17 | Pisah [xiuchen]

133 12 2
                                    

Suasana di dalam apartement Minseok dan Jongdae, yang sebentar lagi akan berganti, dipenusi dengan ketegangan.

Tetesan air mata Minseok, yang tidak berenti sejak tadi, menambah suasana sedih yang buruk.

Intinya, suasana disana buruk.

Dan Minseok harus berani mengambil langkah untuk menambahkan suasana buruknya, agar semuanya selesai sampai disini.

"Aku ... lelah," kata Xiumin, lagi.

Ditangannya terdapat banyak foto, yang intinya adalah Jongdae dengan orang lain.

Lepih tepatnya, gadis lain.

Lebih spesifiknya, kekasih yang lain.

Dan, lebih kasarnya, selingkuhannya.

Sedari tadi tak ada suara yang terdengar, hanya sebuah isakkan kecil. Juga tak ada yang berani berkata-kata.

Kalimat singkat Xiumin tadi, adalah jalan menuju klimaks.

"Kau mengerti maksudku, kan, Jongdae?"

Jongdae, adalah nama panggilan yang bisanya teman-temannya berikan.

Tetapi Xiumin bukan, lah, teman. Xiumin lebih dari teman, dia lebih dari apapun bagi Jongdae. Mungkin itu dulu. Atau mungkin tidak.

Hati Jongdae mencelos. Meski tidak seharusnya.

Dia telah menyakiti berkali-kali. Seperti tak mempunyai hati. Kini, saat sudah begini, ia merasakan hatinya mencelos?

Ia ingin terlihat seperti manusia pada umumnya, yang memiliki hati, padahal dia tidak sama sekali.

"Ta-tapi ..." Jongdae mencoba berbicara. Mati-matian berusaha menunjukkan; bahwa pemikiran Minseok, bahwa ia berselingkuh adalah salah.

Tetapi semuanya terlalu benar.

Jongdae juga benar. Benar-benar tidak memiliki alasan atau sanggahan apapun mengenai foto yang masih Xiumin genggam.

"Aku mengetahui semuanya." Kata Xiumin pelan. "Malem dimana kamu ga pulang. Atau saat kamu pulang telat. Noda merah dikerah. Dan parfum vanilla,  yang bahkan kita sama-sama tau bahwa ga ada salah satu dari kita yang menggunakan parfum beraroma vanilla."

"Aku bisa jelasin semuanya," kata Jongdae, yang tidak menyadari, bahwa satu tetes air mata telah lolos.

Jongdae bahkan tidak mencoba untuk menahannya.

"Aku udah ngerti semuanya!" Nada bicara Minseok meninggi. "Aku ngerti semuanya! Kamu bosen! Dan egois. Kamu mau pergi, tapi ga mau tinggalin aku. Kamu mau bebas, tapi selalu ngekang aku. Kamu mau yang baru, tapi ga bisa ngelepas aku!"

Jongdae skakmat.

Sekarang ia menyadari, bahwa yang dikatakan Minseok memang benar sepenuhnya.

Ia juga menyadari, kalau dirinya memang sebejat itu.

Tapi ia amat menyadari, bahwa ia terlalu membutuhkan Xiumin untuk disisinya. Apapun yang terjadi.

"Aku, Chen yang egois ini, tetep butuh kamu." Hanya itu pernyataan terkuat yang Jongae punya kali ini.

"Setelah aku paparin semua keegoisan kamu, kamu masih bilang butuh aku?" Tanya Minseok tak habis pikir. "Kamu itu 95% egois, 5% manusia ya!"

"Tolong ... aku butuh kamu." Kata Chen lagi. Pernyataan yang ini, yang paling kuat ini, memang bisa dibuktikan kebenarannya. "Kasih aku kesempatan, aku akan ngerubah segalanya. Aku bakal jadi Chen yang baik, buat kamu."

"Engga. Semua udah cukup Jongdae. Kamu pikir aku manusia apa yang bisa kamu sakitin terus-terusan?"

"Aku ga akan nyakitin kamu lagi, aku min-

"Kamu udah pernah ngomong kayak gitu 1000 kali, and see what's happen?" Kata Minseok. "Once a jerk, would always be a jerk."

"Aku minta maaf," kata Jongdae.

Minseok tersenyum. Membuat hati Jongdae, yang mungkin ada, menghangat. Dan mendapat sedikit harapan.

Minseok menghampirinya, lalu memeluk.

Dan Jongdae tersenyum. Ia berjanji, demi EXOplanet yang baru ditemukan, ia akan menjadi pribadi yang lebih baik, untuk bunny yang sedang berada dipelukannya.

Pelukan terlepas. Namun senyum kebahagiaan, dan kelegaan, dibibir Chen masih terpatri sempurna.

"Aku udah maafin kamu." Kata Minseok, sambil melepas pelukannya.

"Tapi kita emang ga bisa bersatu lagi Jongdae." Ucapan Minseok menghantam Jongdae. "Sekarang pergi. Cari kehidupan baru. Temui cewek baru, dan jangan sakiti lagi."

"Engga! Engga, Xiu! Kamu ga bisa ...,"

"Oh, atau harus aku yang pergi?" Senyuman manis Minseok, disaat seperti ini, terlihat seram.

"Eng-engga! Tolong jangan!" Jongdae makin histeris saat Minseok melepas genggamannya, da berjalan menjauhi.

Kakinya bahkan terlalu lemas, karena ditimpa kenyataan berat, bahkan hanya untuk menggapai Minseoknya.

Hingga ...

... byur!

"Bangun, ih, udah siang!" Teriak Minseok sambil memegang gayung, yang diduga, telah menampung air yang kini berpindah menjadi di wajah Jongdae.

Jongdae terkejut, dan refleks bangun langsung duduk. Alhasil, kepalanya berdenyut.

"Ay, kamu, mah, suka kasar gitu ah bangunin aku!" Kata Jongdae. "Tadi aku lagi mimpi buruk tau."

"Ya kalo ga mau dapet mimpi buruk, ga usah tidur!"

"Suka jahat gitu dia, mah." Kata Jongdae sambil mengelus kepalanya yang masih berdenyut.

Minseok mengambil alih tugas mengelus kepala Jongdae, "ya, udah, mandi sana. Kerja. Cari uang yang banyak, biar aku bisa nonton konser EXO dibangku VVIP."

"Kamu kenapa engga kerja jadi Mba-mba makeup artistnya aja sekalian?"

Pletak.

Jongdae ini memang senang mengaduk-aduk emosi Minseok, ya.

"Ngomong asal ngejeplak aja, ih! Mandi sana. Makin siang makin banyak talk-shit."

"Bentar, ih, mandinya. Ini aku masih pusing mikirin mimpi. Buruk banget tau, yank."

"Emang mimpi apa, sih?"

"Aku mimpi aku selingkuh. Terus kamu nangis, dan ninggalin aku. Kamu bahkan megang foto-foto aku sama cewek itu, Ay! Aku shock gila."

"Ya, udah. Mimpinya ga akan kejadian, kok. Kamu tenang aja."

"Ga kejadian?" Tanya Jongdae. "Maksudnya kamu ninggalin aku ga akan kejadian, kan?"

"Bukan. Maksudnya kamu selingkuh ga akan kejadian. Kan yang mau sama kamu cuma aku."

OmniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang