Siapa Ya?

263 28 7
                                    

Bagas mengedipkan matanya berulang kali....ia seperti tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang. Apa ia sedang berhalusinasi? Di tengah situasi yang menegangkan begini! Ia pun menggeleng-gelengkan kepala sembari mengucek-ucek matanya. Masih ada di sana. Dia tetap berdiri di sana sedang menatapnya. Dia sedang terdiam.

Lolongan serigala terdengar saling bersahutan seperti mengerti keadaan genting yang sedang terjadi malam itu. Siulan burung hantu juga sesekali terdengar. Bagas merasa merinding setengah mati. Hatinya mulai tak tenang, ia merasa gelisah. Terlebih sosok pria yang mirip dengannya itu tengah mengawasinya sedari tadi.

"Si-siapa kau?!" tanya Bagas sedikit gagap.

Sosok itu menatap tajam ke arah Bagas lalu tersungging sedikit senyum di wajahnya yang pucat.

"Kau tak mengenaliku?" ucapnya datar.

"Siapa gerangan? Mengapa wajahmu mirip denganku?" tanya Bagas sekali lagi.

"Aku adalah kau," seru sosok itu dengan wajah datar.

"Omong kosong! Apa yang kau bicarakan ini?!" bentak Bagas tak sabar.

Bagas melangkahkan kakinya mundur, ia menggeleng-gelengkan kepala sembari tak menyetujuinya.

"Enyahlah! Enyahlah dari hadapanku!" teriak Bagas lantang.

Bela semakin bengis. Liurnya menetes kemana-mata dan bola matanya berubah menjadi putih. Otot-otot hitam melekat di wajahnya. Bela meraung-raung dan mencekik Nyi Ratna. Suara tawa Mbah Jampong kembali terdengar. Nyi Ratna tak terpengaruh dengan hal ini, dengan tenang ia melantunkan ayat suci Allah. Perlahan Bela melepaskan cekikan, tangannya terasa terbakar. Ia menutup telinganya lalu menangis. Ia bersimpuh di hadapan Nyi Ratna dan meminta ampun. Para arwah yang lain pun menutup telinga dan menahan sakit. Tak lama Bela menghilang.

"Kurang ajar! Tak berguna kau, Bela!" teriak Mbah Jampong.

Tiba-tiba saja para arwah itu menyatu dengan tubuh Mbah Jampong. Kini wujudnya jadi berbeda. Jadi terlihat lebih besar dan lebih menyeramkan. Rambutnya menjuntai sampai ke kaki. Taring dan kuku-kukunya bertambah panjang dua kali lipat dan matanya merah menyala. Sosok yang dipenuhi dengan rambut. Rupanya para arwah itu adalah wujud lain dari kemarahan dan dendam dari Mbah Jampong itu sendiri.

"Jadi ini wujudmu yang sebenarnya?" seru Nyi Ratna.

Kali ini Nyi Ratna menghentikan tasbihnya untuk kedua kalinya. Bagas masih sedikit fokus dan mengetahui tanda tersebut. Ia ingat apa yang dikatakan Nyi Ratna, rupanya mereka benar-benar tak mau berdamai. Ini akan menyusahkan! Ia harus segera bersiap untuk mencabut semua bambu kuningnya.

Bagas kembali melihat sosok pria yang masih saja menatapnya. Entah mengapa sosok itu memperlihatkan dirinya yang telah membunuh Gotam.

Pembunuh!

Pembunuh!

Pembunuh!

Teriak sosok itu pada Bagas. Hati Bagas jadi tak karuan rasanya, rasa bersalah itu kembali muncul dan menyelimuti hatinya. Ia menyesal begitu dalam hingga tak terasa ia telah menangis.

"Ya, aku... aku seorang pembunuh! Aku membunuhnya! Aku pembunuh! Pembunuh!" teriaknya histeris.

Bagas telah kehilangan kesadarannya. Ia tenggelam dalam masa lalu yang selalu menghantui hidupnya. Ia terjebak di sana berkali-kali dan sulit keluar.

Kau tak pantas hidup!

Matilah!

Tebus dosamu!

Bisikan-bisikan itu mulai mengganggu Bagas hingga telinganya sakit. Bagas berteriak-teriak seperti orang tak waras, ia telah melupakan Nyi Ratna yang tak lain adalah ibu dari bayi yang ia bunuh, seorang ibu yang tengah menggantungkan keselamatan nyawanya pada Bagas.

Terdengar suara tertawa yang melengking entah dari mana asalnya.... seolah mengisyaratkan bahwa ia telah puas karena berhasil mengacaukan rencana Nyi Ratna. Entah bagaimana nasip Nyi Ratna selanjutnya.

Di Ujung MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang