Hujan

4.6K 210 2
                                    

    Aku berjan masuk ke rumah saat kevin sudah pergi. "Assalamualaikum" salamku.

     "Waalaikumsalam" sahut bi Inem, "aduh neng, kok basah gini" bi Inem menghampiriku dengan wajah khawatir.

"Neng, ayo cepat mandi nanti sakit" ujar bi Inem. "Iya bi"

Aku menaiki anak tangga demi anak tangga, dalam hati ku ingin mengubur dalam-dalam rasaku pada Rovin. Aku segera membersihkan diri.

Aku keluar dari kamar mandi dengan membawa handuk basah, ku lemparkan handuk itu ke ranjang cucian, lalu duduk di ranjang. Tangan ku meraih catataku, dan langsung meluapkan apa yang aku rasakan.

Oh Allah...
Apakah ini rasanya... rasa di mana melabuhkan harapan pada dia selain engkau... sakit ya rabb...

Oh Allah...
Apakah aku harus melupakannya?
Apa aku bisa melupakannya?
Melupakan detik-detik ku dengannya.
Dimana aku dan Rovin melewati hari-hari yang memabukkan.

Oh Allah...
Maafkan aku... tlah mengizinkan hati ku berlabuh.
Maafkan aku... karna aku tlah menyakiti hati ku sendiri.
Maafkan aku... maafkan...
Aku sudah bodoh dengan terlalu antipati, yang akhirnya simpati dan membiarkannya menjadi empati lalu jatuh hati...

Oh Allah...
Biarkan aku melepaskan rasa ini.

Ku dengar suara hujan semakin deras, aku bangkit dan berjalan menghampiri jendela. Ku buka jendela itu, dan duduk menghadap keluar jendela. Buliran-buliran air mata kini berjatuhan.

"Hujan... bantu aku, cara melupakan... tanpa harus membenci. Dan ajari aku hiks... cara melepaskan tanpa harus tersakiti... hiks" lirih ku dengan hati yang begitu tersayat.

"Neng... masya allah neng kenapa?" Bi Inem menghampiriku, ku peluk bi Inem, dia yang dulu selalu ada buatku saat ibu kerja.

"Neng, jangan nangis atuh" bujuk bi Inem. "A... aku hiks... gak- gak papa" sahutku terbata. "Neng... cerita kenapa kamu teh?"

Tak kuasa mengingat di mana Rovin memberikan. "Bi, aku ingin istirahat... hiks" aku berjalan dan merebahkan tubuh lemahku di atas lasur. "Kalau begitu bibi ke bawah ya neng" bi Inem mengelus kepalaku dan keluar kamar.

"Maafkan... aku hiks, tapi aku akan berusaha melupakan mu..."

Hanya petir-petir yang bergunturan, hujan seakan tahu kesedihanku.

💎💎💎

Rovin

Aku berjalan lesu ke arah dapur, mencari apapun yang bisa ku makan. Rasanya habis tenagaku, setelah debat dengan nenek, belum lagi Reza tak ingin menemui ku.

"Kak, katanya kakak mau nikah ya?"

Ku ingat kejadian tadi saat baru pulang ke rumah, aku duduk di meja makan sambil makan apel yang baru saja ku ambil dalam lemari ice. Lalu mengingat kembali serpihan-serpihan amarah Reza.

"Iya" jawabku sambil berjalan mendekatnya, Reza mencium punggung tanganku.

"wiih bentar lagi aku bakal jadi pager bagus tuh" kata Reza semangat. "Aamiin"

"Wah bentar lagi kak Nadhira akan tinggal di sini dong?"

Deg

Nadhira? apa Reza gak tau aku akan nikah dengan Elvina?.

"Kak?" panggil Reza menyadarkanku dari lamunan. "Eh, apa Za?" begonya aku malah balik bertanya.

"Kakak akan nikah sama kak Nadhirakan?" tanya lagi Reza. "Em... Za, kakak gak akakan nikah sama kak Na-"

"Kakak mau nikah sama siapa?. Reza gak akan restuin kalau kakak nikah sama orang lain" aku lihat Reza tanpak marah.

"Za, kakak gak akan nikah sama kak Nadhira. Kam-"

"Gak akan nikah sama kak Nadhirah hah?. Kakak gak mikir gimana perasaan kak Nadhira?. Kalau kakak emang gak niat buat ngehalalin kak Nadhira, kak Rovin gak usah buat kak Nadhira melayang dan menjatuhkan seperti ini"

Kata-kata Reza seperti tamparan kecil bagiku. "Za-"

"Reza gak mau ngomong lagi sama kakak" adikku berjalan menjauhiku menuju kamar.

"Den?" panggil bi Ijah yang menyadarkan ku dari lamunan. "Eh bi, ada apa bi" kata ku, apel yang ada di genggamanku masih satu gigitan. "Den kok melamun?" bi Ijah itu seperti nenekku, dia mengasuhku sejak kecil bersama ibuku. "Tidak apa, em bi aku ke atas dulu" aku berjalan menaiki tangga dan masuk ke kamar.

Aku duduk mengahadap keluar jendela yang sedang hujan lebat. Rasanya aku Seperti orang jahat, menyakiti banyak hati di sini.

💎💎💎

Terimakasih para pembaca... jangan lupa vote and comen

Nadhira [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang