Di kediaman Arta, Khalid dan Wafa datang bertamu. Menjenguk adik mereka. Bertukar kabar untuk sekadar basa-basi, Ira kemudian menyuarakan uneg-unegnya.
"Kamu serius?" Khalid bertanya tidak yakin.
"Sudah cukup Ira nyusahin mereka, jadi benalu di kehidupan merek," kata Ira dengan pandangan lurus ke depan.
"Dek, jangan merasa seperti itu," tegur Wafa.
Ira tersenyum, lantas menatap Khalid. "Boleh, kan, Bang?" tanyanya meminta persetujuan.
Menghembuskan napasnya pelan, Khalid mengangguk. "Nanti Abang hubungin teman Abang yang kebetulan pengurus pondok."
Entah Khalid harus merasa senang atau sebaliknya. Di satu sisi, ia bersyukur kalau adik semata wayangnya tidak mempunyai pikiran yang aneh-aneh. Seperti, merebut Arta dari Aiza. Tapi, di sisi lain, ia juga sedih. Harusnya, Ira bisa bahagia bersama keluarganya saat ini. Atau ... menjalani kehidupan normal seperti anak seusianya. Kuliah, jalan-jalan, dan kegiatan lainnya yang menyenangkan.
"Maafin Abang," ucap Khalid pelan.
Ira menghembuskan napasnya, mendekati Khalid, kemudian memeluk pria itu dari samping. "Bukan salah Abang, kog. Mungkin ini emang jalan hidup Rara," ucap Ira dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu nggak mau kuliah? Nanti biar Abang yang biayain," tawar Khalid lagi.
Kepala Ira menggeleng. "Udah kosong nih kepala, kalau mau kuliah lagi. Yang ada malah malu-maluin," kelakar adik semata wayang Khalid.
"Terus anak kamu gimana, Ra?" Wafa kembali mengungkit topik utama.
Ira mengulas senyum tipis. Keputusannya tentang hal satu ini sudah bulat. Termasuk masa depan anaknya. Semuanya sudah Ira pikirkan beberapa hari belakangan ini. Dan ucapan mertuanya tempo lalu memang benar. Tinggal menunggu waktu lagi, hingga hari itu tiba.
°°°
"Makan yang banyak, sayang."
Ira mengangguk. Tersenyum lebar. Hatinya sungguh senang, bisa kembali makan bersama dengan ayah dan abangnya, yang kini bertambah dengan kehadiran Wafa, kakak iparnya.
"Suami kamu baik, kan, sama kamu?" tanya Auladi, ayah Ira.
Ira menelan makanan yang sudah ia kunyah, lantas menjawab, "baik, kog, Yah."
Auladi memandang putri kandungnya sendu. Rasa sesal di dada tidak bisa menghilang begitu saja, sekalipun Ira mengatakan sudah memaafkan kesalahannya. Dia memang sempat bangkrut, dan setelah bisa kembali bangkit, dia kehilangan informasi tentang keberadaan istri mudanya, juga anak perempuan mereka.
Sekalinya tahu, istrinya sudah meninggal. Si bungsu telah mengandung, di luar nikah. Buruknya, malah menjadi istri kedua seorang pria yang membantu sang putri.
Sebagai kepala rumah tangga, jelas Auladi merasa gagal.
"Kamu yakin, nggak mau lanjut kuliah? Masih sempat, kog. Kalau emang nggak nyaman kuliah di Indonesia, Ayah bisa kuliahin kamu ke luar negeri. Ayah masih mampu, kog, biayain kuliahnya kamu." Lagi, Auladi membujuk sang anak.
Ira ingin kuliah. Ingin sekali. Tapi, dia terlalu tidak percaya diri untuk melakukannya. "Nggak, Yah. Keputusan Rara udah bulat," sahutnya.
Auladi hanya bisa menghela napas pelan. Memangnya dia bisa apa, kalau anaknya sudah berkata tidak?
Setelah makan malam bersama, Ira pamit ke kamar yang disediakan untuknya. Ia cukup lelah. Membuka ponsel, ada satu pesan masuk dari Arta. Hanya sekadar mengingat balasan dari pesannya tadi sore yang meminta izin untuk menginap ke rumah ayahnya.
Sebelum ini, Arta sudah pernah bertemu dengan ayahnya sekali. Sempat berbincang cukup panjang. Dari pertemuan itu, Auladi tahu, kalau Arta pria yang baik.
Meski sudah bertemu, ada rindu yang masih belum tersampaikan. Rindu pada sang bunda yang sudah tenang di sisi Tuhan. Ira belum sempat ziarah ke makam sang bunda yang bertempat di Singapura. Ya, bundanya meninggal saat melakukan pengobatan di negeri seberang.
"Bu ... Ibu pasti sudah lihat semuanya, kan? Ira udah ketemu Ayah sama Abang, Bu. Ira pikir, mereka beneran lupa, ternyata enggak," kata Ira yang seolah tengah berbicara dengan ibunya langsung.
Tangannya mengusap perutnya yang kian membuncit. "Ibu janji, kamu bakal mendapatkan kehidupan yang layak, dan masa depan yang jelas nantinya. Bersama Ayahmu," bisik Ira.
°°°°°
Haihaihaiiiii😄
Sorry, yaaa part kali ini aku bikinnya pendek. Lagi nggak enak badan, soalnya.
Khusus cerita Ira? Iya.
Kali-kali aja, ada yang mau kenalan sama keluarganya Ira, kan?Sekian dari aku, babay guyss😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta dari Allah (TERBIT)
Tiểu Thuyết Chung(Story#1) !!!Beberapa Part Dihapus Secara Acak!!! 15+ 🍃Ketika sebuah takdir mempertemukan mereka. Akankah rasa yang sebelumnya tak pernah mampir hadir di antara mereka? Mereka hanya meyakini satu hal. Allah Maha Pembolak Balik Hati setiap manusia. ...