Part of Elvina

5.5K 222 0
                                    

     Sedangkan di kamar Rovin, Elvina tenah menata bantal di sofa. Pikirnya, ia tidak mungkin satu ranjang dengan suaminya itu.

         "Assalamualaikum," salam Rovin.

        "Waalaikumsalam," jawab Elvina sambil bangkit.

         Di wajah lelaki yang baru masuk ke kamarnya itu menyirat keheranan, "kenapa kau menata sofa?" tanya Rovin, tentu saja Elvina sudah menduganya.

          "Terus aku harus tidur dimana? Apa aku harus tidur denganmu Vin?" tanyaku.

          "Apa maksudmu?" Rovin malah balik bertanya.

         "Aku tak akan memaksamu, tuk tidur bersamaku. Aku tahu kau mencintai Nadhira, dan kau tak mungkin bisa tidur bersamaku. Pernikahan kitapun atas paksaan nenekmu dan nenekku." Air mata Elvina jatuh.

        Rovin mendekati ku, "sttt... jangan nangis El," lirihnya menenangkan.

         "El, aku memang mencintai Nadhira, tapi itu dulu. Sebelum kau menjadi sitriku, kou sekarang adalah masa depanku, dan Nadhira adalah masa laluku," lanjutnya.

          "Hiks... aku tak percaya atas ucapanmu" tegas Elvina. "Dan aku takan pernah memaksamu tuk mencintaiku, kau menikahiku tuk nenekku itu sudah cukup," ujarku.

          "El, percayalah, mungkin aku belum bisa melupakan Nadhira sepenuhnya, tapi aku akan berusaha untukmu. Bagaimanapun juga dia cinta pertamaku, dan kau istriku," kata Rovin.

     Mendengar perkataan Rovin ada asa rak rela di hati Elvina. "Vin, aku menghargai perasanmu. Tapi kuo menikahiku karna terpaksa, bukan cin-"

       Rovin menempelkan bibir dinginnya pada bibir mungil hangat Elvina, membuat wanita itu menghentikan kalimatnya. Entah dorongan nafsu, atau memang ia sudah mulai mencintai wanita itu. Rovin sampai menyentuh bibir istrinya.

       Rovin melepaskan ciumannya, dia melihat pipi istrinya yang sudah bersemu merah.

       "El, kuharap kau mendukungku untuk move on pada Nadhira. Dan jadi penggantinya," lirih Rovin. Elvina menunduk malu, tak sanggup dengan jantung yang terasa tak beraturan itu.

***

        Elvina bangun di tengah malam, dengan perasaan tak karuan. Lengan Rovin mengalung di pinggannya, dia mengingat bagaimana Rovin menyebutkan Nadhira di depan semua keluarganya.

        Flash back on

       Waktu itu Elvina di ajak untuk pergi ke sebuah restoran bersama nenek. "El, kamu ikut nenek ya?"

         "Kemana nek?" tanya perpuan berjilbab kuning itu.

        "Kita akan pergi menemui sahabat lamaku," jawabnya.

        "Baik nek."

        Elvina dan neneknya pergi dan tak lama di jalan, sesampainya di sana, aku melihat sebuah keluarga yang amat bahagia.

       "Assalamualaikum," salam nenek kepada mereka.

        "Waalaikumsalam."

        "Elvina? wah kamu cantik sekali," puji seorang wanita yang seumuran dengan nenek.

         "Terimakasih."

         "Anggun ya bu," kata wanita di sebelahnya.

          "Iya."

          "Assalamualaikum," salam seorang laki-laki, Rovin?!

        "Waalaikumsalam," jawab kami. Rovin menyalami satu persatu dan tersenyum ke arah Elviana.

        "Ada apa nek manggil aku ke sini?" tanya Rovin.

        "Nah mumpung semua sudah datang mari kita mulai acaranya?" kata nenek itu.

         "Jadi kenapa kami mengumpulkan kalian disini untuk... membahas perjodohan Rovin dan Elvina," kata nenekku.

         "Apa?" Rovin kekihatan syok.

      "Apa maksud semua ini? Aku mau di jodohkan dengan Elvina?  Bagaimana dengan Nadhira?" lanjut Rovin.

       "Nadhira?" tanya nenek itu, mungkin neneknya Rovin.

       "Iya nek, aku mencintainya" jawab lelaki itu.

     Jujur aku mencintai doktor Rovin, tapi kalau kami harus bersatu dengan adanya hati terluka, aku tak bisa. Batin Elvina.

        "Itu salahmu, kenapa kau mencintai Nadhira?" marah nenek Rovin.

        "Salah? Salah bila aku melabuhkan hati? salah jika Nadhiralah yang terpilih?" Rovin kecewa.

        "Nak tak ada yang salah, namun takdirmu adalah Elvina," kata nenek itu.

        "Nek, aku tak ingin menikah dengan orang yang tak mencintaiku," ujarku pada nenek.

       "Nak, cinta itu akan mengikuti."

        "Tidak nek, aku tak akan menikahi dia yang bukan untukku," tolak Elvina.

       "Nak, Rovin adalah takdirmu, yang di guratkan dalam hidupmu," kata nenek Rovin.

         "Nek, jangan paksa kami?" mohon Elvina.

           Setelah itu Rovin pergi dari tempat itu, namun besoknya ia mengkhitbahkan Elvina. Awalnya Elvina menolak, namun neneklah yang menjawabnya.

Flash back of

Elvina membalikan tubuhnya, menghadap ke Rovin. Dalam benaknya dia masih bingung, apa Rovin sudah melupakan Nadhira, atau dia tak ingin menyakiti hati Elvina?

    Tangan Elvina menyentuh wajah bersih milik Rovin, membelai dan sesekali berhenti takut membangunkannya.

        "El?" Rovin memanggil Elvina dengan mata mengedip-ngedip.

        "Ya?"

        "Kenapa kau bangun?" tanya Rovin.

        "Em... enggak."

        "Enggak bukan jawaban."

        "Eh, iya aku terbangun. Bahkan ku tak bisa tidur. Entahlah, aku masih tak paham dengan semua ini."

      "Kalau begitu pahamilah."

💎💎💎

Assalamualaikum semua... hay hay!!!
Makasih yah sudah setia baca Catatan Nadhir, semoga kalian suka dengan ceritanya.
Terimakasih banyak yang sudah memdukungku, dengan cara membaca, memvote dan ataupun mengcomen.

Nadhira [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang