42. Mengutarakan

5.4K 317 24
                                    

            Ardhi berjalan ke ruangan Nadhira. Hari ini wanita itu di bolehkan pulang. "Barang-barangmu sudah semua?" tanya Ardhi.

          "Hm, sudah," jawab Nadhira. Ardhi mengantar Nadhira pulang, bersama ibu Nadhira.

            "Maaf ya ngerepotin, abah soalnya ada urusan di kantornya," kata Nadhira.

           "Iya," Ardhi tetepa pokus pada jalan. Nadh, berbahagialah dengan Rovin. Semoga dia bisa mencintaimu sepenuh hati, aku tahu Nadh... ini menyakitkan bagimu ataupun bagiku... tapi aku yakin jika kamu adalah cinta sejatiku, kamu akan kembali kepadaku... sesulit apapun itu... karna sejatinya cinta itu melepaskan, bukan menggenggam erat. Kata Ardhi dalam hati.

           "Makasih ya," Nadhira turun dari mobil.

           "Iya, makasih ya Ardhi. Udah nganterin ibu sama Dhira," ucap ibunya Nadhira.

           "Sama-sama..." Ardhi tersenyum hangat, "Nadh apa aku boleh berbicara sama kamu?" tanya Ardhi.

            "Kalau begitu, ibu masuk duluan ya. Sekali lagi, makasih nak Ardhi," ibunya Nadhira masuk ke dalam rumah.  Ardhi dan Nadhira duduk di tangga. Mereka sama-sama menatap langit.

           "Kamu mau ngomong apa?" tanya Nadhira. Ardhi menghela nafas berat.

          "Apa kamu tahu Zulfa?" Ardhi balik bertanya.

          "Iya, ke-kenapa?" Nadhira gugup.

          "Kamu tau gak dia siapa?" tanya Ardhi lagi.

            "Dulu saat SMP adalah cewek tengil, yang sangat di benci oleh sang ketua osis tampan, ya kan? Karna ulahnya yang melebihi preman sekolah!" ujar Nadhira, menerawang kejadian dulu waktu masih SMP.

            "Hehe masih inget ternyata..." Ardhi juga ikut menerawang.

           "Emang kenapa?"

          "Kamu tahu?"

          "Tahu."

          "Hah? Aneh," Ardhi melihat ke arah Nadhira.

          "Hehe... canda."

          "Kamu tahu Nadh, dulu... saat kuliah aku ketemu sama Zulfa di Jerman. Dan ternyata wanita itupun kuliah di Jerman. Penampilannya begitu berbeda. Saat SMP, dia belum memakai kerudung. Tapi waktu aku lihat di Jerman, dia sudah memakai hijab." Ardhi menceritakan kisahnya di Jerman.

          "Lalu?"

         "Zulfa tumbuh menjadi gadis yang baik, dan tentunya bijak. Kata demi kata yang terdengar olehku... begitu memukau dan subhanallah." Ardhi menatap Nadhira. Sedangkan wanita itu seperti sudah tahu arah bicara Ardhi.

            "Kalian dekat?" tanya Narhira ragu.

          "Iya, kami dekat dan begitu akrab. Kami sering menghabiskan hari bersama, sampai akhirnya ada perlakuan dia yang membuat..." Ardhi menggantungkan kalimatnya.

          "Membuat kamu nyaman?" tanta Nadhira.

            "Aku gak tahu Nadh, ku kira..."

           "Kau kira cintamu masih sama untukku seperti dulu. Tapi... setelah datang Zulfa, cinta itu ternyata sudah beralih padanya. Begitu?" Nadhira memandang Ardhi.

            "Aku gak tahu Nadh, tapi rasanya saat Zulfa kembali ke Indonesia. Rasanya seperti ada yang kurang, sama seperti dulu saat aku pertama ke Jerman. Kehilangan sosok Nadhira..." Ardhi menunduk, merasa bersalah membohongi Nadhira, dan tentunya hatinya.

Nadhira [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang