Merah tomat

6.7K 305 1
                                    

       Aku memasuki ruang les, di sana ada anak yang membuat ku terkejut, Reza. Bukan itu saja yang membuat ku kaget, tapi di sini ada Dokter Rovin.

        "Za, kamu les disini?" aku berjalan mendekati meja yang di dudukinya.

       "Iya kak, kan kata Dimas teman ku kakak guru les disini," jawab anak kecil itu.

        "Em maaf, Pak kenapa ada di dalam sini?" tanya ku pada Rovin.

       "Iya maaf, tapi ini keinginan Reza, dia takut saya pulang duluan. Dan lagi saya sudah mendapat izin." Jawab Rovin, aku hanya bisa pasrah dengan kondisi jantung ku yang selalu berdetak lebih cepat saat melihatnya.

       Aku mulai mengajarkan anak-anak. "Apa ada yang mau di tanyakan?" aku menyimpan buku di meja.

         "Saya," di belakang sana Rovin mengacungkan tangannya. Ya ampun derama apa lagi ini? Dengan malasnku paksakan senyumku.

        "Em maaf tapi saya bertanya pada anak-anak Pak," ku tangkupkan tangan di depan dada.

       "Gak bisa gitu dong bu, kan kata ibu siapapun boleh bertanya. Dan kakak yang disana mau bartanya," Dimas menunjukan Rovin.

        "Tapikan yang belajar di ruang ini antara ibu dan kalian ini, bukan Pak Rovin yang ada di belakang sana." Kata ku sambil membenarkan jilbab.

       "Gak bisa gitu dong bu, secara kakaknya Reza ada di ruangan ini."

       Mampus! Kulihat Rovin menaik turunkan alisnya di belakang sana. "Em baik kalau bagitu, silahkan." Entah kenapa ini rasanya menyebalkan. Duh semoga pertanyaannya tidak aneh-aneh, batin ku.

        "Bu, apa saya ganteng menurut ibu?"

      DUAR!!! Pertanyaan macam apa itu. Ih, ampun. Aku meneguk ludah dengan kasar. Sungguh menyebalkan laki-laki itu. Dasar gak tau malu. Masa bertanya yang kayak gitu coba.

      "Kok ibu malah diem? Jawab dong bu," tanya Devana, aku hanya tersenyum.

      "Baik anak-anak apa ada lagi yang mau di tanyakan?" ulang ku. Siapa juga yang ingin menjawab pertanyaan yang membuat aku down jika menjawab.

       "Maaf bu, kok pertanyaan kakak itu gak di jawab? Ibu harus adil dong bu, ibu gak boleh membeda-bedakan orang," Mila bangkit dari kursinya.

       "Iya bu, jangan mentang-mentang ia bukan murid ibu." Jastin ikutan mendesak. Ku kembungkan pipi tanda kalau aku kesal.

       "Baik ibu akan jawab, begini pak, semua laki-laki itu ganteng. Kecuali perempuan, cantik," jawab ku.

        "Tapi bu saya bukan ingin jawaban yang logis di mata banyak orang, saya ingin jawaban di hati ibu dan di mata ibu." Lagi-lagi Rovin ngerjain aku. Mantap!

          Duh kesel, gusti kudu kumaha abdi. "Nah gimana bu?" desak Mila.

         "Menurut saya..." kalimat ku menggantung. Kalau jawab 'iya' nanti disangka apa. Kalau jawab 'enggak atau biasa aja!' nanti disangka saya gak normal, toh Rovin kan ganteng, hhe... astagfirullah.

      "Gimana bu?" tanya Reza, "kakak ku gantengkan? Masa enggak sih bu," lanjutnya.

       "Hm iya, Pak Rovin emang ganteng."

       "Cie... bu Nadhira jatuh cinta," sorak anak-anak. Kulihat Rovin tersenyum jahil ke arah ku.

       "Jadian nih," ujar Mila.

       "No Mila, akad sekalian," bantah Reza yang membuat ku ingin pingsan di tempat.

"Betapa bahagianya hati ku saat
Ku duduk berdua dengan mu
Berjalan bersamamu
Menarilah dengan ku"

Nadhira [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang