Ali meletakkan berkas yang sempat ditekuninya ke atas mejanya. Tangannya memijit pelipisnya yang terasa pusing. Mungkin ini efek semalam ia yang sibuk mencari infrormasi siapa yang menjadi pelaku pemerkosaan terhadap Gladys. Ditambah lagi Gladys dan orang tuanya datang menemui mama dan papanya di rumah.
Sepertinya Gladys tahu apa kelemahannya, mamanya. Ya, mamanya. Karena jika mamanya sedih maka itu membuat Ali kehilangan separuh jiwanya.
Benar-benar sial! Rupanya Gladys memang benar-benar mendesaknya agar cepat-cepat bertanggung jawab. Terbesit kekhawatiran dalam dirinya akan kedatangan Gladys ke Indonesia. Mengingat tabiat Gladys yang selalu berambisi mendapatkan apa yang dia inginkan. Mungkin sekarang Gladys tidak bertindak, tapi siapa tahu besok atau lusa perempuan itu bertindak melebihi apa yang ia pikirkan.
Rumit. Benar-benar rumit dan penyebabnya satu orang, Gladys.
***
Ali tersenyum ketika melihat papa Prilly yang melambaikan tangan ke arahnya. Cepat-cepat Ali mendekati posisi papa Prilly yang berdiri di depan meja yang bertuliskan 'kasir'.
"Maaf lama, om. Jalanan lagi macet." ujar Ali setelah berpelukan dengan papa Prilly.
"Tidak apa-apa. Cuma telat tiga puluh enam menit, tiga puluh dua detik. Tidak lama, bukan?"
Ali terkekeh. "Ali rasa begitu, om."
Kedua pria itu'pun tertawa bersama. Sepersekian detik keduanya meredakan tawanya dan terdiam dengan tatapan yang mengarah pada gedung yang bisa di bilang luas itu yang sekarang tengah diisi beberapa barang yang akan di perlukan.
"Gimana perkembangannya, om?"
"Cukup baik dan sangat memuaskan. Mungkin satu minggu lagi semua siap dan akan diadakan grand opening." sahut papa Prilly sumringah.
Melihat binar bahagia yang terpancar dari papa Prilly membuat Ali lega dan ijut mengembangkan senyumnya. Setidaknya ia bisa membantu 'sedikit' meskipun papa Prilly menolak bantuannya. Papa Prilly benar-benar sudah berubah. Dan, Ali senang akan itu.
Sebut saja jika sekarang papa Prilly tengah membangun restoran mewah yang seminggu lagi akan selesai. Dan sekarang saatnya meletakkan meja dan kursi serta perlengkapan lainnya. Ali datang atas permintaan papa Prilly. Ali tidak menolak akan itu, justru ia merasa bahagia karena papa Prilly selalu melibatkan dirinya dalam hal apapun yang papa Prilly kerjakan seperti pembuatan restoran ini.
"Terlihat mewah dan juga elegan. Enak di pandang. Sangat bagus!" puji Ali sambil melihat sekeliling ruangan tempat karyawan.
"Mendengar pujianmu, om jadi tidak sabar menanti peresmian pembukaan restoran ini."
"Tujuh hari lagi. Tidak terlalu lama, om."
"Benar katamu. Oh iya, di dalam ada Prilly. Temui dia, om lihat raut wajahnya yang murung dari kemarin. Sepertinya dia ada masalah."
Ali terdiam. Ia mencerna perkataan papa Prilly. Entah dapat pemikiran darimana, Ali merasa penyebab Prilly seperti apa yang dikatakan papanya adalah dirinya. Ia merasa bersalah akan itu. Andai saja kemarin Prilly tidak datang ke kantornya. Mungkin Prilly tidak tahu apa-apa tentang masalahnya dengan Gladys. Tidak ada pilihan lain, tanpa sepatah katapun Ali menuju tempat dimana Prilly duduk sendiri sambil menatap kosong ke depan.
Hati Ali terasa nyeri melihat Prilly yang duduk diam tanpa melakukan apapun. Perlahan Ali mendekati Prilly.
"Ngapain?" Ali mengambil duduk di kursi kosong yang berhadapan dengan Prilly. Prilly nampak kaget melihatnya. Ia tersenyum kecil akan itu.
"Ali." kaget Prilly.
"Ngapain disini sendirian?" tanya Ali lagi.
Prilly tersenyum kecil sebelum mengalihkan tatapannya dari Ali. "Nyantai." jawabnya ringan.
Ali mengangguk. Prilly sedang berbohong kepadanya dan ia akan berencana membuat Prilly melupakan kejadian kemarin.
Ali meraih tangan Prilly dan mengecupnya cukup lama.
"Maaf soal kemarih. Aku harap kamu percaya sama aku."
"Aku percaya sama kamu. Tapi aku butuh bukti." Prilly tersenyum menenangkan dan mengusap pipi Ali.
"Secepatnya bukti akan aku kasih ke kamu."
"Aku tunggu itu."
Ali dan Prilly melempar senyum. Tetapi senyum itu tak berlangsung lama karena tiba-tiba saja terdengar keributan dari depan. Langsung saja Ali dan Prilly berlari ke depan dimana asal keributan itu.
"Ada ap....," perkataan Prilly langsung saja terhenti setelah mengetahui sumber keributan terjadi.
Disana. Seorang wanita yang mampu membuat Ali meradang, berdiri di depan papa Prilly dengan mata yang memerah karena emosi. Siapa lagi kalau bukan Gladys.
"Oh, jadi bener dugaan aku kalau kamu ada disini sama perempuan yang udah ngambih kamu dari aku." Gladys berjalan mendekati Ali dan Prilly yang berdiri tak jauh darinya.
"Jangan sekali-kali lo berani nyentuh Prilly!" sergah Ali cepat ketika Gladys melayangkan tangannya hendak menampar Prilly.
Gladys menyunggingkan senyumnya. "Jadi, nama dia Prilly. Cukup menarik! Tapi sayangnya, orangnya kayak ... bitch!"
Plak
"Aws...."
Ali dan Prilly sama-sama terkejut ketika papa Prilly menampar Gladys membuat perempuan tidak tahu diri itu meringis merasakan sakit di pipinya.
"Berani-beraninya kamu mengatai anak saya. Berkacalah dirimu itu siapa. Setidaknya anak saya jauh lebih baik daripada kamu yang hamil tanpa tahu siapa ayah dari anak yang kau kandung itu." sentak papa Prilly tajam penuh penekanan.
Sama-sama tidak terima. Papa Gladys ikut angkat bicara. "Tutup rapat-rapat mulut anda! Anak saya tidak seperti apa yang anda pikirkan. Kalau saja Ali tidak menculik anak saya, mungkin kejadiannya tidak seperti sekarang. Ali, lelaki itu brengsek. Berani berbuat tetapi melupakan tanggung jawab." ujar papa Gladys menggebu-gebu.
"Ali?" kejut papa Prilly menatap papa Gladys tidak percaya.
Detik itu juga rasanya Ali ingin mencekik papa Gladys. Ia tidak bohong jika sekarang sekujur tubuhnya gemetar. Papa Gladys sudah menghancurkan semuanya.
"Benar itu, Ali?" tatapan papa Prilly sepenuhnya menatap Ali. Terkejut, pasti.
Ali hanya diam. Ia benar-benar merasa bersalah ketika melihat sorot mata papa Prilly yang memancarkan kekecewaan yang begitu dalam padanya.
"Maaf, om." Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia benar-benar merasa bersalah.
"Lihat! Ali saja mengakui kesalahannya." mama Gladys yang dari tadi diam akhirnya membuka suara, membuat suasana semakin menegang.
Jangan tanyakan lagi bagaimana reaksi Prilly. Air mata tidak dapat lagi ditahannya. Ia marah tetapi ditahannya. Ia kecewa tetapi tidak bisa menyerukan kekecewaannya. Sebab, ia telah berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan selalu sabar menghadapi cobaan yang menghampirinya, seperti sekarang.
Akhirnya yang Prilly lakukan adalah menyaksikan kegaduhan di depan matanya dengan berdiam diri dan lelehan air mata. Menahan semua gejolak yang membuncah.
"Om kecewa sama kamu, Ali." nada suara lirih penuh penekanan membuat dunia Ali runtuh dalam hitungan detik.
"Tapi semua sia-sia."
Suara itu berasal dari ambang itu. Membuat semua menoleh ke asal suara. Ali membelalakan matanya saat tahu siapa pemilik suara itu.
Dikit? Emang :v
VOTE dan COMENTnya dong!❤😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair With You [Season2]
Dragoste#BJPW "Aku kembali untuk memperjuangkan apa yang seharusnya aku perjuangkan." _Ali Alkhatiri_ Sebuah pengorbanan yang terpaksa harus di lepas karena suatu kejadian di masa lalu. Ali, yang memilih pergi meninggalkan Prilly dalam keterpurukan. Hingga...