WE ARE #6

503 106 7
                                    

Desauan nafas terus terdengar karena ruangan luas ini hanya terisi dua orang yang sejak tadi hanya terdiam satu sama lain dengan sorot mata penuh kemarahan.

Mr Hwang datang pagi-pagi sekali untuk menemui Mr Hwan. Kedatangan tamu yang tak terduga tidak membuat curiga Hwan pada calon besannya itu, atau setidaknya sebelum 10 menit yang lalu Mr Hwang membatalkan pernikahan secara sepihak.

"Aku tidak tahu darimana dasar tuduhanmu ini, tapi aku benar-benar tersinggung." ucap Hwan tanpa sedikitpun menatap Hwang.

Hwang berang. Pupilnya mengecil, hidungnya mendengus kemudian melontarkan kemarahanya. "Tersinggung? bukankah aku yang harusnya bertanya, anakku hampir mati karena rencanamu, memang siapa lagi yang bisa aku curigai selain kalian."

"Kejadian ini, pastikan tidak terjadi lagi. Dan maafkan aku, aku tidak akan membantumu lagi."

Kejadian semalam bukan sesuatu yang patut dimaafkan, terlebih berita tentang penjarahan yang langsung terdengar dari tempat yang sama. Hwan sebenarnya menerima perjodohan antara anaknya dan Taeyeon semata membantu sahabatnya Hwan menutup dan mengalahkan rencana mantan istrinya Gayoung. Sayang, bukannya berkurang diluar dugaan Hwang, Gayoung bertindak lebih agresif lagi dengan mengirimkan pembunuh bayaran berkedok penjarahan.

Hwang hampir menutup keputusannya dan pergi dari ruangan itu sebelum Hwan akhirnya mengatakan sesuatu yang membuatnya mungkin tidak akan bisa tidur malam ini.

"Gayoung memilikinya, karena itu, aku mohon setidaknya selamatkan saja Taeyeon." Ucap Hwan harap cemas dengan reaksi kawannya itu.

Hwang berbalik. "Darimana kau tahu?"

"Taeyang, dia mengatakannya padaku."

***

Taeyeon terbangun, tidak banyak yang dia ingat selain kepalanya yang pening dan terus berputar. Matanya sekilas melirik kearah jendela dan mengenali bahwa sekarang dia ada diruangan yang berbeda dari semalam.

Ingatanya berputar lagi kebelakang, berusaha mengingat apa yang terjadi, walaupun nihil, kepala si midget itu tidak bisa mengingat apa-apa.

Dia beranjak dari tempat tidur untuk meminum air dan menemukan sesuatu untuk mengisi perutnya

Langkahnya terhenti saat melihat koper yang berisi semua barangnya, termasuk Zero yang menatapnya tanpa dosa dari atas meja dapur. Secarik notes kuning tertempel diatas meja dengan dua roti dan sebotol air mineral.

Noona sebentar lagi kau akan mendapat telepon, saranku jauhkanlah ponselmu dari telinga. Noona aku akan kembali sebentar lagi, jangan mencemaskan apapun.

-Yuri gans

Tunggu, Yuri? telepon?

Tidak lama setelah membaca note, benar yang dikatakan Yuri, ponselnya berdering. Taeyeon meraih ponselnya

Layar redup itu menampilkan kontak Tiffany. Taeyeon ragu, dia hanya menatap layar ponselnya sambil menggigit bagian roti yang belum selesai dia kunyah.

Tiffany? Tiffany! Benar Tiffany!!

Sekelebat dari sebagian ingatan tadi malam tiba-tiba datang ke otak Taeyeon dan mengirim sinyal khawatir, bukan tanpa alasan sekarang Taeyeon gemetar memegang ponselnya, yang dia pikirkan adalah bagaimana keadaan Tiffany.

27 missed call

Walaupun khawatir, gadis pendek itu bisa sedikit lega melihat banyak pangilan tak terjawab dari Tiffany, setidaknya dia masih bisa menghubungiku, pikirnya.

Sayang, harapannya disambut ramah dengan suara husky milik Tiffany hanya tinggal angan saja.

"YAH! KIM TAEYEON, APA YANG KAU LAKUKAN KENAPA KAU TIDAK MENGANGKAT TELEPON DARIKU KEMANA KAU SEMALAMAN APA YANG TERJADI PADAMU, KIM TAEYEON JAWAB AKU!"

Untung saja Taeyeon masih sempat menjauhkan ponselnya, berjaga-jaga siapa tau gendang telinganya pecah.

"Tiffany, kau tidak apa-apa kan?" Ucapnya pelan.

"PABO-YA! HARUSNYA AKU YANG BERTANYA BEGITU, APA YANG TERJADI PADAMU!"

Walaupun Tiffany berteriak, Taeyeon tahu perlahan suaranya berubah menjadi isakan.

"Aku baik-baik saja, jangan menangis." Ujar Taeyeon lembut.

"Maafkan aku, aku tidak tahu apa yang terjadi semalam, tiba-tiba ayah datang dan membawaku pergi dan aku tidak... tid--" ucapan Tiffany terpotong beriringan dengan tangisnya yang semakin pecah.

Sebagian hatinya sakit mendengar Tiffany menangis, sebagian lagi gembira luar biasa mengetahui bahwa Tiffany masih memberikan sebagian ruang dihatinya.

"Shh, jangan menangis, aku baik-baik saja, itu bukan salahmu."

"Maafkan aku"

"Hey, sudahlah jangan menangis, kita bertemu setelah ini."

"Tidak, pernikahannya dibatalkan."

Tbc?

Akhirnya update setelah sekian lama php, maafkan author :'))

Temenin author ngobrol yuk
Ig : @hrtuff_

Vote dan komen jangan lupa :)

If we are destined [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang