Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh😇
Siang para pembaca setiaaa😊Gimana kabarnya, nih?
Semoga kita selalu dalam lindungan Sang Maha Esa,, yaaa … aamiin😌Wokeh, sebelum bacaaaaaa
Pastiin kalo kalian udah follow aku author @RooosItaaa_01Udah? Kalau udah, cusss bacaaa😉
Happy Reading ....
~~~
Beberapa pasang mata menatap nanar gundukan tanah yang masih basah di depan mereka. Di atas nisan, tertulis nama seseorang yang selama ini mereka hormati. Seseorang yang menjadi panutan bagi mereka.
Rahandika Nareswara bin Arsalan Nareswara.
Pukul tiga dini hari tadi, Rahandika menghembuskan napas terakhirnya. Tepat saat dia dan istrinya melakukan shalat malam. Hati Hilya mulai was-was, ketika sujud terakhir shalat witir, Rahandika lama tidak mengucap takbir. Akhirnya, Hilya melanjutkan shalatnya sendiri dengan air mata yang mulai berderai.
Tidak ada seorang pun yang menyangka, kalau Rahandika pergi secepat itu.
Arsalan dijemput langsung oleh Adi, suami dari Ana untuk pulang ke Indonesia. Pria tua renta tersebut sangat terpukul mendapati putra semata wayangnya lebih dulu menyusul sang istri.
Aiza yang sedang shift malam, langsung pingsan mendengar kabar duka dari suaminya. Baru siuman ketika adzan subuh berkumandang. Dirinya sudah berada di kediaman Nareswara.
Aldo yang siang ini sebenarnya ada meeting penting bersama klien di Malaysia, langsung terbang ke Jakarta begitu mendapat telepon dari sang kakak. Tidak lagi peduli, kalau kliennya akan marah ataupun memutus kontrak kerja. Ayahnya lebih penting dari itu semua.
Aura yang kebetulan terbangun, ingin menuju dapur, mengambil air minum. Tapi, langkahnya malah berbalik ketika mendengar suara tangis Hilya. Gelas di genggamannya terjun bebas ke lantai, pecah berderai saat melihat tubuh kaku sang ayah. Teriakannya yang begitu nyaring lah, yang menarik perhatian penghuni rumah. Termasuk Ana yang sudah seminggu menginap di rumah itu bersama suaminya.
Pemakaman Rahandika dihadiri begitu banyak orang. Mulai dari tetangga, kerabat, sahabat, keluarga, maupun kolega bisnisnya. Karangan bunga nyaris memenuhi mansion. Terpajang rapi dari mulai luar pagar sampai di halaman dalam. Wajar saja, Rahandika termasuk orang terpandang yang memiliki koneksi luas. Kenalannya tidak hanya seputar bisnis. Sangat luas.
Aiza masih terisak di samping pusara sang ayah. Arta setia memeluknya dari samping. Terus berusaha menenangkan sang istri. Wajah Aiza sudah sangat sembab, sebab tidak berhenti menangis sejak subuh tadi.
Perlahan, satu per satu orang-orang terdekatnya mulai meninggalkannya. Aiza rasanya ingin sekali menahan mereka, tapi apalah daya dirinya. Hanya seorang manusia biasa yang masih berlumur dosa. Jauh dari kata sempurna.
Lagipun, jodoh dan kematian itu diibaratkan Alif Lam Mim. Di mana hanya Allah yang tahu maknanya. Tidak ada seorang pun manuisa di dunia ini, yang bisa menebak takdir. Karena itu semua rahasia Ilahi. Siap tidak siap, di saat masa itu tiba, kita memang harus siap. Entah jodoh dulu yang menjemput atau kematian. Tugas kita hanya mempersiapkan diri, agar bekal yang dibawa menghadap Sang Hakim Yang Maha Adil cukup. Paling tidak untuk melewati jembatan sirath.
°°°
Suasana berkabung masih sangat kental. Baik Ana maupun Aiza memutuskan untuk tinggal sementara waktu di rumah orangtuanya. Saling menghibur satu sama lain.
Tidak lagi seperti ketika omanya meninggal, Aiza kini sudah bisa lebih dewasa dalam bersikap. Hatinya merasa sedih atas kepergian Rahandika, itu sudah pasti. Tapi, dia juga tidak bisa mengabaikan sekitarnya. Terutama anak-anaknya yang masih sangat memhutuhkannya. Aiza tidak bisa bersikap egois dengan hanya memikirkan perasaannya. Dia sudah menjadi seorang ibu saat ini. Sudah harus lebih dewasa dan berpikiran matang.
Mansion Nareswara masih ramai oleh sanak saudara yang datang dari jauh. Mungkin besok baru pulang, tepat setelah tujuh hari kepergian Rahandika.
Hilya sering didapati menangis sendiri di kamarnya, sambil mendekap foto atau baju Rahandika. Wanita itu pasti sangat merasa kehilangan. Mereka sudah bersama selama lebih dari setengah abad. Bukan waktu yang singkat untuk ia bisa melepas, ikhlas atas kepergian almarhum suaminya.
Aldo sendiri lebih banyak berdiam diri di ruang kerja almarhum ayahnya. Tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk sambil memandangi figura berisi potret keluarga mereka. Ada Rahandika, Hilya, Ana, dia, Aiza, dan Aura. Tersenyum lebar, terlihat begitu bahagia.
"Ayah," lirih Aiza dalam dekap Arta.
Waktu sudah meenunjukkan pukul sepuluh malam. Si kembar sudah tertidur sejak pukul delapan tadi, disusul Afif pukul sembilan. Sedangkan Nayla, gadis kecil itu baru saja tidur beberapa menit yang lalu, ditemani Arta.
"Hm?"
"Bunda kangen Abah," ungkap Aiza yang sudah mulai terisak.
Arta mengeratkan pelukannya. Mencium puncak kepala Aiza lama. "Sampaikan lewat doa," bisiknya sambil mengusap surai hitam sang istri.
Kepala Aiza mengangguk dalam dekapan sang suami. Tiba-tiba saja, terlintas di pikirannya, jika suatu saat Arta turut pulang menghadap Sang Ilahi.
Sanggupkah dia, kalau masa itu tiba?
°°°°°
Haihaihaiii😄
Ini part terakhir di cerita TAKDIR CINTA DARI ALLAH.
Yang artinya, pertemuan bersama Aiza dan Arta, serta tokoh-tokoh yang lain dicukupkan sampai di sini.😊Yang mau ketemu lagi sama aku, bisa baca ceritaku yang lain;
~Surga Yang Diimpikan
~Bahtera Cinta
~Asmara Putih Abu-AbuCeritanya nggak kalah seru lhooo dari cerita iniii. Hayooo, siap galau-galauan again? hehe😆
Sebelum pisah, aku mau ngucapin terima kasih sebanyak-banyaknya sama kalian yang udah setiaaaa banget baca ceritaku yang jauh dari kata sempurna ini.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya, jika terdapat salah-salah kata.
Bagaimanapun author cuman manusia biasa yang tak luput dari typo😇So, good bye readers sekaliannnn😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta dari Allah (TERBIT)
Fiksi Umum(Story#1) !!!Beberapa Part Dihapus Secara Acak!!! 15+ 🍃Ketika sebuah takdir mempertemukan mereka. Akankah rasa yang sebelumnya tak pernah mampir hadir di antara mereka? Mereka hanya meyakini satu hal. Allah Maha Pembolak Balik Hati setiap manusia. ...