Seluruh murid sekolah berbaris rapi mengikuti upacara yang tengah berlangsung. Setelah kepala sekolah menyampaikan amanatnya, kini ia akan memberitahu pengumuman.
“Hari ini, ada siswi yang membuat sekolah kita bangga dengan prestasinya. Adelia Faranisa Azni memenangkan juara 1 lomba Sains Nasional tingkat SMA. Silahkan beri tepuk tangan meriah!”
Prokk.. Prokk.. Prokk
Semua murid bertepuk tangan sesuai perintah kepala sekolah. Mika yang bertepuk tangan paling nyaring di sana.
“Adelia, silahkan maju ke depan,” pinta kepala sekolah.
Adel mengangguk mengerti. Ia berdiri di depan mic untuk memberikan sepatah kata. Di barisan kelas IPS, Rena menyorakinya paling kencang.
“Emm.. Terima kasih atas Bapak dan Ibu guru yang membimbing saya selama ini. Serta teman-teman yang selalu mendukung saya, tanpa dukungan Bapak, Ibu dan teman-teman semua, saya mungkin tidak akan memperoleh juara ini.. Sekali lagi terima kasih,” ucap Adel.
Prokk.. Prokk
“Gila.. Keren banget pidatonya,ya gak Rian?” tanya Mirza sambil bertepuk tangan.
“Biasa aja.”
“Biasa aja tapi kenapa tuh senyum-senyum sendiri?” goda Mirza.
“Serah gue dong.”
“Yee nih anak gak bisa diajak bercanda.”
“Stt, jangan berisik woy!” tegur Wiliam yang jengah dengan suara Mirza yang nyaring ketika berbicara.
Mirza tiba-tiba menempelkan telapak tangannya di kening Wiliam untuk mengecek suhu tubuhnya.
“Bentar-bentar ini Wiliam bukan? Lo gak salah makan kan pagi ini? Gak panas juga, atau lo kerasukan ya? Sejak kapan lo jadi disiplin gini?” tanya Mirza dramatis.
“Apaan sih lo! Gue lagi ngeliatin Mona tuh,” Wiliam menunjuk ke barisan adik kelas.
“Hah? Mona yang jadi primadona sekolah ini kan?! Mana-mana?!” heboh Mirza.
Pletak!
Mirza memegangi belakang kepalanya yang baru saja di jitak dengan manisnya oleh Mika. Heran, cewek itu selalu saja menganggu nya.
“Aww! Apa-apaan sih lo Mik!” protes Mirza.
“Lo suaranya kecilin sedikit bisa gak? Suara kok kayak toa!”
“Helloww! Serah gue dong! Ini mulut punya gue bukan punya lo!”
“Eh, kalian jangan berisik dong,” tegur Lina.
Mirza tiba-tiba saja merapikan kerah seragamnya dan menghampiri Lina. “Hai Lin, Papa kamu sehat?”
“Eh? Sehat,” jawab Lina tersenyum canggung. Ini Mirza mengapa tiba-tiba bertanya tentang keadaan Daddynya? Padahal Mirza saja belum pernah bertemu dengan beliau.
“Minggir lo!” Wiliam mendorong Mirza untuk menjauh dari hadapan Lina.
“Lin, makasih ya bantuannya kemarin. Titip salam juga buat Om.”
“I-Iya. Sama-sama Kak,” Lina tersenyum malu-malu. Ia menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.
“Wait, Wiliam main ke rumah lo?” tanya Mika kaget. Pasalnya Daddy Lina itu sangat melarang keras putrinya untuk mengajak cowok lain ke rumah.
“Ya dong! Daddynya Lina baik banget sama gue! Apa kabar ya dengan yang sering pdkt tapi belum ketemu orang tuanya,” sindir Wiliam secara langsung. Ia tersenyum puas ketika melihat Mirza yang kelihatan kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Andrian & Adelia
Romantizm{Completed} (Tahap Revisi) "Ayah ingin kalian berdua menikah." "APA? NIKAH?!! AKU GAK MAU MENIKAH SAMA DIA!!" teriak mereka berdua hampir bersamaan. Ayah mereka hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi keduanya. "Bagaimana pun juga Pah, Adel gak m...