°Sepuluh_Finally!°

3.8K 356 36
                                    

Shofi dan Silvia duduk beriringan di sebuah kursi besi panjang. Ekspresi keduanya berbeda-beda.

Tapi, yang lebih menjadi sorotan adalah ekspresi Silvia. Sedari tadi Rassya dan Nichol memperhatikan tiap ekspresi yang Silvia tampakkan. Berbeda jauh dengan ekspresi yang Shofi tampakkan.

Ada perbedaan pikiran antara keduanya, kesimpulan Rassya dan Nichol ambil.

Rassya menatap ke arah Shofi lalu menatap ke arah Silvia. Sangat jelas ada perbedaan antara keduanya. Entah apa itu. Yang jelas ada kaitannya dengan kejadian beberapa jam yang lalu.

Rassya menoleh ke arah sampingnya, dimana retina matanya mendapati Nichol yang menatapnya. Nichol menyikut lengannya. Tatapan penuh tanya Nichol lempar ke arahnya.

Perlahan, Nichol merapatkan dirinya ke Rassya. Nichol mendekatkan bibirnya ke arah telingan Rassya, berbisik.

Rassya mendelik, menaikkan kedua bahunya pertanda ia tidak tahu. Sebagai jawaban dari bisikan Nichol yang bertanya ada apa dengan Shofi dan Silvia.

"Bagaimana keadaan kakak saya, dok?"

Melihat Shofi yang berdiri dan langsung melempar pertanyaan kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari sebuah ruangan yang bernama UGD itu. Sontak Rassya dan Nichol melangkah mendekati Shofi yang berdiri berhadapan dengan seorang dokter yang berparas tampan dan muda itu.

Dokter yang diketahui bernama 'Fikri Asshabil' itu melempar senyum ramahnya ke arah Shofi yang menampakkan ekspresi cemasnya.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Pasien baik-baik saja. Tetapi, psikologis pasien terganggu. Pasien mengalami trauma berat." ucap dokter Fikri dengan ekspresi kalut, seolah merasakan apa yang Shofi rasakan.

Tubuh Shofi hampir saja melorot ke lantai jika saja tidak ada Rassya yang menahan tubuhnya. Tatapan matanya menjadi nanar. Apa yang disampaikan dokter Fikri mampu membuat air matanya meluruh.

"T--trauma, dok."

Dokter Fikri mengangguk, "Iya, pasien butuh sesuatu yang bisa membuat pasien melupakan kejadian buruk yang menimpanya."

"Iya dok, terima kasih." ujar Rassya yang masih mendekap tubuh Shofi yang tengah kalut.

"Iya, sama-sama. Kalau begitu, saya permisi." pamit dokter Fikri sambil menatap Shofi.

"Iya, dok." jawab Rassya dengan nada ketusnya. Tatapan tak suka ia berikan kepada dokter Fikri. Bagaimana tidak suka, dokter Fikri saja mampu membuatnya merasa api cemburu. Secara terang-terangan dokter Fikri menatap Shofi penuh kagum. Ia tidak mau jika dokter Fikri menaruh perasaan kepada Shofi. Tidak akan! Semua tidak akan terjadi.

Sepeninggal dokter Fikri, Rassya menuntun Shofi untuk menduduki kursi besi panjang yang ada di belakangnya. Diusapnya bahu Shofi yang bergetar akibat isakan tangisnya.

Lagi, sesuatu yang mengganjal dirasakan oleh Rassya. Matanya melirik Silvia yang masih tetap pada posisinya, duduk. Hanya tatapan mata Silvia yang terus tertuju ke Shofi.

Beda dari biasanya. Silvia yang biasanya selalu sigap jika ada sesuatu yang terjadi dengan Shofi. Tapi sekarang semua berbeda, sangat berbeda dari biasanya.

Bukan hanya Rassya yang merasakan ada yang janggal. Nichol, pun, juga merasakannya. Nichol berdiri, bersandar pada dinding dekat kursi yang diduduki Rassya, Shofi, dan Silvia. Pikiran Nichol tertuju pada kejadian beberapa jam yang lalu.

Pikirannya berkata jika keterdiaman Silvia ada hubungannya dengan kejadian beberapa jam yang lalu.

"Nichol." seru Rassya.

Affair With You [Season2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang