°Dua Puluh Enam_Together°

3.5K 369 21
                                    

Meyakinkan hati lebih sulit daripada berpikir positif.

-PRILLY-

Satu minggu setelah Prilly resmi menyandang status tunangan Ali. Sekarang, Prilly nampak fokus dengan usahanya, impiannya sejak kecil yang baru tercapai sekarang. Membuka toko buku dan hanya memperkerjakan enam orang, itulah impiannya. Dan tentunya yang menjadi heronya adalah Ali. Ali benar-benar menjadi idaman. Ia hanya mengutarakan isi hatinya, maka keesokan harinya sesuatu yang tak terduga terjadi. Dan itu semua Ali'lah dalangnya.

Jika ditanya apakah ia bahagia atau tidak? Maka, dengan tegas ia mengatakan jika kebahagiaan yang ia rasakan tidak dapat diukir melalui kata-kata. Ekspresi saja tidak cukup. Demi apapun, ia sangat bahagia. Tidak tahu lagi harus dengan apa mengekspresikan kebahagiaannya.

Waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Toko buku miliknya sementara di tutup karena sudah saatnya semua karyawan beristirahat dan tentunya menunaikan ibadah shalat dzuhur. Satu menit yang lalu Ali menghubunginya dan memberitahu jika Ali akan makan siang bersamanya di toko.

Sekarang ia tengah menata rantang yang baru saja adiknya antar untuk makan siangnya. Beruntungnya adiknya membawakan makan siang yang banyak sehingga cukup untuk ia dan Ali.

Selang beberapa menit ia selesai dengan kegiatannya, klakson mobil terdengar. Tanpa diberitahu lagi ia sudah tahu siapa pemilik mobil hitam mengkilap itu.

Senyumnya mengembang ketika Ali turun dari mobilnya dengan membawa bungkus plastik bening yang terdapat logo toko kue kesukaannya. Entah kenapa setelah melihat apa yang Ali bawa, perutnya semakin berdisco minta diisi.

"Masuk, yuk." Ali membelai rambut Prilly dengan senyum lebar yang tersungging di bibir merah mudanya.

"Yang punya toko siapa, yang sok siapa." cibir Prilly dengan nada kesal dibuat-buat yang mendapat kekehan dan cubitan kecil di pipi chubbynya.

"Makin cantik, deh, kalo lagi cemberut. Tapi, lebih tepatnya cantik rasa jelek."

Prilly menautkan alisnya bingung. "Cantik rasa jelek? Kayak apa jadinya, tuh?"

Sambil membuka pintu ruangannya, Prilly menarik pelan lengan Prilly agar mengikuti langkahnya. Dan tentunya dengan pertanyaan yang sebelumnya yang belum Ali jawab.

Ali membuka jas dan dasi yang terasa mencekik lenernya dan melemparnya ke arah sofa yang kosong. Matanya menelusuri tiap makanan yang tertata rapi di meja. Aroma masakan yang lezat membuat perutnya menggonggong tak terkendali membuatnya meringis. Ditambah dengan kekehan Prilly yang membuatnya malu.

"Berapa tahun gak makan, pak?" ledek Prilly.

"Sama kayak gak ketemu kamu satu menit, rasanya tuh berat banget gak bisa nahan rindu."

"Maksudnya? Gak nyambung, deh." ujar Prilly.

"Di kasih isolasi aja biar nyambung, kayak kabel yang putus dan kayak orang pacaran yang putus langsung balikan."

"Lo rese kalo lagi laper." celetuk Prilly sambil menuangkan kuah sup ke piring Ali.

"Korban iklan, bu." sekarang giliran Ali yang mencibir.

Prilly terkekeh. Saat-saat seperti ini yang ia rindukan selama lima hari. Ali yang super sibuk dengan perusahaannya yang kian berkembang pesat membuatnya tidak ada waktu untuk bertemu dengannya. Meskipun sekarang dirinya menyandang status tunangan Ali, tetap saja ia merasa tidak enak hati bila harus memaksa Ali bertemu atau menghabiskan waktu dengannya.

Di sela-sela asiknya melahap ayam goreng dengan pendamping kuah sup dan saus tomat. Ali membuka percakapan yang tentunya membuat Prilly mendadak menghentikan kegiatan makannya.

Affair With You [Season2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang