°Satu_Return°

7.5K 499 71
                                    

Langkah kaki yang dibaluti sepatu pantofel hitam mengkilat berdendang seiring langkahnya yang menapaki lantai bandara Soekarno Hatta.

Dia, Ali Alkhatiri didampingi oleh dua bodyguard-nya yang mengikutinya dari belakang. Dengan setelan jas hitam yang menambah kesan wibawa baginya serta kacamata hitam yang bertengger di pangkal hidung mancungnya.

Dia tidak sendiri kembali ke Indonesia. Orang tua dan adiknya juga kembali ke negara asalnya, Indonesia. Hanya saja orang tua dan adiknya kembali terlebih dahulu. Sedangkan dirinya baru sempat kembali sekarang ditemani dua bodyguard-nya.

Dia menetap di negara kelahirannya dengan menyandang kesuksesan yang berhasil di raihnya, hasil usahanya sendiri. Tidak ada campur tangan orang lain, termasuk papanya.

"Bang Ali!!!"

Yang di panggil menoleh ke asal suara. Disana, dipintu keluar bandara, orang tua dan adiknya berdiri dengan senyum bahagia yang terus mengembang sejak kejadian 'itu'. Dibukanya kacamata hitamnya dan menyerahkannya kepada bodyguard-nya. Dengan sigap bodyguard-nya meraih kacamatanya.

Kaki jenjangnya mendekati tiga orang kesayangannya yang selama lima tahun terakhir ini menjadi semangatnya. Terlebih kepada mama dan papanya yang tak pernah lelah membimbingnya untuk menjadi yang lebih baik dari yang terbaik.

"Assalamualaikum, mama, papa." diraihnya dan dikecupnya punggung tangan mama dan papanya. Dua orang hebat dalam hidupnya yang menjadi pelopor kesuksesannya.

"Akhirnya kamu sampai juga. Kamu bilang secepatnya kembali kesini, ternyata ini hari ketujuh setelah kamu mengatakan itu." mamanya menatapnya dengan tatapan kesalnya yang justru mengundang tawanya.

"Ali terlalu sibuk disana ma, sehingga waktu bebas Ali habiskan bersama berkas-berkas." ujarnya dengan kekehan kecilnya.

Papanya menggeleng pelan melihat tingkah istrinya yang terus mempermasalahkan kesalahan-kesalahan kecil yang Ali lakukan. Memang, semenjak Ali menjadi orang sukses, waktu Ali selalu bersama dengan berkas-berkas. Hanya hari minggu saja waktu Ali bersama keluarganya, itu pun hanya tiga atau empat jam karena setelahnya Ali kembali menatap berkas-berkasnya.

Sesibuk itukah Ali? Ya, sibuk bahkan sangat sibuk.

Menjadi pimpinan directur membuatnya menghabiskan waktu dan tenaganya bersama berkas-berkas. Mengingat bagaimana usahanya dulu sebelum menjadi orang atas.

Dengan jabatannya itu, Ali tetaplah Ali yang bersikap ramah dan murah senyum. Jika dulu sikap Ali yang selalu di pandang jelek oleh orang-orang. Sekarang hanya tatapan kagum yang orang-orang lemparkan setelah melihat perubahan sifat dan sikap Ali.

"Karena diatas langit masih ada langit. Aku tidak mau menyombongkan apa yang aku miliki sekarang. Mempertahankan dan mengembangkannya lebih baik daripada memamerkannya." itulah kata Ali ketika mama dan papanya memberikan nasehat agar dirinya tidak besar kepala atas apa yang didapatkannya.

Dan dengan jabatannya pula ia akan memulai sesuatu yang menjadi awal dari kehidupannya untuk meraih sesuatu yang belum bisa didapatnya, cintanya.

"Silvia gak disapa nih?"

Ali yang tengah memerintah kedua bodyguard-nya untuk memasukkan kopernya ke dalam begasi terhenti ketika suara adiknya mengalihkan fokusnya. Ia menoleh menatap adiknya yang menatapnya dengan tatapan kesal.

Ia terkekeh. Meski adiknya telah dewasa, tetapi sikap kekanak-kanakannya masih melekat dengan sempurna dalam diri adiknya.

"Gak usah di maju-majuin tuh bibir. Udah jelek tambah jelek." ledeknya sambil menyentil dahi adiknya dengan jari telunjuknya.

Affair With You [Season2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang