Adel, Lina dan Mika tengah memilih makan siang di kantin. Mata Adel mencari kue kesukaannya.
“Del, lo mau makan apa?” tanya Mika.
“Biasa lah.”
Lina menggelengkan kepalanya, “Makan kue mulu, nggak gendutan apa kamu?”
Adel memegangi perutnya yang rata. “Nggak kok. Kemarin pas nimbang, berat badan aku nggak naik malah turun.”
“Justru itu lo harus kurangin makan kue. Nggak baik buat kesehatan,” ujar Mika.
“Ciee... perhatian,” goda Lina seraya menoel-noel pipi Mika.
“Gue nggak perhatian kok. Gue cuma nasehatin aja, lagian gue ini kan calon dokter masa depan.”
“Mana mungkin ada pasien yang mau sama dokter galak kayak kamu,” ejek Lina.
“Apa lo bilang?!”
“Udah-udah. Kita kan mau makan bukan berantem,” tegur Adel. Ia celingak-celinguk mencari kue keju kesukaannya.
Mata Adel berbinar saat melihat kue keju yang tersisa satu. Ia segera mengambil kue itu namun tangannya justru bersentuhan dengan tangan seorang cowok.
“Maaf,” ucap mereka bersamaan.
“K-Kamu?” Adel menunjuk wajah cowok di depannya.
“Lo lagi?! Ya ampun apa salah gue?Kenapa takdir sekejam ini sama gue? Kenapa harus ketemu sama nih balok es pembawa sial?” ucap Rian dramatis. Sepertinya ia ketularan Mirza.
“Apa?! Pembawa sial?!”
“Kenapa? Lo kan emang pembawa sial. Setiap ada lo, gue selalu kena sial.”
“Kok jadi aku sih?! Ini juga salah kamu tau!”
“Lo nyalahin gue?! Udahlah daripada berantem mending kuenya buat gue aja!”
“Enak aja! Jelas-jelas aku yang duluan ngambil!” Adel tak mau kalah.
“Tangan gue yang nyentuh duluan!”
“Itu tangan aku!”
“Adel udah nggak usah berantem,” Lina mencoba memberi pengertian. “Makan kue yang lain aja.”
“Nggak! Nggak mau! Itu kue kesukaanku!” rengek Adel.
“Ngalah aja kenapa sih? Kayak cewek lo,” bisik Mirza di telinga Rian.
“Gue nggak mau ngalah! Apalagi sama si balok es!”
Mirza dan William saling menatap kemudian menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Rian. Selalu saja Rian keras kepala dan tidak mau mengalah pada siapa pun.
Perkelahian Adel dan Rian menjadi pusat perhatian di kantin. Bahkan mulai ada yang bergosip tentang mereka.Rena dan gengnya datang ke kantin dan melihat pusat kerumunan.
“Ada ap—ya ampun elo lagi! Kenapa sih suka cari masalah?!” Rena mendorong tubuh Adel hingga terjatuh.
“Apa-apaan sih lo Ren?!” marah Mika. Ia mendorong dada Rena dengan telunjuknya.
“Harusnya lo ngasih tau temen lo itu buat jangan caper! Ya nggak temen-temen?!” seru Rena meminta pendapat murid-murid yang berada di kantin.
“Betul. Sok banget sih!”
“Nyadar posisi dong!”
“Cupu ya cupu aja! Nggak usah sok!”
Seketika kantin menjadi ricuh.
“Ada apaan nih?” Kenzie, sahabat Rian baru saja datang dari perpustakaan saat mendengar Adel terkena masalah. Ia membantu Adel berdiri.
“Lo gak papa?” Adel menganggukkan kepalanya.
Pakk
Sebuah kotak minuman mengenai kepala Adel.
“Pergi lo dari sini! Ganggu aja!” seru seorang siswi yang rupanya adalah pelaku yang melempari Adel.
“Pergi lo! Huuu...” Banyak murid mulai melempari Adel dengan sampah ataupun makanan dan minuman yang mereka pegang.
“Kalian semua apa-apaan sih!?” Kenzie mencoba melindungi Adel dari sampah-sampah dengan tubuhnya.
Rian tersenyum penuh kepuasan menatap Adel yang tak bergeming. “Liat? Semua orang gak ada yang nerima lo. Mending lo pergi deh, dasar b*tch!”
“Andrian! Jaga kata-kata lo!” seru Kenzie marah.
Rian memperhatikan Adel yang dari tadi hanya diam. Walaupun memakai kacamata, Rian bisa melihat mata Adel yang berkaca-kaca. Ada sedikit rasa bersalah muncul dalam dirinya.
Tentu saja Adel ingin menangis walaupun ia kelihatan cuek dan dingin karna Adel merasa sangat dipermalukan. Adel berasal dari keluarga berada, orang tuanya selalu mengajarkan sopan santun dan kebaikan padanya. Ia bukan wanita malam.
Adel langsung berlari meninggalkan kerumunan. Sorak riuh langsung terdengar di kantin.
“Adel!” panggil Lina dan Mika tetapi Adel tak mempedulikannya dan berlari menjauh.
“Brengsek lo!” umpat Mika. Ia dan Lina segera menyusul Adel.
“Rian kayaknya lo harus minta maaf deh,” ujar Mirza. Wiliiam mengangguk menyetujui.
“Buat apa? Nggak penting,” jawab Rian cuek.
***
Rian berjalan santai menyusuri koridor sekolahnya. Ia melihat Lina dan Mika terlihat khawatir. Rian segera menghampiri.
“Balok es mana?”
“Buat apa nyari?! Belum puas sama yang tadi?!” ucap Mika kesal.
“Mika udah. Kita bicarain baik-baik ya,” Lina mencoba menenangkan Mika walau tak dipungkiri ia juga marah. “Adel... kami nggak tau di mana. Aku takut dia kenapa-kenapa.”
“Emangnya dia bakalan kenapa?” Rian mengernyitkan dahi.
“Sesuatu yang sangat buruk. Gue takut kalo dia bakalan lakuin hal itu lagi.”
“Maksudnya?” Rian semakin bingung.
“Bunuh diri.”
Dada Rian tiba-tiba terasa sesak. “Kenapa dia bakalan lakuin itu?”
Mika menghela napas panjang. “Ini semua gara-gara masa lalu dia.”
“Sebenarnya kami dilarang ngasih tau. Tapi kayaknya kamu perlu tau,” Lina melirik Mika. Memberi tahu untuk menjelaskan.
Mika pun mulai bercerita. “Dulu waktu dia masih kecil ortu dia cerai dan Papanya nikah lagi. Mama sama kakak tirinya selalu nyakitin Adel. Papanya juga sering sibuk, pulang balik ke luar kota. Pas gue nanya kenapa nggak dilaporin dia gak mau. Adel bilang dia udah biasa.”
Tanpa sadar air mata Mika jatuh membasahi pipinya ketika mengenang masa lalu Adel.
“Adel juga punya pacar sama banyak temen waktu SMP. Tapi dia diputusin trus temen-temennya juga cuman manfaatin Adel dan malah ngekhianati,” Lina melanjutkan cerita Mika.
“Sejak itu Adel pindah sekolah ke Amerika dan SMA di sini dan mutusin buat jadi culun.”
“Trus hubungannya sama bunuh diri apaan?” Rian semakin bingung.
Mika mendengkus sebal. “Waktu dia dikhianati, Adel mau lompat dari rooftop rumahnya. Untung gue, Lina sama ortunya berhasil ngehentiin dia.”
“Papanya Adel tau kalo Adel sering disakitin?”
“Tau. Tahun lalu Papanya cerai trus kembali lagi sama mama kandung Adel. Sekarang mama tirinya ada di RSJ,” jelas Mika.
Rian mengangguk dan hendak pergi meninggalkan kedua cewek itu.
“Mau kemana lo?” tanya Mika sambil menghapus air matanya.
“Gue bakal minta maaf.”
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Andrian & Adelia
Romansa{Completed} (Tahap Revisi) "Ayah ingin kalian berdua menikah." "APA? NIKAH?!! AKU GAK MAU MENIKAH SAMA DIA!!" teriak mereka berdua hampir bersamaan. Ayah mereka hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi keduanya. "Bagaimana pun juga Pah, Adel gak m...