Adel, Lina dan Mika menyusuri koridor sekolahnya seraya membawa beberapa buku yang baru saja diambil dari perpustakaan. Seperti biasa, Adel mengenakan kacamata bulat dengan rambutnya yang dikepang dua. Hal ini tentu menarik perhatian murid-murid yang berpapasan dengannya.
“Liat tuh ada si cupu! Sok banget ya berasa kayak ratu aja.”
“Iya betul. Nggak tau malu banget dia! Harusnya pindah sekolah aja!”
“Bikin malu sekolah aja! Jijik gue liatnya.”
“Heran deh, kenapa guru-guru pada seneng sama tuh cewek? Geli tau, ewh!”
Sepanjang koridor banyak sekali murid yang menghina dirinya. Tetapi, Adel tidak menggubrisnya. Ia sudah terbiasa dengan hal-hal semacam ini bahkan hampir setiap hari. Bagaimana ya jika murid-murid disini tahu kalau dia adalah putri tunggal dari pemilik sekolah? Mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Tidak akan ada orang yang berani mengganggu Adel.
Tiba-tiba tanpa diduga ada seseorang yang menyandungkan kakinya sehingga Adel terjatuh dan buku-bukunya berserakan di koridor. Murid-murid disana hanya bisa menertawakan nasib malang Adel.
“Bwaahahahaha! Makanya jangan sok lo!” ejek cowok yang rupanya adalah pelaku pembuat Adel terjatuh.
“Hahaahaa apes banget dah!”
Adel hanya diam tak membalas, tangannya mengumpulkan buku-buku yang terjatuh di lantai. Lina membantu sahabatnya itu berdiri sementara Mika menatap tajam cowok yang barusan berulah. Bukan. Bukan hanya cowok itu saja tapi semua murid yang sudah menghina Adel tadi.
“Awas lo semua! Bakal gue bales,” ancam Mika penuh penekanan. Tatapan matanya berkilat amarah, ia hanya tidak suka melihat perlakuan tidak adil ke sahabat baiknya itu.
“Kalo mau bales sekarang aja, di belakang sekolah!” tantang seorang cewek dengan suara lantangnya membuat Mika mengepalkan kedua tangannya kuat.
Baru saja Mika ingin membalas perkataan cewek itu, tapi Adel menahan tangannya. “Gak usah diurusin, mending kita cepetan ke meja Bu Raisa. Udah ditungguin kan?”
Mika menghela napas panjang kemudian mengangguk. Benar kata Adel, tidak ada untungnya meladeni mereka. Yang ada masalah malah semakin besar. Lebih baik tidak usah mengurusi murid-murid itu.
“Huuu... penakut lo!” sorak riuh terdengar.
Adel dan kedua sahabatnya memilih mendiamkan suara sorakan itu. Terlebih Adel memasang wajah datar dan cuek andalannya. Sepanjang jalanpun masih banyak sekali murid yang menghina dan menyoraki mereka. Ralat, hanya Adel saja karena dialah yang paling mencolok.
Tokk.. Tok.. Tokk
“Silahkan masuk!” seru Bu Raisa dari dalam ruangan.
Adel membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan bersama dengan Lina dan Mika. Disana Bu Raisa terlihat sibuk dengan kertas-kertas yang bertumpuk di mejanya.
“Permisi bu, ini buku yang ibu minta,” ucap Lina menundukkan kepalanya sopan. Mereka lalu menyerahkan buku-buku yang sedari tadi dibawa.
“Makasih loh ya. Kalian memang murid andalan ibu!” Bu Raisa memuji dengan mengacungkan kedua ibu jarinya.
“Sama-sama bu. Kalo butuh bantuan panggil aja kami!” Mika bersemangat.
“Kalo gitu kami permisi ya bu,” pamit Adel membungkuk. Tapi, tidak ada senyuman di wajah cantik itu. Bahkan, ia tidak membalas senyuman dari Bu Raisa.
“Coba saja gadis itu senyum, pasti ia akan keliatan cantik. Yah, takdir tidak ada yang tahu pasti,” batin bu Raisa.
Tingtong... Tingtong... Tingtong
KAMU SEDANG MEMBACA
Andrian & Adelia
Romance{Completed} (Tahap Revisi) "Ayah ingin kalian berdua menikah." "APA? NIKAH?!! AKU GAK MAU MENIKAH SAMA DIA!!" teriak mereka berdua hampir bersamaan. Ayah mereka hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi keduanya. "Bagaimana pun juga Pah, Adel gak m...