Setelah manik mataku bertemu pandang dengan mata terang berwarna kecoklatan itu, aku mulai merasakan debar jantungku yang tak beraturan, ku remas remas jemariku sendiri kala melihat pria berwajah tampan dengan hidung mancung dalam balutan baju kaos berwarna putih dan senyum yang terpatri kini berada di hadapanku.
Hari itu aku terlena dalam pesona yang dimilikinya, dalam lembut sapanya yang mendayu dan senyum manisnya yang memanjakanku, walau akhirnya aku sadar bahwa sikapnya tak layaknya ketika dia bersama santrinya, seperti itu pula dia memperlakukanku, layaknya masih orang asing yang ditatap sekilas dan tak pernah dalam.
Aku suka menatapnya dalam diam, ketika tak satu orang pun yang berhasil melihat aksiku, aku pernah mendengar gelak tawanya yang lebar di teras masjid bersama para ustadz, pernah mendengar dirinya berbicara dengan begitu antusias hingga membuat lawan bicaranya merasa nyaman.
Dia tidak pernah menyadari bahwa setiap sore aku selalu bersemangat membuat berbagai macam makanan hingga membuat lidahnya puas, selalu melirik takaran kopinya ketika para khodimah membuatkan untuknya, bahkan sesekali pun aku sangat suka melihat bagaimana caranya menyeruput kopi yang masih mengepulkan asap panas itu.
Hingga setelah kita melewati banyak hari di satu atap yang sama, di situ pula aku mulai sadar, cinta yang sudah kutanam sejak lama ternyata tidak akan pernah dibalasnya, aku serupa penikmat yang hanya bisa meliriknya dari jauh, karena meski diam, semua gerak geriknya tak pernah lepas dari tatapanku.
Selamat datang:)
Happy readingIg:dyana.27
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Gus
Teen FictionBila nanti lisanku tak sampai untuk mengatakannya biarkanlah tulisan ini yang menjadi pengungkap disegala cerita. "Aku memperjuangkanmu Bahkan sebelum aku menemukanmu Tak henti hentinya kuterbangkan namamu dalam langit doaku Aku berharap Semoga tuha...