°14°

24.8K 965 22
                                    

     Aiza sedang berjalan santai menuju masjid kampus. Hari ini memang dia datang ke kampus hanya untuk bertemu dengan Bu Ariska, dosennya, menyerahkan tugas. Selain itu, Aiza free. Jadi dia memilih untuk ke gedung tempat biasanya dia dan teman-temannya latihan taekwondo. Ada beberapa temannya juga di sana. Berlatih sebentar, lalu berganti pakaian, ingin melaksanakan sholat dhuha.

"Mau sholat?" Suara dingin yang menyapa membuat langkahnya terhenti.

Deg

Aiza menoleh ke samping kanan, dan benar saja, "Abang?" Aiza menaikkan sebelah alisnya sebelum kembali menatap ke depan.

"Kalau ditanya itu dijawab."

"Iya," jawab Aiza singkat. Merasa risih. Tidak nyaman dengan tatapan dari beberapa orang yang sejak tadi menjadikan keduanya pusat perhatian. Jelas saja, dosen idola mereka sedang berjalan bersisian dengan seorang wanita.

"Jangan lupa," ucap Arta sebelum berjalan mendahului Aiza.

Wanita itu berpikir, lupa tentang apa yang Arta maksud sampai akhirnya ia teringat dengan obrolannya bersama Arta sewaktu di perjalanan tadi.

°

   Pikir Aiza, Arta akan menunggunya di ruangan pria itu. Tapi, itu semua hanya menjadi dugaan yang tidak terbukti. Karena kenyataannya, dosen muda lagi ganteng itu tengah berdiri di hadapannya yang baru saja selesai memakai sepatu.

Keduanya lantas berjalan bersisian menuju ruangan Arta yang lumayan cukup jauh jaraknya dari masjid. Tidak ada yang membuka suara, saling diam membisu denga suara bisik-bisik di sekitar mereka. Aiza pastikan, topik terhangat di kampus hari ini adalah dia dan Arta.

"Mereka pacaran, ya?"

"Wah … pasangan serasi!"

"Mereka sodaraan?"

"Kayak abang sama adek, ya?"

"Masa iya, mereka pacaran?"

"Nggak rela aku, tuh!"

"Aduh … selera Qila ternyata yang seperti Pak Nabil, toh."

"Ih, dasar kecentilan!"

"Mau dong jalan bareng Pak Nabil!"

"Pantes gue ditolak, wong saingan gue dosen yang jadi idola kampus ...."

Dan bla, bla, bla. Telinga Aiza sampai panas mendengarnya. Begitulah manusia, paling ahli menilai orang lain, tapi kurang menilai diri sendiri.

Melirik Arta, ekspresi pria itu terlihat biasa saja, persis pria itu yang memang selalu berekspresi datar. Sama sekali tidak merasa terganggu dengan bisikan-bisikan yang pasti masuk ke gendang telinganya. Pandangan lurus ke depan, tangan yang ditenggelamkan di saku celana, Aiza merasa pria itu sengaja agar mereka semakin menjadi buah bibir. Dan benar saja. Lebih dari itu, mahasiswi yang dasarnya pecinta cogan begitu histeris melihat gaya Arta yang still stay cool. Membuat Aiza eneg.

Perjalanan yang memang lumayan jauh itu terasa seperti sangat amat jauh. Tapi beruntunglah, karena sekarang mereka sudah tiba di ruangan Arta.

Menuju sofa, Aiza mendudukkan diri lantas bersandar. Sedangkan Arta mengambil laptop, membuka sebuah file yang kemudian ditunjukkannya kepada Aiza.

Aiza menerima, lalu melihat isi dari file tersebut yang ternyata model-model gaun pernikahan. Mata Aiza berbinar melihat deretan gaun yang memang sangat bagus dan mewah.

"Kamu bisa pilih mana yang mau kamu kenakan, nanti aku yang konfirmasi ke Ummi buat minta disiapin ukuran yang sesuai, nanti baru fitting." Arta ikut bersandar sambil memperhatikan sang istri dari samping.

Takdir Cinta dari Allah (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang