia tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi padanya. Fitri bercerita bahwa ia bertemu dengan Pak Basir dan Bu Lasih penduduk desa Rawa Pening. Ia juga bercerita tentang Mbah Jampong yang jadi korban bayi penghisap darah yang dibawa oleh seorang lelaki.

Bagas sedikit tercengang mendengar cerita dari Fitri. Mungkinkah Gotam dan dirinya yang dimaksud? Karena memang ia tak pernah bercerita apapun tentang hal ini kepada istrinya, wajar saja jika ia tak mencurigainya. Bagas jadi gelisah, rupanya hal yang menimpa istrinya berkaitan dengan Gotam. Lalu apakah yang terjadi pada Bela, putrinya juga berkaitan dengan Gotam? Pikiran Bagas melayang kemana-mana, semakin kacau. Kegelisahan menyelimuti dirinya, ia tak bisa berpikir jernih. Bagas akan merasa sangat bersalah jika dugaannya itu benar. Rupanya yang membawa kesengsaraan ke dalam keluarga bahagianya adalah dirinya sendiri. Lalu apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan semua ini? Tiba-tiba terbesit wajah Laras di pikiran Bagas.

"Laras! Iya, saya harus mencari Laras!" serunya lalu mengambil jaket dan beranjak pergi.

Bagas mengemudikan mobil dengan melamun. Ia masih tak menyangka bahwa kejadian bertahun-tahun silam akan membawa petaka bagi keluarganya. Ia berpikir bahwa kematian Gotam mengakhiri segalanya, rupanya tidak. Padahal ia masih ingat persis bahwa ia telah menguburkan Gotam dengan layak. Tapi mengapa? Mengapa Gotam menghantui kehidupannya? Ia pun pergi mengunjungi makam Gotam di TPU Parang yang berada tidak jauh dari desa Rawa Pening. Diusapnya patok makam Gotam.

"Nak, apa salahku sehingga engkau tak membiarkanku hidup dengan tenang?" ujarnya penuh kesedihan.

"Apa kau marah karena aku telah membunuhmu? Percayalah, Nak. Aku tak sengaja melakukannya...." serunya lagi.

Ia pun menyirami makam Gotam dengan bunga lalu membacakan do'a untuknya.

"Sekarang.... dimana aku harus mencarimu, Laras? Aku bahkan tak tahu kamu masih hidup atau tidak," gumamnya.

Sedangkan Fitri kian hari kian gelisah karena Bela belum juga kembali, bahkan pihak kepolisian juga nihil. Ia pun terus-terusan mendesak Bagas untuk mencari Bela tapi hasilnya sama saja. Bela tak ditemukan dimanapun, begitu juga Laras. Kedua orang ini bak ditelan bumi.

Hingga suatu ketika.... Bagas dan Fitri kehilangan harapan, putus asa dan menyerah.... mereka dikejutkan dengan sesosok perempuan yang muncul dari ujung jalan menjelang magrib. Bagas dan Fitri tengah merenung di teras rumah saat itu. Dari ujung jalan rumah mereka, sesosok perempuan itu berjalan tertatih. Rambutnya berantakan hingga menutupi wajah. Bagas dan Fitri seperti mengenali pakaian yang dikenakannya. Tidak salah lagi, pakaian itu adalah yang dikenakan Bela saat ia terbang entah kemana. Mungkinkah itu Bela? Bela pulang? Dan pulang sendiri? Dengan keadaan yang buruk! Perempuan itu mulai mendekati Bagas dan Fitri yang tampak kebingungan. Pakaiannya lusuh, seperti tak pernah dicuci.... penuh dengan tanah dan kakinya juga penuh dengan tanah. Bagas dan Fitri tak mengatakan apapun hingga perempuan itu berkata, "Ayah.... Bunda...." sembari menyeringai. Terlihat bibirnya biru dan matanya menatap dengan tajam. Fitri melangkahkan kakinya mundur, ditariknya tangan Bagas saat hendak menghampiri perempuan yang mirip putrinya itu.

"Mas, dia bukan putri kita!" seru Fitri berbisik kasar.


Pengumuman ::
Di Ujung Maut update tiap malam Jum'at. So, pantengin wattpad kamu di jam 21 : 00 ke atas, siap-siap bergidik ngeri deh lu ^^

Note :: If you like with this part, don't forget for vote and comment, thanks you very much...^^

Di Ujung MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang