°25°

23.3K 899 86
                                    

     "Sayang ...." Arta berjalan mendekati Aiza yang tengah berkutat di dapur. Pria itu baru pulang dari lari pagi.

"Astaghfirullah!" Aiza berjengit kaget saat Arta tiba-tiba memeluknya dari belakang. Meletakkan dagunya di atas bahu dengan manja. Polah Arta yang demikian cukup mengganggu aktivitas memasak Aiza. Jelas saja, tubuhnya terus menggeliat kegelian akibat ulah sang suami. "Abang, ih!"

"Masak apa? Harum banget," tanya Arta yang nampak nyaman dengan posisinya.

"Cuman tumis kacang campur udang, kog," jawab Aiza. "Mau mandi? Biar Aiz siapin airnya," kata wanita itu kemudian.

"Nggak usah, kamu masak aja." Memejamkan mata, Arta menghirup aroma yang menguar dari tubuh istrinya. Menikmati aroma yang sudah seperti candu baginya itu.

"Lepasin dulu, susah gerak, tau!" Aiza mendengus sebal.

"Gerak aja kenapa sih? Nggak ada yang ngelarang juga, kog." Jawaban santai yang Arta berikan barusan membuat Aiza mendelik.

"Abang, ih ...." Aiza mencoba melepaskan diri. Bukannya menurut, Arta malah menciuminya, membuat tubuh Aiza menggelinjang karena geli. Pria itu kemudian tertawa mendengar rengekan manja sang istri. Jarang-jarang mereka bisa bermesraan seperti sekarang. Waktu yang menjadi alasan utama.

"Udah mandi?" tanya Arta tanpa berniat melepas pelukannya.

"Hm. Makanya, Abang jangan peluk-peluk! Nanti badan Aiz ikutan bau kena keringat Abang!"

Menaikkan sebelah alisnya, Arta berdecih kemudian. "Ya udah, aku mandi dulu." Pria itu lantas berlari meninggalkan Aiza sebelum mendapat amukan sang istri yang tadi ia cium terlebih dahulu.

Di tempatnya, Aiza geleng-geleng kepala. Semakin hari, kelakuan Arta semakin aneh. Ada-ada saja tingkah pria itu yang membuatnya migran seketika. Meski demikian, entah kenapa itulah yang membuat rasa cintanya bertambah setiap saat, sampai membuat Aiza tersiksa rindu jika tidak bertemu barang sehari.

Cinta begitu, ya? Saking dahsyatnya, bisa mencairkan es yang beku. Bak hujan, walau perlu waktu dan perjuangan, batu yang paling keras sekalipun bisa dihancurkan. Bahkan, hanya karena perasaan satu itu, pikiran yang waras bisa menjadi gila. Aneh, tapi nyata, dan luar biasa.

Ada yang janggal, keberadaan Ira. Wanita itu berada di dalam kamarnya. Bersantai sambil membaca buku panduan untuk ibu hamil yang dipinjamkan oleh Aiza.

Calon dokter kandungan itu bahkan tetap bersikap baik setelah apa yang Ira katakan padanya, yang tentu membuat hatinya terluka.

Arta melarang keras interaksi keduanya jika hanya berdua. Pria itu tidak mau ada yang tersakiti. Baik Aiza, ataupun Ira.

Mencoba adil memang sangat susah. Tapi, itulah yang harus Arta lakukan. Daripada ia menanggung dosa di akhirat kelak, kan?

°°°

   Jam istirahat. Aiza melangkahkan kakinya menuju ruangan direktur utama rumah sakit. Menyapa singkat seorang sekretaris yang duduk santai di balik meja kerja, Aiza membuka pintu tanpa mengetuk dan mengucap salam.

Hal pertama yang dilihatnya ialah Arta yang duduk termenung, menatap kosong layar komputer.

"Abang ...." Menyentuh bahu Arta, tapi pria itu malah berjengit kaget. Reaksi yang cukup berlebihan, jika saja dia sedang tidak melamun.

"Eh? Aiz ...."

Aiza duduk di sofa. Meletakkan rantang yang di dalamnya sudah ada irisan buah. Kemudian memandang Arta yang nampak berbeda. Sejak pria itu menjemputnya di kantor tadi, Aiza sudah merasa kalau suaminya lebih banyak diam. Berbeda dari biasa saat bersama dengannya. Mungkin iya, kalau pria itu sikapnya dingin, irit bicara, cuek. Tapi, sejak hubungan keduanya semakin rapat, Arta selalu bersikap lembut dan penuh kasih sayang jika bersamanya. Tapi, untuk hari ini berbeda. Seperti ada sesuatu yang pria itu sembunyikan darinya.

Takdir Cinta dari Allah (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang