°4°

33.2K 1.3K 0
                                    

Semuanya sudah dipersiapkan secara rapi oleh kedua belah pihak keluarga. Malam ini adalah malam yang sangat sakral dan bersejarah bagi Arta juga Aiza, karena sebentar lagi, Arta akan bersaksi di hadapan Allah juga para malaikat-Nya dengan menikahi Aiza yang berarti ia telah mengemban tanggung jawab atas putri dari keluarga Nareswara itu, yang artinya ia juga siap mempertanggung jawabkan segala perbuatan sang istri serta merta anak-anak mereka nantinya di hadapan Allah.

Malam ini, mereka hanya akan dinikahkan secara agama, setelah menikah nanti, mereka baru akan mengurus semua surat agar pernikahan mereka sah secara agama juga negara.

Senyuman tidak pernah luntur dari wajah pucat Nuha. Ia merasa sangat bahagia, karena akhirnya apa yang ia inginkan akan tercapai dalam hitungan menit. Nuha tahu betul siapa Arta, pria itu sangat bertanggung jawab, selain itu dia juga baik, dan memiliki sifat penyayang di balik sifat dinginnya. Karena itu juga, ia yakin untuk menjodohkan cucu kesayangannya dengan Arta.

Bukan berarti Nuha tidak menyayangi Ana, Aldo, ataupun Aura. Nuha juga sangat menyayangi mereka, tidak ada yang dibeda-bedakan.

Kebahagiaan yang dirasakan oleh Nuha juga dirasakan oleh pihak keluarga lainnya, terutama Zuha. Ia juga tidak kalah bahagianya, karena akhirnya cucu menantunya adalah seorang wanita yang baik, sholeha, dan tentunya berpendidikan, serta berasal dari keluarga yang jelas asal-usulnya. Sesuai kriterianya. Walau di sisi lain Zuha juga merasa amat bersedih, karena apa yang ia dan sahabatnya-Nuha-rencanakan harus terlaksana seperti ini. Bahagia terselimut duka, mungkin itu kalimat yang pas untuk suasana sekarang ini.

Ibu dan ayah Aiza hanya bisa ikhlas, jika memang ini yang terbaik dan merupakan takdir untuk putri mereka, Insya Allah mereka akan mengikhlaskannya, dan memberi restu bagi keduanya. Begitu juga dengan ayah dan bunda Arta serta nenek dan kakeknya yang memberikan restu bagi keduanya-Arta dan Aiza.

Ana dan Aldo terus-menerus memberikan wejangan untuk adik mereka juga Arta. Mereka tidak mau sampai salah menyerahkan adik kesayangan mereka kepada orang lain.
Jujur saja, Aldo dan Ana tidak ada yang mengenali Arta melebihi seorang dokter yang menangani omanya. Jadi, jika bagi omanya Arta bukanlah orang asing, berbeda dengan mereka yang baru mengenal Arta, jadi mereka menganggap Arta masih orang asing.
Yaa ... walau beberapa saat lalu Ana mengetahui fakta bahwa Arta adalah temannya semasa sekolah dasar dulu. Tapi tetap saja, itu sudah lama dan Ana pun tidak tahu pasti sifat Arta.

Kini, Aiza sudah duduk di samping brankar omanya. Di samping kanannya ada sang ibu yang setia menggenggam jemarinya, memberikan ketenangan padanya di saat rasa gugup melingkupi relung batin. Hanya ulasan senyum tipis yang bisa ia perlihatkan pada ibu juga omanya. Senyum yang mewakili kata 'baik' untuk dirinya, meski Aiza sendiri pun ragu, apakah benar dia 'baik-baik' saja?

Sedangkan Arta sudah duduk di sofa ruang ICU, berhadapan langsung dengan ayah Aiza, penghulu, dan opa Aiza-Arsalan. Serta juga ada Faro, salah satu dokter di rumah sakit itu sekaligus sahabat dekatnya Arta, dan dokter Ibrahim yang akan menjadi saksi .

Nervous?

Itu pasti. Bahkan tubuhnya mendadak panas-dingin saat akan mengucapkan ijab qobul.

Setelah permintaan Nuha tadi, Arta langsung menghubungi orang tuanya untuk memberitahukan perihal pernikahannya itu. Awalnya, semua anggota keluarga dibuat kaget. Namun, setelah mendengar penjelasannya, ayah, serta kakeknya langsung ikut turun tangan membantu urusan pernikahannya agar cepat beres, karena mereka juga diburu waktu.

Takdir Cinta dari Allah (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang