“Eunghh...”
Kelopak mata Adel perlahan-lahan terbuka. Ruangan bercat putih dengan bau obat-obatan menghampiri indra penglihatan dan penciumannya.
Adel bangun perlahan. Duduk di sebuah ranjang UKS sekolahnya. Bagaimana Adel tahu? Karena di sebelah kanan ranjang, terdapat jendela yang menampilkan kantin sekolah.
“Eh? Kamu udah bangun rupanya,” Bu Raisa tersenyum. Mengambil kursi dan duduk di tepi kiri ranjang.
“Bu... Ini udah sore ya?” tanya Adel memastikan.
Ibu Raisa mengangguk. Tangannya tiba-tiba menggenggam kedua tangan Adel. “Kamu yang sabar ya Adelia. Ibu pastikan bakalan ngehukum murid-murid tadi!”
Adel menggelengkan kepalanya. “Gak usah Bu. Biarin aja.”
“Tapi kan...”
“Saya beneran gak papa Bu. Lebih baik saya pulang aja, udah sore soalnya.” Adel beranjak dari ranjang.
“Ibu antar ya?” tawar Ibu Raisa.
“Gak usah Bu. Saya sendiri aja.”
Ibu Raisa menghela napasnya. Menyerah dengan betapa keras kepalanya Adel ini yang memang tidak pernah mau merepotkan orang lain.
“Oh iya yang bawa kamu tadi ke sini tadi Radhika.”
“Radhika? Kak Kenzie?” tanya Adel yang diangguki Bu Raisa.
“Dia kelihatan khawatir banget tadi. Sampai gak mau pulang kecuali pas Ibu udah maksa.”
Adel hanya terdiam mendengarkan penjelasan Bu Raisa. Dalam hatinya bertanya-tanya, mengapa Kenzie yang membawanya ke sini dan bukan Rian? Apa benar Rian tidak peduli padanya sedikitpun?
Tunggu? Mengapa juga Adel memikirkannya? Adel seperti berharap pada Rian saja. Mereka bukanlah siapa-siapa.
“Terima kasih Bu. Kalo gitu saya pergi dulu,” pamit Adel diangguki Bu Raisa. Ia kemudian berjalan keluar dari ruangan disaksikan oleh guru itu.
“Menarik...” gumam Bu Raisa.
***
“Oh iya tas!” Adel menepuk pelan keningnya. Bagaimana bisa ia baru ingat benda sepenting itu ketika ia berada di depan gerbang sekolah? “Ish! Udah biarin aja deh!”
“Ekhem-ekhem!” seseorang berdeham, tepat di belakang Adel. Membuat cewek itu terperanjat kaget. Ia pikir ada preman tadi.
“Andrian?”
Rian menggaruk belakang kepalanya gelisah. Entah mengapa ia malah gugup seperti ini padahal ia hanya berdiri di depan Adel.
“Kamu ngapain di sini?” tanya Adel. Ia ingat jika sekolah telah dibubarkan sejak 3 jam yang lalu dan cowok ini masih berada di sekolah dengan mobilnya.
“Gue nungguin lo,” jawab Rian dengan santainya.
“A-Apa?”
“Ayo, gue anterin pulang. Oh ya, tuh tas lo udah gue ambilin.” Rian menunjuk kursi mobil di belakang.
Tunggu-tunggu biarkan Adel mencerna terlebih dahulu. Ini mengapa tiba-tiba Rian menjadi baik seperti ini? Apakah kepalanya barusan terbentur atau ada masalah dengan kepribadiannya?
“Kenapa diam aja lo? Ayok!” Rian menarik tangan Adel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Duduk di kursi di sebelah kursi pengemudi.
Setelah membantu Adel memasang seatbelt karena sepertinya cewek itu masih syok dengan sikapnya, Rian kemudian menyalakan mesin mobilnya. Dan menginjak pedal gas. Mobilnya seketika melenggang jauh meninggalkan pekarangan sekolah.
Adel memperhatikan Rian yang fokus menyetir. Ia masih tidak menyangka dengan perubahan sikap Rian yang tiba-tiba ini. Dan Adel heran, mengapa wajah cowok itu masih saja tampan.
“Kenapa lo?” tanya Rian.
Adel cepat-cepat menoleh ke kaca jendela di sebelah kirinya. Terlalu malu karena tertangkap basah sedang menatap cowok itu. Dan tanpa diduga pipi Adel terasa panas.
“Jangan Del, jangan. Jangan sampe kamu suka sama nih cowok, jangan!” gumam Adel sambil menepuk-nepuk kedua pipinya.
Rian melirik Adel sekilas. Tangan kanannya sibuk memegang stir kemudi. Ia terkekeh kecil ketika melihat Adel yang bergumam tentang sesuatu. Dan Rian bisa tebak jika cewek itu pasti membicarakan dirinya.
“Del...” panggil Rian.
“Hm..”
“Lo percaya gak...”
“Enggak.”
“Elah gue belum selesai ngomong! Lo ngeselin banget kayak Mirza!” kesal Rian.
“Hahaha, iya-iya. Kenapa?”
“Lo percaya gak kalo...” Rian menghentikan ucapannya. Matanya melirik sekilas, ingin melihat bagaimana wajah penasaran Adel. Dan benar saja, terlihat menggemaskan.
“Ih cepetan!” Adel memukul pelan lengan kiri Rian karena kesal dengan laki-laki itu yang tak kunjung membuka suaranya.
“Hehe, maaf. Jadi gue mau bilang lo percaya gak kalo gue ini pintar dan berbakat?”
Adel mengerutkan keningnya bingung. Sedetik kemudian ia lagi-lagi memukul lengan kiri Rian.
“Apaan sih! Aneh banget pertanyaannya! Kirain apaan!”
Rian hanya terkikik geli. Tangan kirinya mengacak-acak rambut Adel gemas karena cewek itu sepertinya ngambek dengannya.
“Iih! Nyebelin banget deh!” ucap Adel sembari memperbaiki rambutnya karena ulah Rian.
Rian masih saja tertawa. Entah karena pertanyaannya konyol atau karena wajah cemberut Adel yang terlihat menggemaskan di matanya.
“Del...” kini Rian telah menyelesaikan tertawaannya.
“Apa lagi?” jawab Adel ketus. Matanya hanya menatap keluar kaca mobil. Memperhatikan orang-orang dan kendaraan lalu-lalang di jalanan.
“Lo bakalan percaya gak kalo gue suka sama lo?”
“...”
Dan setelah pertanyaan itu keluar, dunia seperti berhenti bergerak. Baik Adel maupun Rian, hanya bisa saling menatap satu sama lain di dalam mobil yang berhenti di jalan karena lampu lalu lintas berwarna merah.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Andrian & Adelia
Любовные романы{Completed} (Tahap Revisi) "Ayah ingin kalian berdua menikah." "APA? NIKAH?!! AKU GAK MAU MENIKAH SAMA DIA!!" teriak mereka berdua hampir bersamaan. Ayah mereka hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi keduanya. "Bagaimana pun juga Pah, Adel gak m...