39. Tentang Rasa

5.1K 316 26
                                    

         Nadhira

        Aku terbangun, melihat sekeliling. Masih di rumah sakit. Aku tersenyum miris, mengingat semua yang tlah terjadi. Mataku memanas, mengingat kejadian dulu, saat Rovin memberikan undangan pernikahannya bersama Elvina. Ku pegangi dada, yang mulai sesak kembali. Air mataku sudah mengalir. Lalu, pikiranku melayang, bagaimana membara hati ini saat Kevin mengatakan akan menikahi Amanda. Lalu bagaimana dengan janjinya denganku.

         "Hiks..." hanya suara tangisan yang ku dengar. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya air mata, yang kini berbicara. Meluapkan semua lelahku akan cinta. Pikiranku juga melayang pada Ardhi, sosok yang kini menjadi teka-teki. Apa aku masih mencintai lelaki itu?

          Saat datangnya Rovin, disana aku menemukan rasa baru. Dimana aku melepaskan rasa pada Ardhi, sesak, semakin erat ku letakan tangan didada. Kenapa dulu aku bisa oleng? Kenapa dulu aku melepas cinta kepada Ardhi? Kenapa ya Rabb, engkau izinkan hati ini berlabuh pada Kevin?

           Kevin? Sungguh kejam dirinya. Sudah tahu dia punya Amanda, kenapa dia membuat janji denganku. Kenapa dia membuat aku nyaman?

           Bodoh! Aku bodoh, aku terlalu percaya akan cinta. Kenapa aku bisa terjebak oleh Kevin? Kenapa Kevin berjanji denganku, sedangkan ia sebenarnya sedang menunggu Amanda, gadis jatuh cintanya.

             Ya Rabb, kau begitu hebat. Membuat sekenario ini. Dan kenapa aku harus jatuh ke dua kalinya? Kenapa aku harus meninggalkan cinta untuk Ardhi?

          Rasa ini seakan mati...

         Aku tak tahu isi hatiku, entahlah yang ku rasakan adalah sakit. Karna untuk kedua kalinya aku jatuh. Dan dengan bodohnya aku melepas rasa pada Ardhi. Aku pikir, perasaannya kepadaku hanya sebatas sahabat.

          Ardhi? Kenapa engkau kembali? Kenapa kau tak menghilang saja selamanya? Kenapa harus kembali, dan datang mengatas namakan cinta? Kau tahu, itu membuatku sangat bersalah!

            "Hiks..." ku gigit bibir bawa. Ku pegangi dada yang sesak. Ku pejamkan mata, yang semakin panas.

            "Ya... Rabb... ha-harus apa aku?" begitu tanyaku. Tak mampu berbuat apa-apa aku sekarang. Aku terlalu takut untuk melangkah lagi. Karna aku terlalu bodoh, aku mengabaikan orang yang sibuk mencintaiku. Aku malah sibuk mencintai orang, yang jelas-jelas tidak mencintaiku.

           Sudah dua kali, aku mencintai orang yang jelas-jelas mencintai orang lain, bodoh! Biarlah waktu yang berkata, aku sudah lelah untuk melangkah.

            "Assalamualaikum," salam Ardhi.

           "Waalaikumsalam," jawabku. Lelaki itu masuk, dan berjalan ke arahku.

         "Kamu nangis Nadh?" tanya Ardhi.

        "Enggak!" ucapku sambil duduk, dan ku hapus air mata ini.

         "Jangan bohong Nadh," kata Ardhi.

          "Siapa yang bohong aku, atau kamu?" tanyaku dengan nada marah.

           "Aku, aku bohong apa?" tanya Ardhi heran.

           "Kamu tuh udah bohong, ngelanggar janji lagi!" sinisku.

            "Apa maksudmu? Aku tak mengerti?" kata Ardhi.

            "Apa?! Kamu tak mengerti?! Ahahaa..." aku tertawa dibuat-buat.

            "Nadh? Tolong jelaskan kepadaku?" pinta Ardhi.

           "Yang ada kamu yang jelasin ke aku. Jelasin kenapa kamu mencintaiku? Kenapa kamu melanggar janji? Bukankah dulu kamu bilang, diantara kita tak boleh saling jatuh cinta!" tegasku, air mataku tak dapat lagi dibendung.

           Ardhi bungkam.

          "Jawab Dhi?" aku tak lagi sabar.

          Ardhi diam.

         "ARDHI KAMU BOHONG, DULU KAMU BILANG KAMU GAK CINTA AKU. NYATANYA KAMU CINTAKAN?" aku tak dapat lagi mengintrol diri.

           Ardhi hanya diam

          "KENAPA KAMU MELANGGAR JANJI, BAHWA DIANTARA KITA TAK BOLEH JATUH CINTA. KITA HANYA SEBATAS SAHABAT, TAK LEBIH DARI ITU BUKANKANKAH DULU KAMU YANG BILANG KAYAK GITU?" marahku memuncak.

             Ardhi tetap diam.

             "Kenapa hiks... kenapa Dhi... hiks kenapa kamu membuat aku merasa bersalah?" ku pukuli dada Ardhi, dengan sisa tenagaku.

           Ardhi memegang kedua tanganku, mendekap diriku. Kudengar detak jantung Ardhi yang tak beraturan.

           "Dengarkanlah," lirih Ardhi. Kini giliranku yang diam, dalam isakan tangis. Dalam dekapan Ardhi.

            "Aku tak tahu, kenapa aku bisa mencintaimu. Gadis yang slalu ingin ku jaga. Aku tak tahu kenapa aku mencintai gadis cengeng, bawel, manja, sepertimu..."

💎💎💎

Jangan lupa vote dan comen

Maaf dan terumakasih

Nadhira [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang