Cueknya kamu justru membuatku penasaran. Ingin selalu mengejar. Dan tidak akan berhenti sebelum mendapatkan.
- Quinsha by ifashaffa
Di jam pelajaran bahasa Indonesia, tiba-tiba saja kepala Quinsha terasa pusing. Kepalanya menunduk dan kedua tangannya memegangi kepalanya yang terasa nyut-nyutan. Sakit sekali. Seperti ada yang mengetok-ngetok kepalanya menggunakan palu. Entah ada apa dengannya.
"Eh, gue mau tiduran bentar. Jangan bilangin guru, ya. Sakit banget kepala gue," cetus Quinsha pada seseorang di sebelahnya. Kepalanya pun segera ia tidurkan di atas meja. Tidak butuh berapa lama, dan kini matanya memejam.
Esa yang terlihat tak peduli dan sama sekali tak khawatir itu, tidak menjawab. Dia hanya mengerutkan kedua alisnya.
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Esa segera membereskan buku-bukunya yang berserakan di atas meja. Guru di depan pun sudah berlalu meninggalkan kelas. Dan Quinsha masih tertidur.
Saat hendak berdiri dan meninggalkan kelas, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik lengan pendek seragam Esa. Membuatnya menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Sorot mata tajamnya meneliti siswa yang sedang tersenyum dengannya. Esa menepis tangan itu, hingga tangannya turun dan terlepas.
"Lo jahat banget, sih. Itu sebangku lo, nggak dibangunin."
"Kenapa nggak lo aja, yang bangunin. Penting banget buat gue," balas Esa.
"Wah, lo jahat banget, sih. Kalau lo, nggak bangunin dia, entar kelas dikunci, dia nggak bisa keluar gimana," kata siswa dengan name tag Arfandi Basirdo di sisi kanan seragamnya.
Esa berdecak kesal. Banyak bacot ini cowok, batinnya.
Karena terdengar suara yang dirasa berisik, membuat Quinsha mengerjapkan matanya beberapa kali, yang perlahan semakin melebar. Dia lalu duduk dari posisi kepalanya tertidur di atas meja tadi. Didapati dua cogan yang berdiri saling berhadapan.
Quinsha menatap bingung. Dengan bergantian dia menatap cowok yang sering menggodanya dan berpindah menatap cowok yang entah siapa namanya. Padahal dia duduk sebangku dengan pria itu. Aneh bukan? Saking tidak pedulinya.
"Kalian kenapa? Ribut banget!" omel Quinsha.
"Ini nih, Rat. Eh, maksud gue Quin. Masa dia mau pulang nggak bangunin, lo. Padahal dia kan, sebangku sama, lo," celetuk Arfan. Satu jarinya sembari menunjuk dada Esa. Sedangkan Esa hanya dapat menatap kesal Arfan.
"Terus?" tanya Quinsha.
"Iya kalau sampai lo kekunci gimana? Gue kan nggak tega, Quin."
"Oh."
Quinsha tertawa sinis sembari menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Tidak peduli dengan dua manusia yang berdiri di dekatnya, Quinsha juga membereskan buku-bukunya dan ia masukkan ke dalam tas. Quinsha pergi begitu saja, meninggalkan Esa dan juga Arfan.
Saat Quinsha sudah tidak lagi terlihat, Esa pun meninggalkan Arfan. Sementara Arfan masih berdiri mematung di dalam kelas.
❤❤❤
Sialnya, saat hendak menjalankan motornya, Quinsha mengingat sesuatu dan mengharuskannya untuk kembali ke dalam kelas. Sambil berdecak kesal, Quinsha harus menaiki tangga untuk menuju kelasnya yang berada di lantai dua.
Kelas sudah kosong. Ternyata Arfan juga sudah tidak berada di dalam kelas. Syukurlah. Quinsha pun mengambil jaket abu-abu miliknya yang ia sampirkan di sandaran kursinya. Langkahnya terhenti, saat tanpa sengaja alas kakinya menginjak sesuatu yang empuk.