Chapter 5

642 118 45
                                    

Menutup diri adalah cara terbaikku. Agar tidak ada orang yang tahu, luka yang terus menghantuiku.

- Quinsha by ifashaffa

Pagi ini SMA Karya Siswa sedang sibuk-sibuknya menyiapkan berbagai keperluan untuk acara ulang tahun sekolah besok. Terutama murid-murid yang tidak menampilkan sesuatu di acara ini. Sementara murid yang ikut mengisi acara, sedang gladi kotor di aula sekolah.

"Ini kenapa Davin lama banget sampe, sih!" gerutu Azriel kesal. Bolak-balik Azriel mengecek jam yang melingkar di salah satu lengannya.

"Telepon coba," ujar Saban. Si cowok yang paling ramah di antara Dafa, Azriel, Afif, dan Davin.

"Nomornya nggak aktif," sahut Dafa. Si vokalis cakep. Terlihat sejak tadi Dafa tidak bosan menempelkan benda pipih di telinganya. "Gue udah ngubungin dari tadi. Malah Mbak operator yang jawab."

Tanpa sengaja mereka serempak berdecak. Padahal mereka harus latihan semaksimal mungkin. Karena acara sudah ada di depan mata.

"Ya udah, kita latihan duluan aja. Sekalian nunggu Davin datang," papar Saban.

"Kata Saban bener. Kita latihan aja dulu. Palingan entar lagi tu anak juga dateng." Afif ikut menimpali. Gitaris termanis yang manisnya ngalahin coklat.

Setelah dipikir-pikir, akhirnya mereka berempat sepakat untuk lebih dulu latihan. Urusan Davin bisa nanti. Walaupun sedikit kesal karena Davin terlambat datang, tetap saja, mereka sudah lama berteman. Dan mereka sudah mendirikan Sadist Band setahun yang lalu.

Saat mereka duduk di kelas satu dan mereka juga satu kelas, tanpa mereka tahu, mereka berlima ternyata sama-sama mencintai musik. Dan yang lebih parahnya, mereka sama-sama penggila musik rock. Entah itu selow rock, pop rock, dan apa pun yang berbau rocker: mereka suka.

Ada yang lebih beruntung sebenarnya, bisa-bisanya mereka kembali satu kelas saat kenaikan kelas dua. Mereka berlima sama-sama masuk ke kelas XI IPA 4. Ajaib memang. Sepertinya mereka memang dilahirkan untuk bersama.

❤❤❤

"Udah belum sih, nih, sebenernya. Capek banget gue," gerutu salah satu siswi yang duduk terkapar di halaman sekolah. Gadis itu menyeka keringat yang terus-menerus mengalir ke pelipisnya.

Temannya satu lagi juga menghela napas berat. Bagaimana tidak, sudah harus panas-panasan sejak pagi. Acara ulang tahun sekolah memang harus sempurna sepertinya.

Quinsha. Dia sama sekali tidak banyak omong dan berkomentar seperti siswi-siswi lain. Sedari tadi dia hanya mengikuti apa yang diperintahkan guru. Sama seperti sekarang, dia hanya diam dan serius menyapu halaman sekolah. Bukan hanya dia memang, banyak juga siswi lain.

"Lo pasti haus. Nih!" tangan seseorang menghadang di depan Quinsha yang sedang menyapu. Quinsha melirik sekilas siapa yang berani mengusiknya di tengah-tengah terik matahari.

Si cowok berkulit eksotis itu tersenyum manis. Menatap wajah Quin dengan begitu hangat. Terlihat jelas ada ketulusan di matanya.

Quinsha tahu, menolak pun, cowok di depannya ini tidak akan lelah untuk memaksanya mengambil es kelapa yang sudah dibelinya khusus untuk Quinsha. Tanpa sedikit pun tersenyum, Quinsha merampas es kelapa itu dari tangan Arfan. "Thanks."

Arfan cukup terkejut sekaligus kagum dengan Quinsha. Bukan bahagia karena Quinsha tidak banyak protes untuk menerima es kelapa itu, melainkan hanya dalam waktu sepuluh detik, es kelapa itu sudah habis diseruput Quinsha tanpa jeda sedikit pun. Arfan bahkan tidak merasa ilfeel sama sekali dengan Quinsha. Karena Quinsha wanita apa adanya tanpa mengada-ngada hanya untuk disukai. Quinsha sama sekali tidak merasa malu menghabiskan es kelapa itu sekaligus, walaupun ada orang lain di depannya. Apalagi itu seorang laki-laki.

Quinsha (S E L E S A I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang