°Dua Puluh Empat_ Really?°

3K 359 43
                                    

Percayalah. Jika sudah waktunya, semua akan terasa begitu menyenangkan.

_Affair With You_


Ali menahan nafas ketika melihat kedua orang tuanya, adiknya, dan juga Zaki ---sekretarisnya di kantor luar negeri--- berdiri di depannya. Ia melihat mamanya menatap Gladies dengan tatapan yang tak terbaca. Lalu menatap papanya yang tersenyum penuh arti kepadanya. Terakhir ia menatap Zaki yang tersenyum misterius. Ada apa? Pikirannya bertanya-tanya. Terlebih ketika Zaki menyela perkataan papa Prilly barusan. Sebenarnya, apa yang Zaki maksud dengan sia-sia? Kenapa ia merasa akan terjadi sesuatu setelah ini?

"Gak usah tegang-tegang." celetuk Rassya yang baru masuk di ikuti Nichol yang membawa setumpuk berkas dan juga laptop diatasnya. Apa maksudnya?

"Huh...berat." keluh Nichol dan meletakkan barang-barang yang dibawanya ke meja yang terhalangi tubuh Gladies.

"Permisi. Jangan jadi patung pancoran, gue mau letakin barang-barang gue ke meja di belakang lo. Jangan geer dan jangan harap gue bakal cipika-cipiki sama lo." seru Nichol menatap Gladies dengan tatapan mengejek dan sedikit mendorong tubuh Gladies ke samping membuat sang empu megaduh kesakitan.

"Lebay. Gue gak dorong lo terlalu kasar. Keliatan banget cari perhatian. Perhatian kok dicari, bukannya cari pahala. Dasar manusia." desis Nichol menatap Gladies tajam.

"Jangan berani-berani kamu dengan anak saya!" sentak mama Gladies menarik lengan baju Nichol yang hendak mendekati Rassya.

"Maaf dan Sorry. Ini baju tiga puluh menit yang lalu balik dari laundry dan masih ngutang sama mbak laundy-nya. Jangan sampe kusut. Jadi, jauhkan tangan anda yang kukunya belum dipotong ini dari baju saya." celetuk Nichol mengibaskan tangannya.

Mama Gladies mendengus kesal. Ditambah lagi dengan tawa Rassya yang menggelegar membuat wanita paruh baya itu malu.

Nichol terkikik geli dalam hati. Apalagi ekspresi mama Gladies membuatnya puas karena secara tidak langsung mempermalukan wanita itu.

Suasana yang awalnya sedikit mencair karena lawakan garing dari Nichol mendadak kembali tegang. Apalagi Zaki yang mendekati Ali. Meskipun Zaki tersenyum, Ali tetap merasa tidak enak dengan senyuman Zaki. Ia merasa, ahh..sudahlah.

"Lama tidak bertemu dengan atasan saya yang sangat baik hati ini." Zaki menepuk pelan bahu Ali dengan tawa renyahnya.

"Zaki, ngapain kamu disini? Bukankah sekarang kamu saya tugaskan untuk menghadiri rapat di Hawai?"

Zaki menggaruk tengkuknya dengan cengiran yang memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Saya over ke Jamal, sekretaris dua."

Ali melotot. "Saya mempercayakan kamu, bukan Jamal!"

"Maaf, bos. Saya rasa keselamatan anda jauh lebih baik." jawab Zaki dengan tatapan serius.

Ali tertegun. Keselamatannya? Apa maksudnya?

Zaki tertawa renyah, mengerti dengan arti tatapan Ali. Lalu matanya menatap Gladies sebelum berkata, "Hei. You are so hot and very beautiful."

Lalu tatapan Zaki sepenuhnya mengarah kepada Gladies. "Ah, kamu pasti ingat dengan nada suara seperti barusan, bukan?"

Semua melihat dengan jelas perubahan ekspresi Gladies. Hal itu tidak lepas dari pandangan Zaki, terutama Ali. Ali merasa ada yang janggal. Gladies seolah takut dan gugup saat Zaki mulai membuka suara. Ada apa sebenarnya?

Zaki kembali tertawa. Ali heran, ada apa dengan sekretarisnya ini? Mendadak gila?

"Saya sangat senang dan bangga karena bisa bekerja di perusahaan anda. Anda sangat baik kepada semua karyawan, terlebih kepada saya. Tapi satu hal yang membuat jiwa hitam saya muncul ke permukaan dan berakhir dengan masalah yang melibatkan anda. Saya sangat menyesal akan itu, Pak Ali." Zaki berkata dengan tatapan serius dan menatap Ali penuh rasa bersalah.

Affair With You [Season2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang